CILEGON – Insiden bencana industri yang terjadi di PT Chandra Asri Pacific Tbk (CAP) di Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon yang berdampak pada masyarakat sekitar mendapat sorotan dari sejumlah pihak, termasuk dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Diberitakan sebelumnya, pada Sabtu (20/1/2024) pagi lalu, masyarakat dari sejumlah wilayah di Kota Cilegon digegerkan dengan bau kimia menyengat yang berasal dari PT CAP hingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Nur Cholis Hasan selaku relawan WALHI sekaligus yang dimandatkan oleh WALHI Jakarta mengungkapkan bahwa berdasarkan assesment yang dilakukan ditemukan banyak pelanggaran di lapangan.
Salah satu pelanggaran yang disoroti oleh Cholis, yaitu soal tata ruang atau keberadaan PT CAP yang sangat berdekatan dengan pemukiman warga. Hal itu tentunya sangat berisiko bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat setempat.
Soal tata ruang ini, lanjutnya, bukan hanya untuk PT CAP saja melainkan seluruh industri di Kota Cilegon, khususnya yang bergerak di petrokimia lokasinya berada di dekat pemukiman warga.
“Ini termasuk evaluasi buat pemerintah karena dalam Undang-Undang Industri Nomor 24 Tahun 2021 itu diatur bahwa aktivitas industri itu minimal jarak dengan pemukiman itu 2 kilometer, apalagi Chandra Asri kan Objek Vital Nasional,” katanya kepada BantenNews.co.id, Jumat (26/1/2024).
“Ternyata, jarak Chandra Asri sama pemukiman itu bahkan tidak berjarak, cuma pagar doang batasnya. Bukan cuma Chandra Asri, bahkan semua industri yang termasuk di Jalan Nasional itu tidak ada jarak sama sekali pabriknya,” sambung Cholis.
Selain itu, Cholis juga meminta kepada Pemkot Cilegon untuk tidak menganggap enteng risiko bencana industri. Pasalnya, kejadian serupa pun pernah terjadi pada industri petrokimia lainnya di Cilegon, namun pemerintah tidak menyikapi dengan serius.
Diketahui, pada 2019 silam PT Dover Chemical yang berlokasi di Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon mengalami kebocoran gas kimia yang mengakibatkan masyarakat sekitar terdampak bau menyengat.
“Cilegon ini tidak mau belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Pemerintah kaya tidak serius, padahal kejadian kegagalan teknologi dari industri-industri petrokimia di Cilegon ini bukan cuma baru kali ini, tapi Dover juga pernah. Sekalipun daya kerusakannya di wilayah sekitar, tapi banyak juga korban yang harus dirawat secara intensif di Sumur Wuluh 1 RW dan Pemerintah Cilegon tidak ada rekomendasi apapun setelah kejadian itu,” ujarnya.
Akibat tidak adanya keseriusan Pemkot Cilegon dalam penanganan dan tindakan terhadap bencana industri tersebut, Cholis mengungkapkan kejadian serupa terulang kembali dan masyarakat yang minim literasi soal mitigasi kebencanaan pun yang akhirnya menjadi korban.
Oleh karena itu, ia berharap Pemkot Cilegon melakukan kajian yang mendalam terkait penindakan dan penanganan bencana industri yang baru ini terjadi di PT CAP, serta menggalakkan literasi mitigasi kebencanaan terhadap masyarakat.
Lebih jauh, pemerintah juga harus menyadari bahwa posisi Kota Cilegon secara geografis termasuk dalam daerah rawan bencana lantaran berdekatan dengan Selat Sunda yang merupakan jalur cincin api Asia-Pasifik dan ada Gunung Krakatau yang masih aktif.
“Saya sih harapannya literasi kebencanaan di Cilegon itu harus mulai dimunculkan di masyarakat agar ketika kemudian ada hal-hal yang terjadi seperti kasus kemarin itu masyarakat kalau ada pengetahuan soal kebencanaan, mitigasi bencana apapun artinya masyarakat sudah punya pengetahuan harus ngapain. Literasi kebencanaan ini kan Cilegon tidak muncul sama sekali, padahal daerah rawan bencana yang bukan bencana alam saja yang kapanpun tidak bisa kita prediksi,” tutupnya.
(Mg-STT/Red)