Beranda Opini Mudahnya Berpuasa di Era Teknologi

Mudahnya Berpuasa di Era Teknologi

Ilustrasi - foto istimewa prelo.co.id

Oleh : Dimas Dharma Setiawan, ASN di Provinsi Banten

Pada masa sebelum kenabian Muhammad S.A.W berpuasa itu amat memberatkan, orang yang berpuasa tidak boleh makan dan minum dari mulai malam hingga malam lagi, pasangan suami istri dilarang bercampur pada malam hari hingga adanya larangan berbicara selama berpuasa.

Reformasi tuntutan puasa terjadi saat Muhammad S.A.W menjadi nabi, dimana orang yang berpuasa mendapatkan keringanan. Allah SWT menurunkan ayat puasa kepada Nabi S.A.W : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (Qs.Al-Baqarah :185). Tidak ada larangan berbicara saat berpuasa, orang sakit diperbolehkan tidak berpuasa, orang yang sedang melakukan perjalanan jauh diperbolehkan tidak berpuasa, pasangan suami istri boleh bercampur pada malam hari hingga wanita yang sedang mengandung boleh tidak berpuasa. Meskipun demikian bentuk keringan (Rukhsah) yang dimaksud tidak menggugurkan perintah wajib puasa, dimana ada hari pengganti untuk berpuasa atau bagi yang tidak mampu untuk membayar hutang berpuasa mendapatkan keringanan dalam bentuk membayar tebusan (fidyah) sebagai wajib gantinya dan apabila tidak menunaikannya sama sekali akan berdosa.

Nabi S.A.W menganjurkan umatnya untuk bersahur, “Bersahurlah kalian karena dalam sahur ada keberkahan” (HR.Bukhari Muslim). Puasa dengan bersahur membedakan umat Islam dengan umat lainnya yang berpuasa tanpa bersahur. Bersahur dapat dimaknai bersantap dan/atau beribadah pada sepertiga malam terakhir hingga sebelum imsyak. Setelah Nabi S.A.W wafat, para sahabat wafat dan para tabi’in juga wafat, umat Islam konsisten mengamalkan ajaran Nabi SAW dalam berpuasa.

Subtansi pelaksanaan ibadah puasa dari masa ke masa tidak ada perubahan semua mengacu pada tuntutan. Berpuasa setelah imsak dan berbuka saat adzan maghrib. Malam harinya melaksanakan ibadah shalat tarawih, menghidupkan malam untuk beribadah, dipenghujung bulan Ramadhan membayar zakat fitrah dan melaksanakan shalat ied Idul Fitri. Adapun tradisi mengisi kegiatan pada bulan ramadhan dari masa ke masa terjadi perubahan perilaku sosial masyarakat.Mempersingkat tulisan ini ijinkan penulis hanya memaparkan bagaimana cara masyarakat masa kini mengisi bulan Ramadhan yang memanfaatkan alat teknologi.

Kementerian Agama memiliki agenda rutin tahunan melakukan sidang isbat untuk menentukan awal Ramadhan dan untuk menentukan akhir Ramadhan. Proses melihat posisi hilal dilakukan menggunakan seperangkat peralatan seperti Teleskop dan Binokuler (kekeran) yang terintegrasi dengan komputer dan internet. Pada kondisi pandemic covid19 dan social-distancing saat ini proses dengan cara tersebut sangat dihandalkan. Penentuan perhitungan hilal dengan menggunakan methode hisab juga dilakukan untuk penentuan awal Ramadhan dan akhir Ramadhan.

Dalil yang digunakan untuk melakukan Rukyat hilal ialah ”…..karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.”(QS.Al-Baqarah:185). Selanjutnya dalil lain : “Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika hilal itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian (H.R.Bukhari Muslim).

Selanjutnya penggunaan aplikasi pengingat sholat. Perkembangan perangkat telepon pintar tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi saja, melainkan sebagai alat bantu pengingat waktu sholat. Bagi yang sedang melakukan perjalanan darat, perjalanan laut atau perjalanan udara, pada saat ingin mengetahui waktu masuk sholat tentu saja tidak hanya mengandalkan suara adzan yang berkumandang dari masjid/mushola pemukiman warga sekitar, melainkan menggunakan fitur tersebut.

Alat perangkat pengeras suara. Imam yang memimpin sholat tarawih pada masjid besar, ketika ia melantunkan ayat Al-Qur’an tidak perlu berteriak keras agar suaranya dapat didengar oleh para jamaahnya. Dengan menggunakan alat pengeras suara, suara imam menjadi tersebar. Setidaknya kini alat tersebut sudah banyak digunakan pada masjid/mushola untuk keperluan adzan, iqomah dan untuk kegiatan keagamaan lainnya. Ditempat kerja penulis pada saat masuk sholat dzuhur dan sholat ashar dikumandangkan adzan menggunakan alat pengeras suara yang dilakukan oleh para pegawai secara bergantian.

Pekerja/pelaku usaha yang tidak sempat menyiapkan sajian berbuka untuk keluarga dapat membeli makanan menggunakan layanan antar-jemput berbasis terknologi. Eva (39), rekan penulis menuturkan ia adakalanya tidak sempat memasak di rumah karena terkendala waktu bekerja, karenanya ia memesan makanan buka puasa menggunakan layanan dimaksud. Eva merasa terbantukan dengan cara itu, meskipun demikian “akan lebih puas apabila membeli secara langsung karena kita punya kesempatan untuk memilih”, ujarnya.

Alat Alarm. Bangun tidur pada sepertiga malam terakhir bisa dilakukan dengan mudah atau tidak. Bagi yang terbiasa bangun malam untuk melaksanakan sholat tahajud atau Qiyamul La’il tentu sangat mudah juga untuk bangun sahur. Ada yang menyebut agar bisa bangun malam ialah berwudlu sebelum tidur lalu berdo’a. Namun hal tersebut berbeda bagi orang yang belum terbiasa bangun malam untuk bersahur. Kondisi mata yang kantuk ditambah badan yang susah bangun menjadikan kendala. Alat bantu seperti digital alarm atau manual alarm sangat dibutuhkan. Setidaknya alat itu menjadi upaya membangunkan dirinya terbangun dari tidurnya.

Alat penanak nasi. Kokom (51), ibu beranak dua itu bercerita sebelum dirinya rehat tidur terlebih dahulu memasukan makanan pada mesin eletroniknya agar makanan tidak basi. Selain itu untuk menjaga-jaga jika bangun tidur terlambat (baca : mendekati imsak) maka makanan dapat hangatkan dengan cepat. Begitupun dengan Sofa (25), mahasiswi pada sebuah kampus swasta di Kota Serang itu menuturkan bahwa dengan tujuan berhemat ia memasukan kembali sisa makanan berbukanya pada lemari pendingin untuk selanjutnya dapat dihangatkan kembali ketika bersahur nanti.

Pembacaran zakat fitrah secara virtual. Kebijakan social-distancing menjadikan membayar zakat fitrah melalui aplikasi digital sebagai pilihan. Mengetik sejumlah uang, menambahkan kalimat berita pembayaran zakat fitrah lalu mengirimnya pada nomor virtual pengelola zakat yang resmi dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Meskipun demikian membayar zakat fitrah dengan cara langsung pada penerima zakat (mustahik) adalah pilihan bagi setiap orang.

Pada awal-awal sebelum hari puasa Ramadhan banyak pesan berangkai melalui aplikasi perpesanan (Messenger) yang berisi ucapan selamat menjalankan ibadah puasa dengan berbagai tema yang dibagikan dari orang per-orang, group per-group hingga terpampang pada status pribadi. Sangat dimungkinkan hari raya Idul Fitri 1441H nanti banyak orang memilih menggunakan layanan dimaksud untuk saling berkirim ucapan dengan keluarganya/koleganya, mengingat kebijakan larangan mudik dan sosial-distancing sudah/masih diberlakukan.

Pada akhir tulisan ini, penulis hanyalah memotret perilaku masyarakat yang menggunakan alat teknologi selama bulan Ramadhan, adapun sesuai atau tidaknya menggunakan sarana teknologi tersebut dengan kebiasaan pembaca, itu adalah hak penilaian masing-masing orang, demikian selamat berpuasa !! (selesai).

(**)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini