Beranda Komunitas Hidup Serba Keterbatasan di Pulau Tunda

Hidup Serba Keterbatasan di Pulau Tunda

KMP Tunda Expres yang sedang bersandar di dermaga Pelabuhan Karangantu pada Minggu (19/6/2022). Foto: Nindia/BantenNews.co.id

KAB. SERANG – Lokasi Pulau Tunda memang terbilang dekat dari ibu kota Provinsi Banten yaitu Kota Serang dan hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 2 jam dari Pelabuhan Karangantu. Akan tetapi, secara administratif pulau kecil ini terletak di Desa Wargasara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang.

Letak Pulau Tunda juga berdekatan dengan Kepulauan Seribu, namun kehidupan masyarakat di kedua pulau itu terlihat berbeda. Hidup dengan serba keterbatasan seperti sudah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat di Pulau Tunda.

Pasalnya tak hanya harus menghadapi pasokan listrik yang menyala di waktu tertentu dan fasilitas kesehatan (faskes) yang kurang memadai, warga juga harus menghadapi persoalan pendidikan serta transportasi laut yang terbatas yaitu hanya ada 3 hari dalam seminggu.

Anak-anak di Pulau Tunda yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi seperti SMA dan universitas, mereka harus keluar Pulau Tunda karena di pulau hanya ada sekolah satu atap yang berjenjang dari PAUD hingga SMP. Namun, dengan tingginya biaya sekolah dan merantau, tak jarang membuat masyarakat Pulau Tunda mengurungkan niatnya. Hal ini membuat mayoritas penduduknya hanya tamat SMP.

Salah satu warga Pulau Tunda, Rosyid Ridho mengaku prihatin dengan kualitas pendidikan yang berada di tempatnya tinggal sebab tenaga pengajar lulusan sarjana yang mengajar di Pulau Tunda pun sangat minim sehingga itu berpengaruh kepada kualitas pendidikan.

“Kalau saya lebih memperhatikan itu (pendidikan), karena terkait anak-anak di sini termasuk anak saya. Dulu ada yang mengabdi di sini udah oke lama, tapi pergi lagi ke darat karena dapat PNS,” kata pria yang disapa Ocid pada Sabtu 918/6/2022) lalu.
Menurut Ocid, padahal anak-anak di Pulau Tunda sangat haus akan ilmu. Hal itu terlihat ketika adanya sejumlah mahasiswa yang melakukan pengabdian. Namun semangat anak-anak itu tidak dibarengi dengan ketersediaan fasilitas pendidikan yang memadai.

“Anak-anak di Pulau Tunda ini sangat semangat untuk belajar, kadang setelah mengikuti kegiatan yang dibuat oleh mahasiswa, terutama anak saya bercerita bagaimana mengasyikkannya belajar,” ucap Ocid.

Warga Pulau Tunda lainnya yakni Syamsiah mengungkapkan dirinya bersama sang suami tetap mementingkan pendidikan meski hidup di daerah dengan serba keterbatasan.

“Anak saya lulusan kuliah komputer belum kerja-kerja sampai sekarang. Biar pekerjaan ayahnya melaut tapi tetap kuliah,” tutur Syamsiah.

Cerita lainnya datang dari persoalan transportasi laut di Pulau Tunda yang hanya ada 3 hari dalam seminggu yaitu Senin, Rabu, dan Sabtu.

Jika warga Pulau Tunda ingin ke Pelabuhan Karangantu atau sebaliknya, bisa menggunakan KMP Tunda Expres dengan jadwal keberangkatan dari Pulau Tunda pukul 07.00 WIB dan dari Pelabuhan Karangantu ke Pulau Tunda yakni pukul 13.00 WIB.

Jannah mengatakan saat ini pun kebanyakan warga membeli sayur-sayuran dan kebutuhan pokok lainnya di daratan dengan menggunakan KMP Tunda Expres meski harus merogoh kocek lebih banyak.

“Sekarang udah modern, masih dulu-dulunya nyari ke hutan. Sekarang mah sayur dari darat dari Kota Serang, harganya beda misal di sana Rp3000, di sini Rp5000 kan ongkos ferry-nya terus becaknya,” kata Jannah.

Kendati demikian, keberadaan Tunda Expres sangat membantu masyarakat setempat untuk melakukan berbagai aktivitas termasuk membeli bahan-bahan makanan dan rumah tangga.

Dengan segala keterbatasan yang ada rupanya menumbuhkan rasa gotong royong yang kuat di antara warga Pulau Tunda. Tidak ada yang memandang ras, suku maupun agama. Jannah mengungkapkan jika ada yang mengalami keadaan gawat darurat dan diharuskan dibawa ke darat, warga saling membantu untuk menemani bahkan meminjamkan motor nelayannya.

Hasyim selaku Kepala Desa Wargasara tidak membantah terkait warganya harus merantau ke daerah lain untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan hanya adanya sekolah satu atap. Ia pun merasa prihatin dengan keadaan Pulau Tunda yang hingga saat ini masih dengan banyak keterbatasan.

“Saya terus berupaya agar Pulau Tunda mendapatkan jenjang pendidikan yang layak. Pemerintah melirik untuk Pulau Tunda bagaimana caranya untuk masuk listrik karena yang sangat luar biasa itu adalah listrik itu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” tutup Hasyim. (Nin/Red)

Tulisan ini hasil kerja sama BantenNews.co.id dengan Kelompok Jurnalis Warga.

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini