Beranda Pendidikan Perkuliahan Daring Sebagai New Normal

Perkuliahan Daring Sebagai New Normal

Ilustrasi - foto istimewa IDN Times

SERANG – Belakangan ini, disebabkan pandemi Covid-19, istilah new normal kembali muncul dalam konteks yang lebih luas. New normal adalah istilah yang digunakan dalam berbagai keadaan lain untuk menyiratkan bahwa sesuatu yang tidak biasa atau belum pernah dilakukan sebelumnya telah menjadi biasa.

Mulai dari hal yang paling sederhana, seperti pemakaian masker, membersihkan tangan setiap kali setelah menyentuh pegangan pintu atau tombol ATM, menempatkan petugas pengukur suhu tubuh di pintu-pintu masuk pusat perbelanjaan dan kantor-kantor, hingga hal-hal yang kompleks seperti bekerja dari rumah dan seminar online.

Dalam konteks pendidikan, disadari atau tidak New Normal  telah terjadi secara global sejak pandemi Covid-19. Kegiatan belajar mengajar yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka secara langsung, dimana pendidik dan peserta didik hadir secara fisik di ruang kelas dan tempat belajar, kini digantikan dengan kegiatan pembelajaran melalui media elektronik (e-learning) baik secara sinkron maupun secara nir-sinkron. E-learning  nir-sinkron dapt dilakukan secara dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring).

Pada pembelajaran daring, pendidik dan peserta didik pada waktu yang sama berada dalam aplikasi atau platform internet yang sama dan dapat berinteraksi satu sama lain layaknya pembelajaran konvensional yang dilakukan selama ini. Sedangkan pada pembelajaran luring, pendidik melakukan pengunggahan materi melalui web, mengirim lewat surat elektronik (e-mail) ataupun mengunggahnya melalui media sosial untuk kemudian dapat diunduh oleh peserta didik.

Dalam cara luring, peserta didik melakukan pembelajaran secara mandiri tanpa terikat waktu dan tempat. Disisi lain, e-learning secara sinkron hanya dapat terjadi secara daring. Meskipun pada kenyataannya, kegiatan belajar mengajar secara e-learning telah dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi dari sejak lama, namun cara pembelajaran seperti ini adalah kesadaran (awareness) terhadap era Industrial Revolution 4.0, era yang membawa perubahan pada cara manusia dalam bekerja, berinteraksi dan bertransaksi.

Dalam perspektif pendidikan, istilah umum yang digunakan oleh para ahli teori pendidikan sebagai implikasi dari Industrial Revolution 4.0 adalah Education 4.0, untuk menggambarkan berbagai cara untuk mengintegrasikan teknologi di era Industrial Revolution 4.0 baik secara fisik maupun tidak ke dalam pembelajaran. Education 4.0 dapat dilihat sebagai sebuah respons kreatif di mana manusia memanfaatkan teknologi digital, open sources contents dan global classroom dalam penerapan pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning), flexible education system, dan personalized learning, untuk memainkan peran yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat. Di sisi lain, new normal pembelajaran secara e-learning bukanlah jawaban dari sebuah pertanyaan, tetapi adaptasi dari sebuah kondisi yang semua orang “terpaksa” melakukannya.

Pada titik ini, penulis berpendapat, paling tidak ada enam hal penting yang patut menjadi perhatian sebuah perguruan tinggi dalam mempersiapkan e-learning.

1.  Dosen dan mahasiswa harus meningkatkan keterampilan internet dan literasi komputer. Keterampilan internet dan literasi komputer mahasiswa lebih baik daripada dosen, sehingga yang menjadi pertimbangan dari sisi mahasiswa adalah koneksi internet, terutama di daerah-daerah terpencil, terdepan dan tertinggal, dan beberapa mahasiswa mungkin akan terbebani jika menggunakan paket data.

2. Menentukan kembali capaian pembelajaran. RPS tidak perlu diubah secara total, namun cukup dengan menentukan kembali capaian pembelajaran mana yang dapat disampaikan secara e-learning dan mana yang tidak, karena tidak semua capaian pembelajaran dapat terpenuhi dengan pelaksanaan e-learning. Selanjutnya lakukan pemetaan ulang capaian pembelajaran terhadap aktivitas pembelajaran, termasuk penentuan metode asesmen yang sesuai bagi setiap capaian pembelajaran.

3.  Dosen harus menjamin kesiapan (readiness) materi kuliah dengan perspektif “Belajar mandiri” dalam format digital sedemikian rupa sehingga mahasiswa mudah memahami materi kuliah, terutama jika diberikan secara luring.

4.  Tentukan durasi setiap unit pembelajaran.

Durasi pembelajaran erat kaitannya dengan beban belajar mahasiswa (Student Learning Time/SLT) yang ditentukan dengan jumlah satuan kredit yang diambil mahasiswa. Untuk pembelajaran daring, perhatikan waktu yang koheren sesuai dengan tingkat pengaturan diri dan kemampuan metakognitif mahasiswa. Penentuan durasi setiap unit pembelajaran sangatlah penting, terutama dalam memberikan tugas kepada mahasiswa.Tugas yang menyita waktu dapat membuat beban belajar mahasiswa menjadi jauh lebih tinggi dari beban kredit yang diambilnya.

5.  Asesmen dalam bentuk kuis dan tugas mandiri harus siap dan direncanakan sedemikian rupa, sehingga kualitas soal tetap memenuhi taxonomy level yang sesuai dengan jenjang program studi.

Ujian formatif dan sumatif sebaiknya tetap dilakukan secara langsung dan terjadwal sebagaimana cara konvensional yang dipraktekan selama ini.

6.  Kampus harus mempersiapkan infrastruktur dan bandwidth yang cukup jika menggunakan jaringan kampus. Lonjakan pengguna secara tiba -tiba dan pemakaian yang simultan akan menyebabkan server mengalami bottleneck, hang, hingga down.

Selain itu, kampus harus menetapkan aplikasi atau platform yang dipakai guna menghindari mahasiswa mengunduh dan mencoba terlalu banyak aplikasi atau platform. Tentu saja perguruan tinggi tidak semata-mata menumpukan perhatian kepada enam hal yang diuraikan di atas.

Penulis Renaldi, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini