Beranda Gaya Hidup Jelang Pileg 2024, Kunjungan ke Sanghyang Sirah Meningkat

Jelang Pileg 2024, Kunjungan ke Sanghyang Sirah Meningkat

Rombongan wisata religi yang akan berkunjung ke Sanghyang Sirah Ujung Kulon Pandeglang. (Foto warga untuk BantenNews.co.id)

PANDEGLANG – Menjelang Pemilahan Legislatif (Pileg) 2024 mendatang, jumlah pengunjung ke Sanghiang Sirah, Ujung Kulon, Kabupaten Pandeglang mulai mengalami peningkatan. Selain warga biasa, banyak juga Caleg atau tim sukses yang sengaja ziarah ke lokasi tersebut.

Pemandu wisata ziarah Sanghiang Sirah, Muhamad Yazid Al Wahyudin mengatakan, sebulan mendekati Pemilu dan Pileg biasanya Caleg atau tim sukses datang berziarah dengan maksud tertentu. Salah satunya ingin bisa lolos menjadi wakil rakyat yang duduk di parlemen.

Pria yang akrab disapa Azid membeberkan, untuk menuju lokasi ziarah biasanya para pengunjung akan naik kapal dari dermaga yang berada di Desa Tamanjaya menuju Pulau Peucang. Perjalanan laut memakan waktu sekitar 2 jam 30 menit dengan kondisi cuaca bersahabat. Di Pulau Peucang, rombongan akan membeli tiket asuransi dan biaya sandar kapal.

Dari situ, rombongan kembali melanjutkan perjalan di ke perairan Bidur tempat menyimpan kapal sekitar 1 jam dari Pulau Peucang. Sesampainya di Bidur, rombongan akan menggunakan sekoci atau kano menuju darat dan kembali melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 2 jam hingga lokasi ziarah.

“Biasanya Timses (yang datang), kadang ada juga calonnya. Paling kalau sudah jadi (legislator) ada aja tapi nggak banyak kalau untuk calonnya, ya biasanya dari sekarang-sekarang sudah mulai (datang). Paling yang tahu itu (calon) hanya porternya saja yang bilangin ke kuncen (juru kunci) tujuannya apa,” kata Azid berbincang dengan Bantennews co.id, Jumat (29/12/3023).

Wisatawan memasuki goa di loaksi Sanghyang Sirah, Kabupaten Pandeglang.

Selama dirinya menjadi pendamping rombongan ziarah ke Sanghyang Sirah ada beberapa tantangan yang harus dilewat selama di perjalanan, salah satu tantangannya yakni cuaca yang tidak dapat diprediksi.

“Nah disitu (Bidur) ribetnya disitu, karena turunnya bukan di dermaga bukan di pasir tapi kami lihat cuaca harus bagus ombaknya, jadi turunnya itu dari skoci kecil ke karang sambil di lempar ombak. Jadi Kano itu diikat pakai tambang dan dipegang dari perahu besar dan dari darat, nanti peserta ziarah turun pakai kano dan dikawal sampai darat,” terangnya.

Azid juga menjelaskan ada beberapa tata cara yang biasa dilakukan selama melakukan ziarah mulai dari pembukaan dengan mengucapkan salam sebelum memasuki pintu masuk goa, menggunakan kain tanpa jahitan hingga mengambil air yang dipercaya merupakan air suci.

Sedangkan untuk waktu ziarah tidak ada waktu tertentu dan para peziarah bebas menentukan waktunya. Namun, kebanyakan peziarah biasa melakukan ziarah pada malam hari dengan alasan agar lebih fokus.

“Pertama ngucapin salam terus tawasulan dulu. Nanti setelah ziarah ambil air terus airnya didiamkan ke tempat keramatnya seperti napak tilas dan pas mau pulang baru diambil. Kalau lagi banyak peziarah biasanya bergiliran karena dalam (goa) tidak luas paling mampu menampung 20-30 orang, cuman pas masuk lorongnya itu yang gelap,” bebernya.

“Saat mengambil air (suci) biasanya menggunakan pakaian putih seperti orang yang lagi sa’i tapi kalau mau pakai sarung juga engga apa-apa. Untuk pakaian biasanya bawa masing-masing. Ada kebiasaan (seperti sedang tawaf) sih kalau di jalur pengambilan air suci tapi itu bukan tawaf, istilahnya ada batu Quran jadi kita setelah mengambil air kita muter sebanyak 3 kali dan menyiramkan air serta sambil mengucapkan niat kita,” sambungnya.

Ia meyakini lokasi ziarah di Sanghyang Sirah bukanlah makam melainkan lokasi yang pernah dikunjungi atau biasa dikenal dengan tapak tilas. Masyarakat setempat meyakini Sanghyang Sirah merupakan tempat petilasaan Prabu Siliwangi dan putranya Raden Kian Santang.

“Itu bukan makam tapi napak tilas yang dipercayanya (pernah berada di lokasi) itu yang pertama Prabu Siliwangi, Prabu Tajimalela dan Raden Kian Santang. Jadi sebelum sampai biasanya mereka mandi dulu di air kencana tempat pemandiannya Nyimas Mayang Sari, kalau pemandian kencana itu mitosnya dulu tempat bersucinya orang-orang pada zaman dahulu,” tutupnya. (Med/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini