Beranda Hukum Soal Kasus Korupsi di PT Krakatau Steel, Pensiunan Sebut Risiko Bisnis Bukan...

Soal Kasus Korupsi di PT Krakatau Steel, Pensiunan Sebut Risiko Bisnis Bukan Korupsi

Mantan Direktur Utama PT KS Fazwar Bujang (kanan) saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Serang.
Mantan Direktur Utama PT KS Fazwar Bujang (kanan) saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Serang.

SERANG – Mega proyek pembangunan pabrik blast furnace complex atau BFC PT Krakatau Steel merugikan keuangan negara Rp 6 triliun lebih. Jumlah tersebut, didapat dari audit perhitungan kerugian keuangan negara yang diminta oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap proyek yang dimulai pada tahun 2011 tersebut.

Nilai Rp 6 triliun lebih tersebut didapat karena proyek tersebut tidak dapat digunakan alias gagal fungsi sehingga dinyatakan total loss atau kerugian sepenuhnya.

Kasus tersebut, kini sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Serang. Ada lima terdakwa yang dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 800 dan Rp 850 juta oleh JPU Kejagung RI.

Kelima terdakwa tersebut, mantan Direktur Utama PT KS Fazwar Bujang, Andi Soko Setiabudi selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering Periode 2005-2010; Deputi Direktur Proyek Strategis 2010-2015; Bambang Purnomo selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012-2015.

Meski dianggap bersalah melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mereka dibebaskan dari uang pengganti.

Untuk diketahui, uang pengganti merupakan uang hasil korupsi yang dinikmati oleh terdakwa. Dalam persidangan, JPU menganggap kelimanya tidak menikmati uang dari proyek tersebut sehingga dibebaskan dari uang pengganti.

Menanggapi kasus tersebut, pensiunan pegawai PT KS yang telah bekerja puluhan tahun di pabrik baja tersebut mengaku prihatin dengan nasib lima orang mantan petinggi PT KS.

Menurut dia, pembangunan Blast Furnace Complex tercetus pada tahun 2008 silam dan baru mulai dieksekusi pada tahun 2012 lalu. Proyek tersebut dibuat agar PT KS dapat menjadi penghasil baja yang memenuhi standar.

“Dengan adanya Blast Furnace PT KS bisa menguasai tiga bidang, yaitu Iron Making (pabrik pembuatan besi murni-red), Steel Making (pabrik pembuatan bahan baku baja) dan Rolling Mill (pabrik rolling pembuat produk Baja),” kata sumber yang minta tidak disebut namanya, Minggu (9/7/2023).

Dia menjelaskan adapun cita-cita dari pembangunan Blast Furnace, PT KS bisa menguasai pabrik baja mulai dari hulu hingga hilir. “Saat ini kita kita ada di hilir, bahan baku kita punya, lalu pabrik pengolahan bahan baku (Iron Making-red) menggunakan Blast Furnace berjalan. Jika seperti ini dari hulu sampai hilir kita punya semua,” kata pria berusia 60 tahun ini.

Dia mengungkapkan jika pabrik Blast Furnace berjalan, maka PT KS tinggal mengikuti kebutuhan pasar. “Untuk pembuatan bahan baku bajanya kita tinggal formulasikan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar, misal baja reguler atau baja spesial. Dan untuk memproduksi itu semua, bahan baku yang diperlukan ada di negara kita,” ungkapnya.

Kembali pada persoalan pembangunan Blast Furnace, dia menerangkan pembangunan Blast Furnace Complex memakan waktu sekitar tujuh tahun. Lambatnya pembangunan itu lantaran adanya faktor yang menghambat.

“Sejumlah faktor yang kerap menjadi kendala pada saat proses pembangunan Blast Furnace Complex milik PT KS, sehingga pembangunan proyek tersebut mengalami keterlambatan, baik kendala di lapangan, maupun kendala yang lain,” katanya.

Dia menambahkan, akibat kendala-kendala tersebut, terjadi over cost run, atau penambahan biaya yang muncul diluar biaya yang sudah diperhitungkan. “Pada saat itu juga situasi keuangan PT KS yang kurang baik, ditambah dengan harga baja yang merosot pada waktu itu, membuat konsorsium Bank Asing yang akan memberikan pinjaman memilih mundur,”ungkapnya.

Akibatnya, dia mengatakan untuk menyelesaikan pembangunan tersebut PT KS mencari pengganti sumber pendanaan di dalam negeri melalui Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA).

“Lalu lambannya kita dalam mengambil suatu keputusan, sehingga seringkali proyek dihentikan menunggu kajian dan keputusan. Jadi terlihat seperti mangkrak atau terabaikan, walaupun begitu, gaji para pekerja proyek tersebut tetap harus dibayarkan. Itu salah satu contoh timbulnya over cost run pada proyek ini,” katanya.

Selain itu, dia mengungkapkan penyelesaian proyek pembangunan Blast Furnace Complex, dan pengoperasiannya terjadi di momen yang kurang tepat. Sehingga hal tersebut hanya terlihat sebagai pemborosan atau inefisiensi.

“Bukannya boros, atau membuat rugi negara. Karena beberapa faktor yang tidak bisa terprediksi akhirnya terjadi over cost. Karena ada sebabnya bukan disengaja,” ungkapnya.

Bahkan dia menganggap pembangun Blast Furnace bukan sebuah kejahatan yang dianggap merugikan keuangan negara. Apalagi pabrik tersebut belum beroperasi. “Kalau dianggap merugikan negara juga sepertinya tidak. Baru juga beroperasional sudah di setop. Jadi kita belum bisa pastikan ini rugi, lagipula kan pabriknya memang ada dan terbangun,”katanya.

Dirinya meyakini jika Blast Furnace Complex kembali beroperasi, PT KS akan memperoleh keuntungan yang besar. Sebab, 50 persen kebutuhan baja nasional masih di penuhi melalui jalur impor.

“Sangat perlu (Blast Furnace-red), entah kapan akan dioperasikan kembali. Namun pastinya akan menambah cost perusahaan, namun Ketika sudah berjalan dengan formulasi yang tepat. KS akan untung besar,” ungkapnya.

Dia menambahkan, jika aparat penegak hukum (APH) melihat kasus ini dari sudut pandang lain, maka perkara itu tidak masuk kasus kejahatan, melainkan resiko bisnis.

“Jadi menurut saya, masalah yang muncul saat ini bukan lah tindak kejahatan. Mungkin ada kesalahan yang mereka lakukan tapi bukan disengaja. Ini Hanya berbeda sudut pandangnya saja mungkin karena mereka melihat itu dan menyamakan dengan situasi dan kondisi saat ini. Jadi pasti berbeda gak akan sama situasi dan kondisinya,”katanya.

Meski menganggap kasus tersebut merupakan resiko bisnis, dia meyakini majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya. “Saya yakin majelis hakim yang terhormat dapat menilai sendiri berdasarkan bukti, keterangan saksi, saksi ahli, dan fakta persidangan lainnya, sebagai bahan pertimbangan majelis terhormat dalam memberikan putusan,” tuturnya. (Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini