Beranda » PPDB dan Masalah Klasiknya

PPDB dan Masalah Klasiknya

Dalam membuat artikel ini berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Penulis selama bertugas dalam bidang pembinaan dan pengawasan kurang lebih 16 tahun. Penulis kali ini mencoba mengupas praktik PPDB yang selama bertahun-tahun masalahnya klasik dan berulang. Untuk dapat memperoleh kesimpulan masalah dan rekomendasi yang tepat dan manfaat untuk perubahan, maka Penulis mencoba memantikan jari jemari dikeyboard dan mouse dikomputer yang sudah lama (10 th) menjadi pendamping penulis selama menjadi ASN.

Penulis sudah menyadari akan berpotensi timbul pro dan kontra terhadap artikel ini, namun tetap harus diambil manfaatnya bahwa “kita masih sadar dan tidak tidur terlalu lama untuk membangun citra bidang pendidikan yang lebih baik…”. Paling tidak kita wajib TETAP BERIKHTIAR dan TAWADHU dengan selalu ikhlas dan percaya “BERBISIK PADA BUMI LANGITPUN MENDENGAR”.

Langsung pada pertanyaannya :

Sudahkah perangkat system aplikasi online berjalan dengan baik dan tidak bermasalah? Apakah sudah ada ruang akses untuk layanan pengaduan online publik  yang bisa langsung ditangani/ditindaklanjuti?  Sudahkah memiliki SOP dalam melaksanakan PPDB dari 4 jalur (zonasi, afirmasi, kepindanhan orangtua, jalur prestasi) dan Mitigasi Risiko dengan Tindak Pengendalian Yang Efektif yang dibuat oleh Dindik maupun masing-masing sekolah? Sudah diterapkan penegakan aturan yang tepat?

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN (RISK REGISTER) KLASIK:

Penulis mencoba merangkum dari hasil mitigasi risiko yang pernah penulis buat dan hasil rangkuman dari berbagai sumber, antara lain permasalahan :

  1. Kurang lebih sudah tiga kali Pendaftaran (tahun) Peserta Didik Baru (PPDB) di beberapa SLTA di Provinsi Banten bermasalah;
  2. Masalah utama adalah sulitnya siswa PPDB mengakses link yang disediakan. (contoh kasus yang terjadi di SMKN 1 Kota Cilegon dan SMAN 2 Kota Serang pada proses PPDB tahun 2022 yang digelar sejak Rabu sampai dengan Kamis, 15-16 Juni);
  3. Dengan terus berulangnya kasus PPDB, mengindikasikan institusi yang menanganinya tidak serius pembangunan dunia pendidikan dan mengindikasikan pula selalu menganggap enteng dan sepele masalah PPDB;
  4. Masalah PPDB sudah bukan lagi masalah kesalahan teknis. Ada faktor non teknis ketidakmampuan SDM, atau mungkin ada sesuatu yang dimanipulasi seperti sistem perangkat lunaknya, server atau yang lainnya, mengingat teknologi sudah makin memungkinkan;
  5. Selalu tidak ada yang bisa menangani persoalan PPDB ini dan siapa yang harus paling bertanggung jawab;
  6. Ditemukan beberapa dari pihak tertentu yang menyatakan, bagi siswa yang kesulitan saat masuk link PPDB, agar datang langsung ke sekolah, padahal ini membuka celah suap/gratifikasi (bisa unsur kesengajaan mengkondisikan ini, bisa juga tidak);
  7. Tidak pernah ada untuk niat melakukan perbaikan system secara komprehesif, namun selalu parsial.
  8. Beberapa kasus ada siswa atau peserta PPDB harus datang ke sekolah dengan alasan keterbatasan akses internet, padahal seharusnya ini sudah diantisipasi (mitigasi risko) jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan PPDB online; (belum sepenuhnya menyusun dan menerapkan Mitigasi Risiko dalam PPDB);
  9. Adanya kejadian keterbatasan jaringan internet, seharusnya pada tahapan manual dikawal/diawasi lebih ketat karena potensi fraud tinggi;
  10. Penerapan untuk komposisinya, jalur zonasi 50 persen, afirmasi 15 persen, kepindahan orang tua 5 persen, dan sisanya jalur prestasi (30 persen, cenderung tidak transparan dan peluang disalahgunakan;
  11. Evaluasi terhadap kinerja bidang pendidikan belum sepenuhnya dilakukan secara komprehensif dan akuntabel oleh pemerintah provinsi Banten khusus terhadap penerapan PPDB zonasi (yang cenderung ada penyimpangan).
  12. Pemerintah Provinsi Banten belum siap dalam menerapkan sistem zonasi sekolah pada penerimaan peserta didik baru. Yang mana dari jumlah mendaftar di sekolah dengan penerimaan jumlah yang ada tidak sesuai ketersediaan gedung sekolah serta kuota.
  13. Jumlah peserta didik baru tak sebanding dengan jumlah ruang belajar. Rata-rata satu kecamatan hanya satu sekolah negeri (SMA Negeri), sedangkan jumlah siswa yang mendaftar membludak;
  14. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan serta tingginya animo masyarakat yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri, maka dapat dipastikan akan membuka peluang para oknum untuk dengan memanfaatkan kesempatan dalam kondisi ini;
  15. Indikasi kuat dan masalah klasik system zonasi adanya praktik jual- beli kursi, dan harganya pun cukup fantastis bisa mencapai Rp10-15 juta per kursi (bisa melebihi) untuk tingkat SMA Negeri (namun tidak pernah dapat dibuktikan), dan hal ini tidak pernah disikapi serius oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah), padahal masalah ini menjadi efek psikologis bagi mental anak (sesuatu yang diketahui melanggar secara aturan dan norma agama), yang kelak berdampak bagi pertumbuhan mental dan perilaku anak saat bekerja (baik menjadi ASN dan Swasta);
  16. Temuan Ombudsman Banten menengarai ada permainan curang dalam penerimaan siswa baru pada Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023 untuk untuk jalur zonasi di Provinsi Banten;
  17. Bukan hal baru jika persoalan permainan uang di beberapa sekolah favorit ibarat melestarikan ‘hantu’ PPDB yang mencederai KREDIBILITAS DAN AKUNTABILITAS Pendidikan di Provinsi Banten dari tahun ke tahun, dan tidak pernah dapat diselesaikan secara aturan dan sanksi yang tepat (masih ada kompromi);
  18. Minimnya sosialisasi tindakan praktik penyimpangan dalam PPDB kepada masyarakat, sekolah, Aparat Kelurahan, Aparat Kecamatan untuk tidak melakukan praktik yang merugikan semua pihak (larangan agama dalam pendidikan) dan upaya pencegahan secara bersama dan bekerja bersama mengantisipasinya. Mengingat masalah PPDB masalahnya ada di kita semua.
  19. Jika sudah tidak mampu menangani persoalan jarang ditemukan atau bahkan tidak ada ditemukan pejabat yang berwenang dan pejabat dijajarannya mundur (melempar handuk putih), karena merasa sudah di “Comfort Zone” dengan dukungan lemahnya penegakan aturan hukum.
  20. Comfort Zone “PPDB” sudah terbentuk mengakar dan berurat, dimana kondisi PPDB saat ini bersamaan dengan situasi ketika sesorang (pejabat dan masyarakat) sudah nyaman dengan suatu keadaan. Segala sesuatunya telah tercapai dan kondisi dianggap stabil (aturan hukum sulit ditegakkan). Kenyamanan inilah yang umumnya membuat orang enggan meninggalkan zona nyaman “PPDB” ini.
  21. Evaluasi secara berjenjang dan komperehensif tidak dilakukan oleh pemegang kebijakan tertinggi di Pemprov Banten untuk mengevaluasi kenerja para pemegang tanggungjawab dari mulai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Sekolah, serta koordinasi dengan pihak Bupati/Walikota terkait sosialisasi PPDB kepada Camat dan Lurah untuk kaitannya dengan dokumen persyaratan PPDB.

 

TEORI SIMBIOSIS MUTUALISME ATAU SIMBIOSIS KOMENSALISME :

Pada dasarnya, setiap hubungan antara dua populasi spesies (kelompok organisme) yang hidup bersama adalah simbiosis, terlepas dari apakah spesies itu bermanfaat, berbahaya, atau tidak berpengaruh pada satu sama lain.

Teori Simbiosis Mutualisme

Simbiosis Mutualisme adalah kertergantungan antara dua mahkluk hidup yang saling menguntungkan. Artinya, dalam hubungan kedua organisme ini tidak ada pihak yang dirugikan.

Pada umumnya, makhluk hidup yang melakukan simbiosis mutualisme akan mengalami kerugian jika tidak melakukan simbiosis. Oleh karena itu kehadiran makhluk hidup lain menjadi begitu penting baginya.

Contoh simbiosis mutualisme :

Dapat dilihat pada hubungan antara kupu-kupu dan lebah dengan bunga. Dimana bukan saja kupu-kupu atau lebah saja yang diuntungkan dengan mendapat sari makanan dari bunga, bunga juga terbantu dalam penyerbukan berkat adanya kupu-kupu dan lebah.

 

Teori Simbiosis Komensalisme :

Simbiosis Komensalisme merupakan ketergantungan antara dua mahkluk hidup, dalam hal ini mahkluk hidup yang satu mendapat keuntungan sementara mahkuk hidup lainnya tidak dirugikan (bahkan bisa memperoleh keuntungan).

Dapat dilihat pada hubungan antara Anggrek dan mangga, dimana anggrek tumbuh dan berkembang dengan menempel pada pohon mangga. Fungsinya adalah agar anggrek mendapatkan sinar matahari, air serta zat-zat untuk melakukan proses fotosintesis. Dengan menempel pada pohon mangga, manfaatnya agar anggrek mendapatkan cahaya matahari, air dan zat anorganik dari kulit batang. Bagaimana dengan pohon mangga? Ya, sementara pohon mangga tidak dirugikan ataupun diuntungkan dari keberadaan tumbuhan anggrek ini… Lantas siapa yang dirugikan? Pemilik pohon mangga (manusia)? Secara teori bisa saja dengan hidupnya pohon anggek di pohon mangga menguntungkan manusia sebagai pemilik pohon karena bisa memproduksi anggrek dan bisa dijual mendapatkan keuntungan materi. Tapi bagaimana dengan pohon mangga? Apakah produktivitasnya terganggu atau merugikan pohon mangga sehingga pemilik mangga merasa tidak dapat memanen mangga yang seperti sebelum ada anggrek?

Dari kedua teori ilmu biologi di atas, jika dianalogikan dalam permasalahan PPDB di Provinsi Banten selama 3 (tiga) tahun terakhir (s.d. 2022 ini). Mana yang lebih mendekati kepada persoalan yang terjadi dengan kaitan pihak-pihak yang bertanggungjawab (melayani) dan yang dilayani (publik).

Jika ditinjau dari permasalahan dari tahun ketahun terhadap praktik PPDB di Provinsi Banten, Penulis mencoba mengilustrasikan permasalahan PPDB dengan kedua teori tersebut.

Kalimat Kunci dari permasalahan PPDB yaitu : Praktik Kolusi, Gratifikasi, dan Suap secara teori pastinya akan berpotensi terjadi di sekolah-sekolah Favorit dan cenderung mayoritas diisi orang-orang kaya (berpenghasilan besar) dan dari kalangan orantuanya pejabat. Benarkah teori ini? Mari kita bahas daripada menimbulkan fitnah, karena fitnah lebih kejam dari sanksi hukumnya sendiri?

Teori Simbiosis Mutualisme dalam permasalahn PPDB

Permasalahan PPDB jika dianalisa dengan teori Simbiosis Mutualisme “sangat mendekati” dengan contoh dari teori ini ibarat antara kupu-kupu-lebah-bunga. Karena teori penyimpangan di PPDB ibarat memang menjadi masalah klasik dan sepertinya sulit diatasi karena ada “bunga juga terbantu dalam penyerbukan berkat adanya kupu-kupu dan lebah”. Nah…silahkan anda terka siapa lebah, siapa kupu-kupu, dan siapa bunga. Nah, untuk peran Camat/Lurah/RW/RT yang mungkin perlu lebih ditekankan pada sosialisasi/ internalisasi terkait proses PPDB da aturan-aturannya yang harus ditegakkan, karena membutuhkan dukungan perangkat tersebut. Bisa menjadi mendukung untuk “zona nyaman” bisa juga untuk membantu proses perubahan dalam bidang pendidikan yang lebih baik diprovinsi Banten pada umumnya, tergantung bagaimana Pemegang Pimpinan tertinggi Banten dan Pimpinan Kabupaten/Kota membentuk dan membinanya.

