Oleh: Fauzi Sanusi
Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pengantar
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU) Cilegon kembali menuai polemik setelah Pemkot mengajukan skema pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan mendapat penolakan DPRD. Padahal, JLU sepanjang ±12,5 km dengan kebutuhan dana lebih dari Rp500 miliar ini penting untuk membuka akses wilayah bagian utara, mengurangi kemacetan, serta menarik investasi padat karya guna mengurangi pengangguran.
Pinjaman ke SMI bisa menjadi solusi berani jika dijalankan dengan transparansi dan dukungan politik, namun tanpa governance yang kuat justru bisa menjadi beban baru. Namun, usulan ini mendapat penolakan dari sebagain besar angota DPRD. Bahkan, rapat paripurna untuk membahas pinjaman batal digelar. Publik pun bertanya-tanya: apakah pinjaman ke SMI ini langkah berani yang akan mempercepat pembangunan JLU, atau justru menimbulkan beban baru bagi keuangan daerah?
Alternatif lain seperti Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU), Skema Hibah Infrastruktur (Special Grant), Dana Alokasi Khusus (DAK), Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Corporate Social Responsibility (CSR) Konsorsium Industri tetap perlu diperjuangkan agar JLU tidak lagi sekadar janji politik, melainkan benar-benar jalan untuk rakyat.
Mengapa JLU Penting?
Sejak awal, ide membangun JLU bukan hanya untuk industri, tapi juga untuk membuka akses beberapa kelurahan di sebagian wilayah Kecamatan Grogol, Purwakarta, dan sebagian Jombang yang selama ini relatif terisolasi dibandingkan pusat kota dan kawasan industri di barat.
Dengan JLU, waktu tempuh akan lebih singkat, distribusi hasil pertanian dan UMKM lebih lancar, serta nilai tanah warga bisa meningkat. Artinya, JLU bukan sekadar jalan beton beraspal, tapi lebih dari itu, JLU menjadi alat pemerataan pembangunan. Ia memberi kesempatan warga menikmati fasilitas kota, dan membuka peluang investasi baru di wilayah yang selama ini agak tertinggal.
Berapa Panjang dan Biaya JLU?
Berdasarkan rencana tata ruang dan dokumen teknis, panjang JLU sekitar 12,3–12,6 kilometer dengan lebar jalan ±20 meter (dua jalur, median, trotoar). Tahun 2020, Pemkot menganggarkan Rp83 miliar untuk 1,5 km jalan dan pembebasan sebagian lahan. Tahun 2022, sisa lahan masih butuh dana sekitar Rp70 miliar. Wali Kota menyebut total kebutuhan JLU, termasuk lahan dan drainase, bisa mencapai Rp500 miliar lebih.
Dengan APBD yang hanya sekitar Rp700 miliar setahun, jelas mustahil membiayai proyek sebesar ini tanpa dukungan skema lain.
Pinjaman SMI: Jalan Pintas atau Risiko?
Pinjaman SMI ditawarkan sebagai jalan keluar. Dengan bunga pinjaman yang umumnya berada di kisaran 5–7% relatif lebih rendah dibanding kredit komersial infrastruktur serta tenor panjang dan grace period, proyek ini bisa dikerjakan lebih cepat tanpa harus menunggu dukungan dana pusat. Namun demikian, besaran bunga tetap bukan angka kecil bagi APBD, sehingga transparansi dan kajian fiskal menjadi syarat mutlak.
Keuntungan jika memakai pinjaman SMI:
1. Proyek bisa segera berjalan, warga tidak harus menunggu terlalu lama.
2. JLU bisa membuka kawasan baru bagi investasi padat karya dan logistik. Meski Upah Minimum Kota (UMK) Cilegon tinggi, namun ada peluang industri bernilai tambah dan gudang modern masuk, sehingga lapangan kerja tercipta dan pengangguran berkurang.
