KAB. TANGERANG – Penanganan kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh Polresta Tangerang diduga cacat prosedur. Pasalnya, kasus tersebut langsung naik ke tahap penyidikan tanpa melalui proses penyelidikan dan klarifikasi terlebih dahulu.
Kasus ini dialami Sudiman (44), seorang wali murid asal Pasar Kemis, yang dilaporkan oleh pihak Yayasan Al-Istiqomah, lembaga yang menaungi sekolah tempat kedua anaknya menimba ilmu. Sudiman dilaporkan setelah mengunggah video berisi kritik terhadap kebijakan sekolah ke media sosial.
Kuasa hukum Sudiman, Tiara Ramadhani menjelaskan bahwa menurut keterangan penyidik, penyidikan langsung dilakukan bersamaan saat pelapor membuat laporan polisi.
“Seharusnya dari LP itu lidik, klarifikasi, saksi, baru naik sidik. Dari pernyataan penyidik itu langsung sidik, Beliau (penyidik – red) bilang bahwa lidik dilakukan saat pelaporan. Sebenarnya ini sudah catat prosedural,” ujar Tiara, Jumat (22/8/2025).
Kliennya pun telah memenuhi panggilan pertama dan langsung menjalani proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, berdasarkan hasil BAP, ia mengklaim tidak ditemukan materi yang mengarah pada pelanggaran UU ITE, apalagi unsur pencemaran nama baik terhadap seseorang.
Tiara menegaskan bahwa Sudiman hanya menyampaikan kritik terhadap kebijakan sekolah, terutama terkait kurangnya transparansi soal biaya wisuda dan studi tour yang pernah dilakukan di sekolah anaknya.
“Selama kita tidak menyerah perorangan, itu tidak termasuk pencemaran nama baik, karena kita sedang mengkritik. Kalau anti kritik ya buat apa,” ungkapnya.
“Padahal kritik dan saran itu buat masukan kita untuk memajukan sekolah tersebut, mendidik anak kita dalam menjaga komunikasi antar sekolah dan wali murid. Karena ini lembaga pendidikan yang dipercayai wali murid untuk anaknya mengemban ilmu disana,” tambahnya.
Selain itu, protes kliennya dikuatkan pula oleh surat edaran dari Pemprov Banten melalui Dinas Pendidikan mengenai larangan adanya penyelenggaraan wisuda dan kegiatan studi tour.
Menurut dia, surat edaran tidak hanya mengikat kepada sekolah negeri tetapi juga berlaku bagi sekolah swasta di provinsi Banten dan harusnya ditaati semua pihak. Lagi pula harusnya pihak sekolah kooperatif memberikan penjelasan rincian biaya yang dipungut kepada wali murid.
“Padahal dalam surat edaran Gubernur Banten, kegiatan seperti study tour dan wisuda dilarang. Biayanya juga cukup besar, ada yang mencapai Rp2 juta per anak,” ungkapnya.
Tiara menuturkan, alat bukti yang dijadikan dasar pelaporan pihak yayasan, berupa video pertemuan yang diambil kliennya dengan pihak kepala sekolah. Saat itu pihak sekolah membolehkan Sudiman untuk mengunggahnya di media sosial.
“Pihak sekolah sudah bilang, ya udah viral kan saja, gue gak takut, berarti seolah-olah menantang keributan, memancing orang untuk emosi,” tutur Tiara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sabat Law Firm.
Sementara itu, Sudiman mengaku dicecar kurang lebih 8 pertanyaan oleh penyidik Satreskrim Polresta Tangerang berkaitan unggah video berisi kritik kepada sekolah terhadap rincian pungutan biaya wisuda sebesar Rp 2,3 juta tanpa berniat mencemarkan naik baik seseorang.
“Setahu saya lebih dari 8 pertanyaan kalau gak salah. Saya kan cuma mengkritik, tapi gak tahu apakah kritikan bisa dibawa ke undang-undang ITE,” ujarnya.
Selama proses pemeriksaan, bapak tiga anak yang akrab disapa H. Ceker mengaku mendapatkan perlakuan baik oleh penyidik. Untuk itu, ia berharap keadilan harus di ke depankan dalam kasus ini.
“Saya berharap ada keadilan, biar semua orang tahu kalau saya tidak salah dan berniat hanya melakukan kritikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polresta Tangerang Ipda Purbawa menyatakan akan mengkonfirmasi terlebih dulu ke penyidik terkait penanganan perkara tersebut.
Penulis: Mg-saepulloh
Ediror: Usman Temposo