Beranda Opini Menuju Smart City Kota Cilegon

Menuju Smart City Kota Cilegon

Pegiat Literasi, Moch. Nasir SH. (doc.pribadi)

Oleh : Moch. Nasir SH,
Pegiat Literasi

Ini merupakan bagian kedua dari tulisan Membedah RPJMD Kota Cilegon dan Implementasinya yang dimuat di BantenNews.co.id sebelumnya.

Misi kelima dari Pembangunan Kota Cilegon sebagaimana yang termuat dalam RPJMD yakni Mewujudkan masyarakat yang berperadaban. Adapun salah satu programnya yakni Membangun Cilegon sebagai Smart City. Pengertian Smart City atau Kota Pintar atau Kota Cerdas itu merujuk tentang sebuah Kota yang telah berhasil mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam tata kelola sehari-hari dengan tujuan untuk mempertinggi efisiensi, memperbaiki layanan publik dan meningkatkan kesejahteraan.

Jadi prinsip dasar dari Kota Cerdas adalah Kota yang mampu memberikan segala kemudahan kepada masyarakat melalui pemanfaatan TIK sebagai landasan pengelolaan pemerintahan. Jika masyarakat membutuhkan infomasi apapun baik tentang pemerintahan, pembangunan dan anggarannya maupun lingkungan, tinggal klik melalui jejaring informasi berupa aplikasi yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah termasuk juga platform media sosial seperti instagram, facebook, twitter dan lainnya.

Beberapa Kota yang sudah berhasil menjadi Kota Cerdas misalnya Semarang, Makassar, Jogja, Semarang dan Medan termasuk Bandung. Lantas bagaimana dengan Kota Cilegon?. Dalam RPJMD 2021-2026, Smart City menjadi Program Prioritas. Upaya untuk menuju tercapainya Kota Pintar di Kota Cilegon ini patut diacungi jempol lantaran Walikota Cilegon Helldy Agustian dan pejabat elite Kota Cilegon bahkan telah mempelajarinya sampai terbang ke Eropa, tepatnya ke negara Swiss.

Saya meyakini kunjungan Walikota Cilegon yang didampingi istri dan para petinggi Pemkot Cilegon ke Swiss itu memang hanya untuk belajar terkait Kota Pintar, bukan untuk wisata ke gunung salju atau mengunjungi pabrik cokelat. Disamping belajar ke luar negeri, Pemkot Cilegon juga bahkan menjalin kerja sama dengan institusi lain seperti dengan PT CCI, Bank BNI.

Dinas Komunikasi dan Informasi Sandi dan Statistik (DKISS) selaku Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pengelola juga telah mengunjungi ke beberapa Kota. Termasuk ke Kota Samarinda dengan tujuan yang sama, yakni belajar soal Smart City. Sudah barang tentu bukan sedang pelesiran dengan uang rakyat ke Kota yang terkenal dengan sarungnya di Pulau Borneo itu.

Lantas bagaimana penerapannya saat ini di Kota Cilegon?. Masyarakat masih bertanya-tanya tentang hasil dari belajar ke Swiss, apakah sudah diterapkan?. Bagaimana pula tindak lanjut dari adanya kerja sama dengan pihak lain dalam melaksanakan konsep Smart City serta hasil studi DKISS ke Samarinda. Sejauh ini belum kelihatan secara nyata tentang penerapan konsep Smart City di Cilegon. Hasil dari belajar ke Swiss juga dipertanyakan masyarakat penerapannya seperti apa. Demikian halnya dengan kerja sama dengan instansi lain, tindak lanjutnya seperti apa, masyarakat tidak tahu. Yang diketahui hanya sebatas seremonial penandatanganan kerja sama itu melalui berbagai media.

Memang Pemkot sudah punya website yang di dalamnya menampilkan berbagai fitur yang juga terkoneksi dengan beberapa OPD. Tapi silakan dicek, apakah portal dunia maya itu sudah berjalan dengan baik?. Dalam portal itu misalnya terkoneksi dengan Layanan Dinas Tenaga Kerja, namun ketika diakses yang muncul justru bukan data, atau informasi yang dibutuhkan, tapi sebuah barisan kalimat pemberitahuan “This site can’t be reached“, kita klik Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, maka sebuah notifikasi yang keluar adalah tulisan “Not  Found”.

Tahun 2022, seperti yang dimuat pemberitaannya pada media ini, DKISS telah membuat aplikasi masalah ketenagakerjaan, namun hingga pertengahan tahun 2023, aplikasi ini tidak jelas juntrungnya lantaran sama sekali tidak bisa diakses. Masyarakat kemudian bertanya-tanya tentang proyek pengadaan aplikasi ini. Ketidakjelasan proyek pengadaan aplikasi ini, belakangan ternyata telah diendus oleh pihak penegak hukum untuk diselidiki. Setelah adanya pemberitaan tentang proyek pengadaan aplikasi seperti disebutkan di atas, tiba-tiba muncul pernyataan dari Kepala Dinas Tenaga Kerja  yang menyatakan aplikasi tersebut sudah ada dan diketahui baru diserahkan dari DKISS. Aneh memang, proyek pengadaannya melalui APBD Tahun Anggaran 2022, tapi aplikasi itu baru bisa diakses publik dan penyerahannya dilaksanakan tahun 2023 setelah muncul pemberitaan di media.

Lepas dari semua itu, yang jelas upaya untuk mewujudkan Smart City ini ternyata masih jalan di tempat, bahkan mungkin terusik oleh hal-hal yang diduga mengarah pada penyimpangan proyek hingga digarap oleh penegak hukum.

Upaya lain untuk menciptakan Smart City, Pemkot Cilegon telah pula mengaktifkan platform media sosial seperti instagram atau facebook. Namun jika kita cermati, nyaris dalam setiap unggahannya lebih mengedepankan pencitraan dibanding memberikan info yang menyeluruh tentang bagaimana kondisi Cilegon sebenarnya. Dalam konteks sosiologis, platform media sosial Pemkot Cilegon lebih cenderung menampilkan apa yang disebut dengan frontstage. Perlu dipahami bahwa secara teoritis, dalam frontstage, cenderung akan menampilkan sisi baiknya saja.

Hal ini bisa dilihat dari isi atau konten yang ada dalam instagram Pemkot Cilegon. Sebagian besar yang ditayangkan adalah kegiatan-kegiatan Walikota Cilegon dalam acara seremonial untuk membangun sebuah citra yang baik, sementara jarang sekali Wakil Walikota Cilegon Sanuji Pentamarta muncul di postingan pada media sosial milik Pemkot tersebut. Adapun kondisi yang sebenarnya tentang Kota Cilegon atau dalam teori dramaturgi disebut backstage, sama sekali tidak ditampilkan dalam postingan itu. Seperti jalan yang rusak di wilayah Cilegon, kesemrawutan pasar, banjir dan lainnya.

Saya tidak mengatakan bahwa Pemkot Cilegon abai dengan program ini, namun yang dapat dipastikan adalah bahwa Smart City yang didengung-dengungkan nyata belum berjalan sebagaimana mestinya. Bisa jadi sesungguhnya Pemkot Cilegon belum mampu membangun infrastruktur jaringan informasi, aplikasi yang terkoneksi ke OPD termasuk ke Kecamatan hingga Kelurahan lantaran kurangnya SDM yang memadai atau karena ada faktor lain seperti adanya dugaan-dugaan seperti yang sedang digarap aparat penegak hukum sebagaimana telah beredar di media massa.

Lantas kapan smart-nya?. Jangan sampai menunggu habis waktu 3 tahun. Sebab jika 3 tahun tidak terealisasi, khawatir Walikotanya mengundurkan diri seperti yang dilantangkan saat kampanye dulu. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini