
KAB. TANGERANG – Sengketa lahan pada proyek pembangunan Pusat Niaga Mega Ria Cikupa berlokasi di Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang dengan warga setempat menuai sorotan.
Lahan yang ditempati puluhan warga di klaim sebagai aset Desa Cikupa. Saat ini pihak desa sudah bekerjasama dengan pengembang properti PT Langkah Terus Jaya (LTJ) untuk membangun pusat bisnis.
Pantauan BantenNews.co.id di lokasi, pembangunan konstruksi sudah memasuki tahap awal. Bahan bangunan dan sejumlah pekerja tampak tengah memasang pondasi bangunan.
Dari total lahan seluas 11.000 meter persegi, masih terdapat satu rumah warga yang masih berdiri, ditempati oleh Agus Nugroho bersama istri dan anak-anaknya. Rumah tersebut kini telah ditutup seng oleh pihak pengembang.
Kondisi memanas setelah beredar video pembongkaran sebuah tembok di bagian dapur rumah milik Agus Nugroho.
Dalam video yang diduga direkam oleh pemilik rumah tersebut, terlihat detik-detik pembongkaran menggunakan alat berat.
Suara jeritan dan tangisan anak kecil yang berada di dalam rumah terekam dengan jelas dan menjadi viral di media sosial.
Agus Nugroho menjelaskan, saat kejadian berlangsung, dirinya sedang bekerja dan hanya istrinya bersama kedua anaknya yang berada di dalam rumah.
Peristiwa tersebut menyebabkan trauma mendalam bagi kedua anaknya Dzakira dan Dzikria Husna serta istrinya Husni Khusnul Khotimah.
“Anak saya trauma makannya didalam aja sekarang,” kata Agus kepada awak media, Rabu (16/7/2025).
Menurut dia, pembongkaran oleh pihak pengembangan diklaim tembok milik SDN 1 Cikupa yang saat ini telah dipindahkan oleh Pemkab Tangerang ke tempat lain.
Padahal kata dia, justru pihak sekolah yang menumpang tembok ke rumah orang tuanya karena letaknya beririsan.
Agus juga mengaku sudah menyampaikan batas-batas tanah milik orang tua dan lahan yang disebut-sebut sebagai aset desa.
“Kata pengembangannya tetep di hancurin karena itu gedung sekolahan,”ujarnya.
Agus memastikan ia pemilik sah lahan tersebut, karena orang tuanya sudah hampir 60 tahun menempati lahan tersebut, bahkan Agus juga mengklaim memiliki legalitas lahan tersebut.
“Kalau tanah yang ada penghuninya tolong lah jangan diganggu gugat, kita kan ada surat-suratnya. Kita mau bangun gak bakal kita usik,”ungkapnya.
Pasca temboknya dirobohkan, Agus terpaksa menutupi bagian dapurnya dengan terpal. Namun Agus khawatir jika hujan turun, sudah dipastikan air dengan mudah masuk ke dalam rumahnya.
“Saya sih minta dibalikin lagi, sebelum gini aja rumah saya banjir. Apalagi kalau sudah begitu (terbuka),” katanya.
Sementara itu, pihak PT LTJ selaku pengembangan Pusat Niaga Mega Ria Cikupa berlokasi di Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang membantah robohkan tembok rumah warga.
Mereka mengklaim tembok yang dirobohkan merupakan sisa bangunan SDN 1 Cikupa yang beririsan dengan rumah warga.
“Apa yang terjadi kemarin, intinya sesuai prosedur yang ada, kemudian pembongkaran itu bukan pembongkaran rumah warga, itu sisa dari bangunan SDN Cikupa 1 yang kemudian nempel dengan rumah warga,” kilah pihak manajemen LTJ Dedi Effendi.
Sebelum dirobohkan, pihak pengembangan mengaku sudah beberapa kali menyampaikan pemberitahuan. Dedi tak tahu menahu saat pembongkaran itu apakah masih ada penghuni atau tidak didalam.
“Intinya kami sudah menyampaikan informasi bahwa kami akan bongkar jam sekian. Disitu sudah ketahuan waktunya, disitu sudah dikasih tahu dari awal,”ujarnya.
“Perkara dia drama atau sandiwara saya gak ngerti juga yang jelas kami sudah sampaikan itu. Nah ketika pembongkaran yang didalam rumah juga mungkin sudah tahu, karena yang memvideokan itu di dalam rumah bukan di luar,” tambahnya.
Dedi beralasan pembongkaran tembok tersebut karena dilokasi itu bakal dibangun pondasi. Bila warga mengklaim selaku pemilik, Dedi meminta buktinya, karena ia memiliki bukti dokumentasi jika tembok tersebut sisa bangunan sekolah.
Bahkan Dedi menegaskan, lahan yang bakal dijadikan pusat bisnis hasil kerjasama dengan pemerintah desa Cikupa tidak dalam sengketa, hanya polemik saja, karena secara legalitas lahan, termasuk areal rumah milik Agus Nugroho diakui sebagai aset desa setempat.
“Kalau sengketa itu mereka punya surat kita punya surat. Ini hanya berpolemik, berkonflik saja ini. Kalau menurut saya sengketa gak ada,” tegas Dedi.
Penulis: Mg-Saepulloh
Editor: Usman Temposo