Beranda Opini Birokrasi, Korupsi dan Kekuasaan

Birokrasi, Korupsi dan Kekuasaan

Ilustrasi - foto istimewa PortalTiga.com

Oleh : Daniel Reonaldo Siboro, Mahasiswa Prodi Sekretari Unpam

Birokrasi, korupsi, dan kekuasaan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam pemerintahan. Birokrasi adalah aktor penting dalam tata kelola pemerintahan. Birokrasi adalah lembaga yang memiliki kuasa besar dalam struktur pemerintahan modern. Dengan kekuasaan yang besar itu sangat mudah untuk disalahgunakan.

Salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan birokrasi melalui korupsi politik. Korupsi politik dalam konteks ini adalah menggunakan pengaruh dan jabatannya untuk memperkaya diri. Lebih lengkapnya, korupsi adalah menawarkan, memberikan, menerima atau meminta langsung atau tidak langsung, segala sesuatu yang bernilai untuk mempengaruhi tindakan pihak lain secara tidak patut.

Pemahaman ini sangat komprehensif dalam memahami perilaku korupsi. Dengan bertitik pada definisi tersebut, maka perilaku birokrasi dalam melakukan tugas dan fungsi sebagai pelayanan publik dan mengabdikan dirinya sebagai abdi  negara bisa dengan mudah dipantau oleh masyarakat. Pemantauan masyarakat diperlukan dalam rangka memastikan apakah birokrasi dalam menjalankan pelayanan publik bersifat responsif, profesional, dan akuntabel.

Bila birokrasi dalam memberikan layanan kepada masyarakat tidak di dukung dengan sikap profesional, maka sangat mungkin timbul pemerasan, suap, dan meminta uang pelicin kepada masyarakat. Ini bisa terjadi karena birokrasi menguasai sumber informasi, menguasai prosedur dan keahlian teknis. Penguasaan informasi, dan keahlian teknis sangat berpeluang untuk disalahgunakan demi kepentingan diri dan kelompoknya.

 

Birokrasi dan Kekuasaan

Secara teoritik birokrasi dan kekuasaan satu paket dalam struktur pemerintahan modern. Sejumlah karya memperlihatkan bahwa birokrasi dan kekuasaan saling terkait. Dengan kata lain, birokrasi itu beroperasi dalam lingkup kekuasaan yang melekat pada dirinya. Karya Mohtar Mas’oed menunjukkan bahwa birokrasi tidak pernah beroperasi dalam ‘ruang hampa politik’. Itu artinya birokrasi selalu berada dalam pusaran politik. Birokrasi adalah aktor politik itu sendiri. Penjelasan ini dibenarkan Mas’oed dengan mengatakan: di negara dunia kita akan mendapati birokrasi tidak hanya mendominasi kegiatan administrasi pemerintahan, tetapi juga kehidupan politik masyarakat secara keseluruhan.

Pengaruh yang dimiliki oleh para birokrat secara individu akan sangat tergantung pada kualitas yang dibutuhkan oleh sang penguasa. Calonial administrations or naminal ruling personn or groups, mengatakan : dalam hubungan ini dijelaskan bahwa birokrasi dapat memerintah, baik secara langsung sebagai administrator kolonial atau secara tidak langsung atas nama seorang atau sekelompok penguasa.

 

Birokrasi dan korupsi

Birokrasi yang berada dalam pusaran kekuasaan memiliki perluang untuk menyalahgunaan kekuasaannya. Birokrasi yang memiliki kuasa besar sudah barang tentu memiliki peluang untuk korupsi. Korupsi bisa dilakukan aparat birokrasi karena pertama, korupsi terkait dengan kebutuhan atau tuntutan dari pemberi atau penyedia layanan. Sudah barang tentu tuntutan ini diperkuat dengan ancaman kerugian kepada pengguna jasa, seperti keterlambatan penyelesaian urusan, sanksi biaya atau dipersulit berbagai prosedur.

Kedua, imbalan yang didapatkan dari hasil korupsi atau suap biasanya tidak akan dikembalikan kepada lembaga pemerintah atau pihak pemberi suap. Ketiga, ketika subsidi pemerintah dapat dimanfaatkan untuk proyek-proyek publik, baik yang ditetapkan dengan penunjukan langsung maupun yang ditetapkan secara terbuka melalui tender.

Keempat, apabila bagian atau devisi tertentu dari birokrasi pemerintah memiliki kekuasaan untuk mengalokasikan bahan-bahan mentah tanpa adanya pengawasan eksternal dari luar birokrasi. Kelima, jika pemerintah membiarkan penggunaan pengaruh politik dan kedudukan seorang dalam proses penetapan pelaku bisnis swasta yang diperbolehkan memasuki industri publik tertentu, seperti pertambangan, televisi, dan jasa angkutan umum. Keenam, kebijakan pemerintah yang membiarkan kontrak-kontrak besar berisi persyaratan-persyaratan yang mudah dibelokkan dan menguntungkan para kontraktor swasta.

Enam poin tersebut merupakan celah yang biasa dilakukan oleh para birokrat dalam melakukan korupsi dalam pemerintahan. Memanfaatkan celah kebijakan, meminta imbalan kepada masyarakat, memperjual-belikan pengaruh hanyalah bagian kecil mekanisme yang dilakukan birokrat dalam melakukan korupsi. Dan boleh dikatakan perilaku korupsi semakin menyebar dalam semua lingkup pemerintahan maupun lembaga swasta. Itu artinya perilaku korupsi sudah sangat sempurna di negeri ini.

 

Kegagalan reformasi Birokrasi

Dalamnya keterlibatan birokrasi dalam pusaran korupsi merupakan petanda kegagalan proyek reformasi politik dan pemerintahan. Salah satu point dari gerakan reformasi adalah pemberantasan korupsi dalam lingkup birokrasi. Dalam catatan perjalanan reformasi, kita harus mengakui bahwa birokrasi belum banyak berubah. Meskipun kita sudah memiliki UU No. 30 tahun 2002 tentang pemberantasan korupsi, Instruksi Presiden RI No 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, maupun penciptaan pemerintahan yang bersih bebas KKN sebagaimana diatur dalam UU No.28 tahun 1999. Namun, UU di atas belum mampu mengurangi jumlah secara kuantitatif aparat birokrasi dari kubangan korupsi.

Hal ini menunjukkan bahwa kegagalan reformasi dalam tubuh birokrasi. Terdapat sejumlah persoalan yang mengiringi perjalanan gerakan reformasi dalam tubuh birokrasi. Pertama, persoalan pengembangan kelembgaan birokrasi yang tidak hanya berimplikasi terhadap standard operating procedures (SOP), tetapi juga kesesuaian kelembagaan dengan persoalan di luar kelembagaan birokrasi, terutama tuntutan perbaikan pelayanan, transparasi, dan rasional.

Kedua, persoalan sumber daya manusia yang merupakan basis transformasi birokrasi sesuai performance appraisal standard. Walaupun berbagai upaya sudah dilakukan, namun selalu muncul pertanyaan yang berkaitan dengan: kontribusi apa yang telah diberikan dengan berbagai prakarsa dan kegiatan tersebut terhadap praktik good governance

Ketiga, birokrasi selalu membuat policy keuangan daerah yang lebih besar mengarah pada pengeluaran untuk pemerintah lebih besar daripada untuk kepentingan pembangunan maupun pelayanan publik kepada masyarakat. Keempat, meskipun secara retorika para birokrasi itu selalu mengumandangkan reformasi, demokrasi, dan perlunya good governance pada kenyataannya tidak ada program yang kuat dan jelas yang mengarah pada permbedayaan masyarakat lokal.

Empat poin tersebut merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam kerangka membangun birokrasi bersih dari KKN, bisa melayani masyarakat sebagaimana mestinya, menjaga kuasa yang besar dalam dirinya agar tidak mudah diselewengkan serta perlunya kontrol dari politisi maupun masyarakat atas kinerja dan perilaku birokrasi. Birokrasi pemerintahan merupakan elemen penting dalam membangun sebuah bangsa yang besar.

 

Membangun birokrasi yang bersih

Dengan melihat keterlibatan birokrasi dalam pusaran korupsi sudah barang tentu kita merasa kesal, marah, benci, bahkan menghina lembaga tersebut. Kemarahan kita bisa terbaca dalam kalimat Hahm Chaibong yang mengatakan: hal itulah yang membuat lembaga-lembaga birokrasi dipandang rendah, dibenci, dan ditolak oleh masyarakat. Penilaian ini perlu dibaca dalam konteks kemarahan atas kinerja dan perilaku birokrasi dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Meskipun demikian, sikap optimis kita untuk membangun birokrasi yang bersih dan bermartabat masih perlu diteruskan. Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan adalah pertama, secara keseluruhan memberantas penyalahgunaan wewenang dalam bentuk KKN menjadi prioritas utama dalam tubuh birokrasi. Kedua, meningkatkan kualitas kerja birokrasi negara. Ketiga, program pelaksanaan pemerintahan yang baik dan berwibawa perlu dikawal secara terus menerus dalam lingkungan birokrasi. Keempat, melakukan restrukturisasi birokrasi, baik akibat policy negara maupun untuk kepentingan efisinsi birokrasi daerah itu sendiri19.

Kelima, menyempurnakan tata laksana baik yang bersifat internal maupun antar lembaga yang ada. Keenam, membentuk sistem pendayagnaan sumberdaya manusia yang efektif untuk mendukung pembaharuan tata pemerintahan yang baik. Ketujuh, mewujudkan sumberdaya aparatur yang kompoten, profesional dan sejahteraan. Kedelapan, membuat sistem pengawasan yang efektif, transparan, dan akuntabel. Terakir, mengembangkan budaya organisasi yang ramah dengan budaya perusahaan.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini