
SERANG – Rencana revitalisasi Pasar Induk Rau (PIR) Kota Serang memunculkan pro dan kontra. Untuk menjembatani beragam pandangan tersebut, Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Kota Serang (PWKS) menggelar diskusi publik bertema “Pro dan Kontra Rencana Pembangunan Pasar Induk Rau” di Gedung Korpri Kota Serang, Senin (15/9/2025).
Diskusi menghadirkan pemerintah, pedagang, hingga kalangan media untuk membahas masa depan pasar yang menjadi pusat perekonomian Kota Serang itu.
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro (Disperindagkop UKM) Kota Serang, Wahyu Nurjamil, menegaskan bahwa rencana revitalisasi merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan roda ekonomi kota. Ia menyebut kondisi PIR saat ini sudah tidak layak, baik dari sisi fasilitas maupun tata kelola.
“Pasar Rau punya karakter kuat sebagai pusat perdagangan Kota Serang. Tapi kondisinya sekarang sangat tidak layak. Banyak pedagang di dalam mengeluh sepi, sementara di luar banyak yang berjualan dan memotong jalur pembeli,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa wacana revitalisasi sudah dikaji sejak 2022 dan menjadi tindak lanjut optimalisasi aset daerah oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
“Plafonnya saja sudah tumbuh tanaman. Artinya, wacana ini sudah lama dipertimbangkan. Namun kami pastikan pedagang akan dilibatkan dalam perencanaan, termasuk soal relokasi,” ujarnya.
Terkait waktu, Wahyu menyebutkan bahwa pembangunan bisa dimulai pada 2026, tetapi tetap menunggu hasil kajian komprehensif. “Semua nantinya akan dikelola oleh pemerintah daerah,” katanya.
Sementara itu, pedagang menolak rencana pembongkaran total PIR. Fery Chaniago, Wakil Ketua I Himpunan Pedagang Pasar Rau (Himpas), menilai bahwa bangunan PIR masih kokoh dan seharusnya cukup direnovasi, bukan dibongkar.
“Keputusan yang beredar seakan-akan 2026 harus dibongkar. Padahal hasil kajian baru sebatas hammer test yang menyebut 50 persen bisa digunakan, 50 persen tidak. Kami ingin tahu yang dimaksud 50 persen itu bagian mana,” ujarnya.
Fery menjelaskan, Pasar Rau dibangun dengan desain umur bangunan hingga 70 tahun. Hal itu terkait regulasi Hak Guna Bangunan (HGB) yang berlaku hingga 2023 dan dapat diperpanjang 30 tahun, bahkan 20 tahun lagi setelahnya.
“Kalau dikelola dengan baik, Rau masih sangat memungkinkan diperbaiki. Kesepakatan pedagang 100 persen menolak pembongkaran karena struktur masih kokoh. Yang perlu dibenahi adalah tata kelola, bukan bangunan,” tegasnya.
Menurutnya, pengelolaan pasar oleh pihak swasta dinilai amburadul. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Rau pun tidak maksimal. “Harusnya renovasi dilakukan agar lebih smooth dan win-win solution. Kami mendukung program pemerintah asalkan tidak merugikan pedagang,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Aeng Khaeruzaman, Bendahara Himpas. Ia menilai manajemen pengelolaan PIR selama ini lemah dan tidak transparan.
“Kesepakatan kami jelas, menolak total pembongkaran karena konstruksi masih kuat. Saya orang teknik, tahu betul kondisi bangunan Rau. Paku beton saja sampai patah saat dipantek, artinya strukturnya kokoh. Kalau direnovasi, hasilnya akan jauh lebih baik,” ujarnya.
Aeng menambahkan, kondisi eskalator, sanitasi, dan lantai satu memang perlu diperbaiki total. Namun secara keseluruhan, lebih dari 2.900 kios masih layak pakai. “Masalahnya ada di tata kelola. Kalau dikelola profesional, pasar ini bisa kembali jadi kebanggaan Kota Serang,” ujarnya.
Ketua PWKS, Jay, mengatakan bahwa diskusi publik yang digelar PWKS ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan tajam antara pemerintah daerah yang mendorong revitalisasi dan pedagang yang menolak pembongkaran total. Namun kedua pihak sepakat untuk mencari solusi terbaik.
Para pedagang mendesak agar pemerintah lebih serius memperhatikan aspirasi mereka, sementara pemerintah tetap menekankan pentingnya kajian komprehensif sebelum mengambil keputusan final.
“Dengan adanya diskusi publik ini, diharapkan muncul jalan tengah yang menguntungkan semua pihak, sehingga Pasar Induk Rau bisa kembali menjadi pusat perdagangan yang modern, nyaman, dan tetap menghidupi ribuan pedagang di Kota Serang,” ujarnya.
Penulis: Ade Faturohman
Editor: Usman Temposo