SERANG – Kejahatan perbankan makin marak terjadi khususnya menimpa bank plat merah alias bentukan pemerintah. Mulai dari bank dalam naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun bank dalam naungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Keempat bank tersebut antara lain Bank BJB, Bank BJB Syariah, BRI dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten alias Bank Banten. Modus yang digunakan para tersangka yakni dengan menjalankan kredit fiktif usaha dengan pengusaha alias kreditur.
Kredit Fiktif di Bank BJB
Duit Rp8,7 miliar di bank BJB Cabang Kota Tangerang dibobol oleh orang dalam dalam kasus kredit fiktif dengan modus surat perintah kerja (SPK) fiktif. Kasus ini melibatkan Kepala Cabang atau Kacab BJB Tangerang, Kunto Aji Cahyo Basuki.
Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Serang Kunto Aji divonis 5 tahun dan 6 bulan penjara. Sementara Direktur PT Djaya Abadi Soraya bernama Dheerandra Alteza Widjaya yang divonis 6,5 tahun penjara. Dheerandra juga dibebankan uang pengganti sebesar Rp 4,2 miliar.
Tidak berhenti di situ, seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat bernama Unep Hidayat juga terseret dalam kasus ini. Unep didakwa mengeluarkan dan menandatangani dokumen kontrak/SPK fiktif yang tidak pernah dianggarkan dalam APBD Kabupaten Sumedang tahun anggaran 2015. Kasus ini juga melilit pengusaha Djuaningsih dari pihak swasta.
Kepala Cabang BJB Tangerang, Kunto Aji Cahyo Basuki yang juga merangkap Komisaris PT Djaya Abadi Soraya merancang pembobolan duit nasabah dengan membuat SPK fiktif untuk modal usaha yang tidak pernah ada. Akibat perbuatan mafia perbankan ini negera dirugikan Rp8.145.000.000.
BJB Syariah Dibobol Orang Dalam
Kasus yang sama juga terjadi di bank plat merah milik pemerintah Provinsi Jawa Barat. Kali ini tiga mantan pejabat Bank Jabar Banten (BJB) Syariah didakwa korupsi pemberian kredit pembiayaan pembelian kapal senilai Rp11 miliar dan diduga merugikan keuangan negara Rp10,9 miliar.
Ketiga terdakwa yakni mantan Direktur Pembiayaan BJB Syariah Toto Susanto, mantan Direktur Dana dan Jasa BJB Syariah Yocie Gusman, dan mantan Direktur Opersional BJB Syariah Hamara Adam. Selain itu, dari pihak swasta yakni Direktur Utama PT Holmes Shipping Hendra Hermawan juga didakwa secara bersama-sama membobol duit BJB Syariah.
Di persidangan terungkap tahun 2016, Direktur PT Holmes Shipping mengajukan kredit dengan jaminan kapal kepada BJB Syariah Cabang Pembantu Tangerang. Pengajuan tersebut disetujui oleh ketiga terdakwa selaku komite pembiayaan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat itu. Padahal terdapat persyaratan yang tidak dipenuhi oleh PT Holmes Shipping seperti legalitas perusahan, nilai agunan, status agunan, maupun keabsahan dokumen kontrak dengan pihak ketiga.
Baru belakangan terungkap, bahwa saat kredit ini berjalan, kapal tersebut tersangkut kasus perompakan kapal berbendera Singapura di Selat Malaka. Jaksa Kejati Banten Dipria menyebutkan Desember 2015, kapal Kharisma-9 eks Barcelona tertangkap melakukan tindak pidana perompakan terhadap kapal MV Joaqim berbendera Singapura di Selat Malaka sehingga status kapal disita sebagai barang bukti.
Lalu, pimpinan Bank bjb Serang menawarkan kapal itu kepada terdakwa Hendra melalui telepon. Ia juga diberi tahu bahwa kapal disita di Lantamal Banten karena kasus perompakan. Lantas Hendra kemudian menerbitkan surat permohonan pembiayaan kredit senilai Rp8 miliar dan perbaikan kapal senilai Rp2,9 miliar.
“Dokumen yang jadi dasar pengakuan pembiayaan oleh Hendra berupa fotocopy dokumen kontrak PT Holmes dan Pertamina, seharusnya bjb Syariah melakukan validasi ataupun verifikasi keabsahan dokumen itu,“ katanya.
Lagi, Bank Banten di Pusaran Korupsi
Bank plat merah yang juga dibobol oleh mantan petingginya yakni Bank Banten. Belum lama ini, Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menahan dua tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi terkait penyimpangan dalam pemberian fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) oleh Bank Banten kepada PT HNM senilai Rp65 miliar.
Dua tersangka tersebut yakni mantan Plt Pemimpin Kantor Wilayah Bank Banten DKI Jakarta Satyavadin Djojosubroto (SDJ) yang juga menjabat Kepala Divisi (Kadiv) Kredit Komersial Bank Banten dan Rasyid Samsudin (RS) sebagai Direktur Utama PT HNM.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Leonard Eben Ezer Simanjunntak mengatakan berdasarkan penyidikan, kasus keduanya terjadi pada 25 Mei 2017 ketika RS mengajukan permohonan kredit kepada Bank Banten melalui SDJ sebesar Rp39 miliar dengan rincian KMK sebesar Rp 15 miliar dan KI senilai Rp24 miliar. SDJ sendiri diketahui pada tahun 2017 juga menjabat sebagai Plt Pemimpin Kantor Wilayah Bank Banten DKI Jakarta.
“Ini rencananya untuk mendukung pembiayaan pekerjaan PT HNM dengan PT Waskita Karya,” ujar Leonard saat konferensi pers di Kantor Kejati Banten kepada awak media beberapa waktu lalu.
Pekerjaan itu, kata Leonard, yakni persiapan tanah Jalan Tol Pematang Panggang Kayu Agung di Palembang Sumatera Selatan. Agunan yang digunakan berupa aset bermasalah senilai Rp50 miliar yang sesuai dengan nilai kontrak PT Waskita Karya dan fixed asset berupa 3 Sertifikat Hak Milik (SHM).
Hingga berita ini diturunkan, kasus ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Serang.
BRI Pandeglang Tersandra Kredit Fiktif
BRI Pandeglang juga masuk dalam daftar bank yang bermasalah lantaran kasus dugaan kredit fiktif. Saat ini Kejaksaan Negeri Pandeglang sudah menetapkan satu tersangka berinisial ZA yang kini berstatus DPO.
Kasi Pidsus Kejari Pandeglang, Kunto Trihatmodjo mengatakan, tim penyidik yang dipimpin langsung oleh dirinya masih berusaha mengumpulkan alat bukti untuk mendukung kasus kredit fiktif yang terjadi di Bank BRI Pandeglang.
Kejari sudah memeriksa lebih dari 30 orang termasuk para petinggi BRI Pandeglang dalam kasus kredit fiktif ini. “Saksi yang sudah dimintai keterangan kurang lebih ada 30 orang, selain dari pihak BRI ada juga dari pihak luar,” kata Kunto usai menggeledah kantor BRI Cabang Pandeglang beberapa waktu lalu.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang juga tidak tinggal diam. Wakil Ketua DPRD Pandeglang, Asep Rafiudin mengatakan akan segera melakukan koordinasi dengan komisi II untuk menjadwalkan pemanggilan petinggi Bank BRI.
Kerugian negara dalam kasus kredit fiktif di BRI Pandeglang ini disinyalir merugikan negara sebesar Rp1,4 Miliar. (Med/You/Red)