3. Pembiayaan dicicil bertahun-tahun, tidak membebani APBD sekaligus.
4. Menunjukkan keberanian politik Pemkot untuk mencari solusi.
Tapi ada risikonya:
1. APBD bisa tertekan. Jika terlalu banyak untuk cicilan pinjaman, belanja pendidikan dan kesehatan bisa terganggu.
2. Lahan JLU baru bebas 70%. Jika belum siap tapi sudah berutang, risiko biaya membengkak besar.
3. Transparansi harus jelas. Berapa pinjamannya, berapa bunga, dan bagaimana cara membayar kembali? Masyarakat berhak tahu.
4. Tanpa dukungan DPRD, pinjaman sulit dijalankan. Politik bisa jadi penghambat.
Alternatif Selain Pinjaman
Pinjaman bukan satu-satunya jalan. Ada beberapa opsi lain yang bisa ditempuh Pemkot bersama Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat:
1. Mendorong JLU menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN). Jika masuk PSN, lahan bisa dibiayai dengan dana Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Pemerintah Pusat juga bisa memberi dukungan fiskal dan percepatan izin.
2. KPDBU/ Public Private Partnership (PPP). Skema KPDBU sudah banyak dipakai untuk jalan lingkar di daerah lain (contoh: Jalan Lingkar Brebes, KPDBU Semarang–Demak). Cilegon punya nilai tawar tinggi: kawasan industri baja, petrokimia, pelabuhan. Investor bisa tertarik jika ada jaminan traffic (arus kendaraan) dan dukungan pemerintah (misalnya keringanan lahan atau Viability Gap Fund dari pusat).
3. Mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK Fisik bidang jalan bisa dipakai membangun ruas JLU secara bertahap. Plafon memang lebih kecil, tapi realistis untuk memulai progres. Jika setiap tahun ada ruas yang dibangun, JLU bisa selesai secara bertahap sambil menunggu dukungan pusat lebih besar.
4. Skema Hibah Infrastruktur (Special Grant) dari Pusat. Selain DAK, ada program hibah khusus infrastruktur (misalnya hibah jalan non-tol untuk mendukung kawasan industri dan pelabuhan). Cilegon bisa mengajukan melalui Kementerian PUPR dengan argumentasi: mendukung jalur strategis Sumatera–Jawa, kawasan industri nasional, dan konektivitas pelabuhan.
5. CSR dengan membentuk Konsorsium Industri.
Peluang Investasi Padat Karya
JLU juga memiliki potensi ekonomi besar. Koridor baru ini bisa dirancang untuk industri padat karya dan logistik. Walau UMK Cilegon tinggi, bukan berarti investor tidak tertarik. Industri logistik dan pergudangan modern akan melihat keuntungan dari akses jalan baru. Manufaktur bernilai tambah seperti komponen otomotif, elektronik, dan perakitan bisa menyerap tenaga kerja lokal. UMKM dan agroindustri di desa sekitar akan lebih mudah masuk pasar kota.
Jika dikelola secara baik, JLU bisa menjadi motor penciptaan lapangan kerja baru dan mengurangi pengangguran yang masih menjadi persoalan di Cilegon.
Kesimpulan
JLU bukan hanya proyek fisik, tapi simbol keadilan pembangunan. Panjangnya 12,5 km, biayanya bisa mencapai Rp500 miliar lebih. Dengan APBD terbatas, Cilegon memang perlu mencari alternatif pembiayaan.
Pinjaman ke PT SMI bisa menjadi solusi berani, tapi hanya jika dijalankan dengan transparansi, studi matang, dan dukungan politik DPRD. Jika tidak, ia berpotensi menjadi beban baru bagi fiskal kota.
Alternatif-alternatif pendanaan lain tetap harus ditempuh sebagai jaminan dukungan jangka panjang dan langkah nyata jangka pendek melalui sebuah kombinasi dari berbagai sumber. Kombinasi beberapa jalur pembiayaan inilah yang paling realistis.
Masyarakat sudah menunggu terlalu lama. Jangan biarkan JLU kembali menjadi janji lima tahunan. Jadikan ia kenyataan, yaitu jalan yang membuka akses wilayah kelurahan, menciptakan lapangan kerja, dan menghadirkan pemerataan pembangunan bagi seluruh warga Cilegon.
