Beranda Peristiwa Gesekan Antar Pesantren dan Warga di Tangsel, Pemicunya Pembuangan Limbah

Gesekan Antar Pesantren dan Warga di Tangsel, Pemicunya Pembuangan Limbah

Lokasi saluran air yang ditutup warga (Foto: Ihya Ulumuddin)

TANGSEL – Pembuangan limbah asrama putri dari Pondok Pesantren (Ponpes) Assa’adah yang terletak di perumahan Puri Serpong, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan (Tangsel) menjadi pemicu terjadinya gesekan antara pihak Ponpes dengan warga sekitar yang ada di blok D.

Puncaknya, terjadi pada Kamis (5/11/2020) malam, pukul 20.30, dimana ada salah satu warga mengalami bocor di bagian kepala lantaran ada yang melempar batu dari atas asrama Ponpes. Hal itu diduga dilakukan oleh oknum santri.

Ada dua versi penuturan yang berbeda dari kedua belah pihak tersebut. Menurut Lurah Pondok, Farhan Septyansah (20), hal itu bukan dilakukan oleh santri. Pasalnya, setelah mendengar kejadian, Farhan langsung mengumpulkan santri dan menyumpah. Namun tak ada satu pun yang mengaku.

Kecuali, kata dia, ada ejekan bernada kesal yang keluar dari mulut santri semisal kata (maaf-red) “tai” dan “anjing” yang dilontarkan kepada sekumpulan warga yang berkumpul tersebut.

Untuk diketahui, para warga tersebut berkumpul lantaran sebelumnya para santri yang berjumlah sekira 20 orang ingin membongkar saluran got yang ditutup oleh warga.

Penutupan itu dikarenakan, menurut warga, air limbah yang dibuang dari asrama putri itu selalu tumpah sampai keluar dari got dan menggenang di halaman rumah warga, sehingga menimbulkan bau tak sedap.

Saat ditanya, Farhan menjelaskan bahwa, penutupan saluran air itu untuk yang kedua kalinya. Sebelumnya terjadi 1 tahun yang lalu dan langsung dibongkar oleh santri. Karena jika tidak, air akan menggenang di dalam kamar mandi putri. Tak hanya itu, air limbah itu juga akan membahayakan santri dengan terpeleset atau yang lainnya.

“Yang kemarin itu untuk ke dua kalinya. Karena atas perintah abah (Pimpinan Ponpes), saya bersama Humas, Keamanan, dan anak abah satu suruh membuka saluran itu, sama 20 santri lagi ikut,” ujar Farhan di Ponpes.

Sementara kronologi keributan itu, papar Farhan, pada saat hendak membuka, datanglah pihak security yang sebelumnya disuruh oleh warga. Lalu tak lama kemudian datang sejumlah warga dan menanyakan “kok dibuka. Kalian tidak berhak membuang limbah ke sini”.

“Maka saya jawab, ini adalah masalah hukukul jiwar (hak-hak bertetangga). Tanah ini adalah tanah developer yang sudah disediakan fasum dan fasosnya. Kami buang di situ ya memang pembuangannya di situ. Maka di situlah saya sampaikan saya punya hak,” terang Farhan.

Setelah itu, ada satu hal yang membuat emosi salah satu santri memuncak pada saat membuka saluran itu, yaitu ada perkataan salah satu warga, yang sedang berkumpul tersebut, menyinggung soal kiyai atau pengasuh Ponpesnya dengan nada “dasar gurunya aja budek”.

“Ada warga yg nyeletuk dasar gurunya aja budeg. Akhirnya salah satu santri itu ga suka dan nyeletuk anjing. Lalu dipojokin sama bapak itu. Setelah itu warga setempat pada ke situ, ada beberapa warga yg bawa sajam berupa golok dan ada yg membunyikan senapan. Akhirnya santri pulang,” paparnya.

Untuk kejadian pelemparan batu itu, pihak pesantren tidak meyakini bahwa itu adalah peristiwa benar dan nyata seperti yang sudah tersebar di media sosial Instagram. Pasalnya, pihak pesantren belum menerima laporan siapa korbannya dan apakah benar gambar (kepala bocor) itu tidak dibuat-buat.

“Nah usai itu, kita Jam 11 itu musyawarah bersama warga di Masjid. Hasilnya pak RT menyatakan bahwa lempar batu sudah selesai. Selanjutnya kita membuat kesepakatan soal saluran air ini,” tuturnya.

Sementara itu, berdasarkan penuturan versi warga, sesepuh setempat inisial MB (58) mengatakan, dirinya bersama warga lain sangat mendukung ada pesantren di lingkungannya itu. Karena, kata dia, itu adalah lembaga pendidikan.

Namun yang disayangkannya adalah pembuangan limbah yang semberono dan tidak izin terlebih dahulu kepada warga pada saat pertama kali akan membuang ke got tersebut, dan sampai sekarang.

Akhirnya, mau tidak mau, warga pun menutup aliran limbah itu karena sudah mengganggu kenyamanan warga.

“Kita pernah dulu mengadakan musyawarah dengan pesantren untuk membenahi got ini supaya tidak meluber lagi limbah ini. Namun kita ada perjanjian di atas materai. Tapi pihak pesantren tidak mau tanda tangan. Yah, jadi beginilah,” ungkap MB di lokasi saluran air.

Sementara untuk kejadian pelemparan batu itu, kata MB, memang benar. korbannya pun yang enggan disebut namanya datang pada saat awak media wawancara.

“Ya kalo masalah itu mah (pelemparan batu) itu udah lah masuk ranah hukum yah. Yang penting kan ini loh masalah saluran air ini supaya kita selesai itu ta harus ada musyawarah, agar kita itu hidup saling damai berdampingan, antara warga san santri gitu. Kita pun senang ada pesantren ini. Pada saat peletakan batu pertamanya pun kita juga ikut bantu-bantu ko. Jadi memang kita butuh rembuk menyelesaikan masalah ini,” tandasnya

(Ihy/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini