Beranda » Resensi Unsur Romantisme Pada Novel Kerudung Merah Kirmizi Karya Remy Sylado

Resensi Unsur Romantisme Pada Novel Kerudung Merah Kirmizi Karya Remy Sylado

Judul : Kerudung Merah Kirmizi

Pengarang : Remy Sylado

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia, 2002

Halaman : 616 Halaman

SINOPSIS

Novel Kerudung Merah Kirmizi (KMK) ini mewakili romansa dua orang yang berlatar belakang penindasan diktator di zaman Orde Baru.

Novel ini bercerita tentang Myrna Andriono, seorang janda pilot dan penyanyi hotel berbintang dengan dikaruniai seorang putri dan putra, tokoh utama dari Kerudung Merah Kirmizi. Myrna memulai perjalanan romantis dengan Luc Sondak, seorang duda keren dan bijak dari Pulau Dewata.

Sebuah romansa berkembang di antara keduanya dan menampilkan hits pra-Beatles yang populer seperti “Star Dust” karya Hoagy Carmichael atau “Autumn Leaves” karya Joseph Kosma.

Kerudung Merah Kirmizi ini memiliki variasi skenario yang menjanjikan untuk bertemu pada titik yang sama. Tokoh pendukungnya antara lain seorang aktivis mahasiswa bernama Emha, putri Luc yaitu Laksmi, Winata yang merupakan polisi sekaligus sahabat Myrna, dan bos jahat bernama Oom Sam dan anak buahnya.

Hanya kata ‘kebetulan’ yang bisa menggabungkannya. Hal inilah yang membuat Kerudung Merah Kirmizi menjadi cerminan cerita urban Cinderella. Pengembangan karakter hitam putih hadir dengan koneksi plot yang berkisar dari yang disengaja hingga yang tidak disengaja.

Kisah Kerudung Merah Kirmizi mengandung unsur heroik yang kuat. Tokoh utama digambarkan dengan kecerdasan dan kebijaksanaan, sedangkan penjahat adalah orang yang selalu dikutuk setelah melakukan sesuatu. Karakter Laksmi, Winata, Emha, Myrna dan Luc dijamin bahagia, sedangkan Oom Sam dan anak buahnya adalah penjahat yang selalu dijanjikan akan dibenci.

Struktur Romantisme Dalam Novel Kerudung Merah Kirmizi

  1. Tema

Novel dengan tema Perjuangan wanita memperjuangkan cinta sejati, di tengah badai tantangan hidup menjadi tema utama novel Kerudung Merah Kirmizi. Dalam novel ini, ia menunjukkan kekuatan cinta yang dapat meruntuhkan rintangan apa pun yang dihadapi tokoh utama, dan cinta adalah kekuatan terbesar untuk mengatasi semua rintangan di jalan kehidupan. yaitu Myrna, untuk mencapai akhir yang bahagia dengan pria yang ingin dinikahinya. Hal ini tergambar dalam kutipan dari novel di bawah ini.

“Tempo hari aku meneyanyi karena aku merasa itu pekerjaan yang sesuai dengan bakat, ditambah dengan kepergian Mas Andriano, aku ibarat layang-layang putus yang terbawa angin ke samudra, hingga membutuhkan semacam pegengan. Kini meskipun aku mempunyai suami yang kudamba. Aku akan berfikir dua kali apakah layak atu tidak aku menyanyi lagi. Semua ini bergantung pada sumiku. Aku masih Myrna yang dulu,yang atas suka sendiri dibungkus oleh leluri-leluri lama tentang kedudukan seorang nyonya yang wajar secara alami: berserah tapi tidak menyerah dan patuh tapi tidak takluk”.(KMK, 2000: 608)

  1. Latar

Berikut ini adalah setting lokasi yang terdapat dalam novel Kerudung Merah Kirmizi.

1) Latar Tempat

Secara umum dalam novel ini tempat yang dijadikan latar cerita ini adalah kota Jakarta dan Bali di Indonesia, cerita ini dimulai dengan latar kota Jakarta dan juga berakhir dengan di kota Jakarta. Namun secara lebih rinci, dimungkinkan untuk menjelaskan latar yang digunakan penulis:

– Rumah Makan Sunda

“Luc menggeser duduk silanya di atas tikar lesehan agak menyandar di tiang bambu. Di bawahnya terdengar ikan-ikan emas berebutan makanan. Dari tadi tembang Cianjur mengiring pelan dan sayup. Di rumah makan ini orang dapat merasakan suasana tatar sunda dan melupakan sejenak hiruk-pikuk Jakarta. Myrna diam. Dia menerawang. Apakah dia sedang masuk dalam godaan yang setia atau dusta yang berpengharapan?”(KMK, 2000:104)

– Kamar

“Kalu bisa pakailah kerudung itu saban minggu,” pinta ibunya. Ini Cuma buat mengingat-ingat saja, bahwa merah kirmizi (merah kotor) adalah warna fiil manusia untuk harus hidup suci. Ayahnya yang ikut masuk ke dalam kamar, menyambung ujaran itu dengan gairah dan harapan. “merah kirmizi itu berubah menjadi seputih salju, itulah makrifat yang menentukan martabat” (KMK, 2000:195)

– Tanah Kusir

“Hari belum Minggu tapi Myrna sudah memakai kerudung merah kirmizi itu. Dia memakai kerudung itu di Tanah Kusir. Di sana dia duduk seorang diri di tembok pusara, menerawang, sambil tak sadar menaburkan bunga di atasnya. Diam. Tidak berkata apa-apa”.(KMK, 2000:198)

2) Latar Suasana

Latar suasana dalam Novel Kerudung Merah Kirmizi digambarkan dalam kutipan novel di bawah ini:

“Aku seperti gila waktu itu, meraung-raung di depan liang lahat, ingin dikuburkan hidup-hidup bersama suamiku. Setelah itu, berbulan bulan lamanya aku dicekam putus asa, bimbang, gamang, lantas bernudup dan meratap. Aku merasa bagai seekor anak menjangan yang terbingung oleh takdir di belantara serba harimau, singa, ular, setan”. (KMK, 2000:3)

Latar di atas menunjukkan kesedihan mendalam Myrna atas kematian suaminya. Kematian suaminya membuatnya sangat sedih karena orang yang dicintainya sudah tidak ada lagi. Sejak kematian suaminya, dia merasa seperti rusa yang ditinggalkan oleh ibunya, dia kehilangan kemampuan untuk hidup. Setiap mengingat kejadian ini, air mata hanya bisa mengalir di pipi.

“Myrna menangis lagi. Mau tak mau dia semakin tercampak ke belakang, ke masa silam yang memilukan. Ingatan itu bagai adegan gambar hidup yang melangket di selaput jala mata. Sumpah dengan sebuah nama, dia tidak akan lupa adegan itu. Bukan hanya satu adegan, melainkan serangkaian adegan”.(KMK, 2000:19)

Suasana sedih masih terukir di wajah Myrna saat mengingat peristiwa, yang selalu meneteskan air mata saat mengingat peristiwa yang lalu.

“apa boleh buat deh. Setiap peristiwa yang baru adalah pengalaman yang pertama. Sekonyong airmata mengucur di pipi Myrna. Kartika dengan Satria melihat dengan iba. Tapi mereka pura-pura tidak tahu”.(KMK, 2000:43)

Sejak ditinggalkan suaminya, Myrna benci mendengar nama itu. menjanda dirinya karena menurutnya banyak orang percaya bahwa janda adalah wanita yang menangkap suami orang lain atau janda membawa hal-hal negatif.

Myrna terguncang.” Saya paling benci mendengar istilah itu. Dan Myrna menangis. Airmatanya meleleh di kedua pipi. Dia terisak pula.(KMK, 2000:68)

“Berseri wajah Luc. Kecerian bertunas di hatinya. Pasti ada perkembangan yang tidak diduganya tiba-tiba melenakkan perasaannya. Berarti bukan kerena lagu itu. Tapi pelaku yang melantunkan lagu itu”.(KMK, 2000:60)

Suasana di atas bersaksi betapa bahagianya hati Luc saat itu, ia baru sadar bahwa ia kagum pada penyanyi di ruang tamu yang tak lain adalah Myrna.

“Luc menyambut tangan itu, menatap mata Myrna, dan ada semacam aliran mirip listrik disitu, menyebabkan jabatan tangan itu tergenggam cukup lama”. (KMK, 2000:63)

  1. Tokoh dan Penokohan

1). Myrna Monika, lebih dikenal sebagai Myrna Andriano, adalah tokoh utama dalam novel ini. Keterlibatan Myrna dengan karakter dan peristiwa cerita lebih intens daripada karakter lain. Karakter Myrna memiliki sifat sabar. Kesabaran Myrna diuji dengan baik, salah satunya dalam percakapan Myrna dengan Bu Purwo saat mengumpulkan uang sewa bulanan dari rumahnya.

Kutipan:

“He, bangun ogek! Dasar perempuan malam, jalang, kalong, tikus, bulbul,” katanya keras-keras. “Jangan pura-pura tidur. Saya sudah kasih waktu tiga hari. Sekarang waktumu sudah habis. Angkat kakimu. Kamu harus keluar dari rumah ini. “Saya sudah bangun kok, Bu”. Dan Myrna keluar dari kamar menemui Bu Purwo yang berdiri di luar dengan angkuhnya. “Selamat pagi, Bu”.(KMK, 2000:38)

2). Prof. Luc Sondak adalah seorang profesor dan dosen di bidang ekonomi. Luc Sondak tinggal di Bali. Ia memiliki seorang putri bernama Laksmi. Luc Sondak adalah seorang duda dan jatuh cinta pada Myrna. Luc Sondak adalah seorang yang romantis. Seperti pada kutipan di bawah ini.

Kutipan:

“Yang ada dalam diri saya adalah cinta seorang musafir yang merindukan: lebih dari sebuah dermaga yang berlabuh, tapi tempat perhentian yang lebih dari pelabuhan. Keputusan untuk mencari tempat perhentian, janganlah terlalu lama. Kalau terlalu lama, bisa jadi cinta sebagai keputusan emosional akan berubah menjadi pertimbangan rasional. Saya ini orang yang paling tidak percaya bahwa rasio merupakan satu-satunya potensi rohani yang final. Saya lebih percaya pada hati. To create a vision harmony, it would be reality,’cause it’s only what’s inside of my heart, Billy Ocean : The Colour of Love.”(KMK, 2000:118)

Pesan yang dapat diambil dari novel KMK ini antara lain:

  1. Mengambil tema cinta biasa, penulis ingin memberikan kepada pembaca sebuah cerita yang sederhana, “biasa” dan sesuai dengan kodratnya.
  2. Penulis menyindir tentang sistem kehidupan saat ini, banyak orang yang mengharapkan perubahan perilaku, karakter dan kebiasaan buruk, sementara tanpa sadar kita semua terjebak untuk melestarikan dan melakukannya juga.
  3. Terkadang kita lebih suka menyesali sesuatu daripada menyadari lebih cepat bahwa itu akan baik atau buruk bagi kita di masa depan.
  4. Kirmizi adalah merah kotor, tetapi dapat disaksikan keajaiban melalui orang lain yang mencintaimu, orang yang cintanya yang besar dapat membuatnya murni seperti salju.

Homsah – 201010700131

Mahasiswa Aktif, Universitas Pamulang

Sastra Indonesia

Bagikan Artikel Ini