Beranda Pendidikan Oknum Dosen Pembimbing Untirta, Kerap Batalkan Bimbingan dan Minta Uang Elektronik

Oknum Dosen Pembimbing Untirta, Kerap Batalkan Bimbingan dan Minta Uang Elektronik

Gedung Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

SERANG – Muka Riska-bukan nama sebenarnya tampak berkerut dan menyorotkan tatapan tajam. Mahasiswa semester akhir Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) itu kesal karena untuk kesekian kalinya ia gagal bimbingan skripsi karena dosen pembimbing (Dospem) yang tiba-tiba membatalkan janji.

Sambil menjinjing tas dokumen berisi revisian skripsi ia terlihat menghela nafas berkali-kali. Itu bukan pertama kalinya dospemnya membatalkan janji untuk bimbingan.

Pembatalan janji bimbingan secara sepihak itu bukan yang pertama kali Riska alami. Ia mengaku telah sering diberi harapan palsu untuk bimbingan dan hanya berakhir menghabiskan waktu seharian menggu di kampus yang kemudian dosennya malah membatalkan janji dengan berbagai alasan.

“Yang paling sulit sebenernya ketika usaha bimbingannya ngga dihargain gitu, misal jadwal hari bimbingan udah ada, tapi pas nunggu dari pagi sampe sore ternyata tiba tiba gabisa dan ketika di-chat untuk konfirmasi keluangan waktunya untuk bimbingan ga dijawab,” keluhnya.

Hal lain yang membuat dirinya jengkel yaitu di saat selesai revisi skripsi lalu diharuskan melakukan bimbingan untuk kelanjutan progres menuju sidang akhir, dosennya juga kerap sulit dihubungi dan tidak membalas pesannya. Ia sebetulnya memaklumi jika dospemnya memiliki pekerjaan lain yang mendesak, tapi kepastian akan bimbingan kemudian jadi hambatan yang menyebabkan skripsinya terlunta-lunta.

“Sebenernya mahasiswa juga paham kalo dosennya ada kesibukan juga tapi mungkin setidaknya kalo di chat bales dan kalo dosen menjanjikan waktu bimbingan di lain hari ya ditepatin jangan tiba-tiba gadateng ke kampus padahal udah nungguin,” imbuhnya.

Kesal karena hal serupa sering terjadi, Riska pun mengutarakan keluh kesahnya kepada dosen yang bersangkutan. Namun, bukannya dapat jawaban yang menenangkan, ia malah disuruh untuk mengajukan pergantian dospem jika dirinya merasa skripsinya terhambat karena bimbingan yang selalu tidak pasti.

“kata dia kalo mau bimbingan jangan protes, kalo mau cepet ganti pembimbing aja,” kata Riska.

Jihad bukan nama sebenernya (23), seorang mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untirta juga memiliki pengalaman serupa. Katanya dospemnya kerap tidak membalas pesan yang dikirimnya untuk meminta janji bimbingan selama hampir seminggu. Geram karena tidak kunjung dibalas, ia kemudian mencoba mencari dosen yang bersangkutan langsung ke kampus.

Di sana kebetulan ia melihat dospemnya tengah melakukan bimbingan dengan mahasiswa lain. Jihad kemudian memberanikan diri untuk menanyakan terkait bimbingan skripsinya. Sang dospem kemudian mengatakan untuk menunggu tapi ketika sudah menunggu seharian Jihad tidak bisa tidak kaget. ia mendapati dirinya kembali gagal bimbingan karena dosennya malah mengacuhkan dirinya setelah lama menunggu.

“Kadang bingung juga sebagai mahasiswa akhir. Kadang jengkel juga sebagai mahasiswa ingin diberi layanan maksimal untuk bimbingan malah kita yang perlu menyesuaikan,” ujarnya.

Kejadian berbeda dialami oleh mahasiswa Untirta lainnya yang juga enggan disebutkan namanya. Beruntung baginya, ia mendapatkan dospem yang kerap mendukungnya untuk segera menyelesaikan skripsinya dan juga mudah ditemui saat akan melakukan bimbingan. Dirinya hanya mengeluhkan rumitnya proses administrasi untuk sidang akhir skripsi yang prosesnya memakan waktu berbulan bulan.

Namun keberuntungan ternyata tidak bertahan lama, setelah dapat kepastian kapan dirinya dapat melaksanakan sidang akhir, hal lain yang membuatnya bingung yaitu adanya permintaan dari dosen penguji. Dirinya diminta untuk mengisi saldo E-tol sampai ShopeePay pribadi sang dosen. Karena takut akan dipersulit, ia kemudian dengan terpaksa menuruti kemauan sang dosen. Menurutnya permintaan “aneh” tersebut bukanlah kewajiban mahasiswa dan malah memberatkan.

“Ada juga request makanan yang harus sesuai, makanan kucing, dan bahkan saldo shopeepay. Saya juga pernah mendengar ada yang diminta rokok, dan bahkan uang tunai. Hal tersebut bukan kewajiban dari mahasiswa. Hal-hal tersebut perlu diperbaiki karena bagi beberapa mahasiswa yang kurang mampu itu sangat memberatkan,” katanya.

Menanggapi berbagai permasalahan tersebut Wakil Rektor Bidang Akademik Untirta, Rusmana mengatakan kalau dirinya tidak mengetahui permasalahan-permasalahan mahasiswa itu.

“Informasi/laporan tersebut merupakan informasi penting bagi kami. Itu masuk ke tahap evaluasi dan selanjutnya masuk ke pengendalian,” kata Rusmana saat dihubungi BantenNews.co.id melalui pesan singkat Whatsapp.

Untirta disebutnya sebetulnya sudah memiliki lembaga penjaminan mutu pembelajaran, yaitu LPMPP (Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pembelajaran) yang memiliki SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) dan melaksanakannya melalui Audit Mutu Internal (AMI).

Lembaga itu memiliki standar terkait bimbingan mahasiswa dengan dosen yaitu 16 kali pertemuan, lalu jika tidak sampai angka tersebut maka akan menjadi temuan bagi AMI.

“Akan menjadi temuan tim audit (AMI) dan temuan ini akan masuk ke rekomendasi yg disampaikan kepada pimpinan untuk melakukan pembinaan kepada dosen tersebut sebagai langkah Pengendalian,” jelasnya.

“Jika sudah dilakukan pembinaan kemudian dosen tersebut masih mengulangi, maka akan diberi sanksi,” sambungnya.

Ia kemudian menghimbau mahasiswa Untirta untuk tidak takut melaporkan mengenai kesulitan akademiknya ke pimpinan fakultas atau langsung kepada dirinya.

“Mahasiswa bisa melaporkan. Tidak perlu takut, (dapat melaporkan) secara berjenjang ke pimpinan fakultas atau ke Wakil Rektor Bidang Akademik. Mahasiswa jangan diam saja dan menunggu waktu lama untuk melapor karena takut,” imbaunya. (Dra/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News