Nah..bagaimana cara memutus mata rantai simbiosis mutualisme yang terjadi pada PPDB ini ?

Alterlatif solusi :

Pertama, memutus mata rantai simbiosis mutualisme, dengan mengubah bunga menjadi pohon kelapa. Semula fungsi dan manfaat bunga hanya menjadi “gula” bagi lebah dan kupu-kupu yang menguntungkan bagi lebah dan kupu-kupu dan bunga hanya terbantukan (pasif), maka ketika diubah menjadi pohon kelapa maka justru laksana pohon kelapa yang memiliki manfaat yang utuh. Bagaimana dengan lebah dan kupu-kupu, ketika bunga berubah menjadi pohon kelapa, maka agar mudah memetik kelapa diperlukan hewan beruk dan monyet yang sudah terlatih, sebagai pengganti hewan lebah dan kupu-kupu yang secara alamiah tentunya tidak terkait dengan pohon kelapa.

Filosofinya bahwa untuk memutus rantai simbiosis mutualisme PPDB agar terjadi perubahan yang lebih baik, maka masyarakat kita perlu dilakukan sosialisasi secara berkelanjutan (sebagai pendidikan masyarakat) untuk mengubah mindsite bahwa yang semula masyarakat cenderung sebagai obyek maka menjadi masyarakat yang dididik menjadi “lebih bermanfaat dan lebih cerdas” sehingga bak pohon kelapa, masyarakat dididik untuk lebih memberikan manfaat bagi capacity building sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan, perubahan multilevel, dimana masyarakat sebagai pelaku capacity building adalah pondasi dasar dalam proses meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan (skills), sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) dari membangun SDM di Provinsi Banten.

Namun, untuk memutus mata rantai tentunya harus didukung pula dengan perubahan dan pergantian personil pelayan publiknya, yaitu melakukan rotasi dan pergantian Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Kesiswaan dalam setahun sekali (mencegah kemungkinan melakukan penyimpangan hal yang sama) atau dua tahun sekali, serta harus berani melakukan pergantian Kepala Dinas sebagai dukungan upaya perubahan yang lebih pasti. Mengingat untuk penegakan aturan tentunya sangat membutuhkan Pimpinan yang lebih berintegritas dan jauh dari kepentingan, oleh karena itu pergantian/rotasi Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah serta pergantian Kepala Dinas sebagai bentuk komitmen untuk melakukan perubahan yang lebih baik dalam proses PPDB.

Dengan demikian, Comfort Zone yang sudah terbentuk selama ini antara Kepala Dinas, Kepala Sekolah dan Wakilnya dan masyarakat yang menjadi pelaku obyek (menjadi aktif) dalam PPDB serta keterlibatan institusi daerah secara otomatis berubah menjadi “uncomfortable zone” yang diharapkan menjadi gerakan awal untuk perubahan dengan komitmen terhadap penegakan aturan-aturan yang berlaku.

Kedua, memutus mata rantai Simbiosis Komensalisme merupakan MEMUTUS ketergantungan antara dua mahkluk hidup, dalam hal ini mahkluk hidup yang satu mendapat keuntungan sementara mahkuk hidup lainnya tidak dirugikan (bahkan bisa memperoleh keuntungan). Sangat mutlak jika kasus PPDB yang selalu berulang dalam kurun waktu 3 tahun berturut-turut disebabkan lemahnya kepemimpinan Kepala Dinas dalam melakukan pengendalian, dan cenderung kurang bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan SPIP tercermin pada Kepemimpinan yang Tidak Kondusif.

Sedangkan Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah sebagai titik kelemahan dalam Sumber Daya Manusia yang berperan dalam menegakkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasI yang salah satunya menyelenggarakan PPDB yang akuntabel, pun harus dilakukan rotasi dan pergantian dengan menempatkan SDM-SDM yang berintegritas dan tidak ada konflik kepentingan.

Dengan demikian, dengan dilakukan perubahan secara mendasar ini akan menjadi titik awal untuk segera meninggalkan “Comfort Zone” dan mulai membangun kembali citra pendidikan yang lebih baik, disertai dengan komitmen penegakan aturan secara konsisten dan berkelanjutan.

Adapun untuk membangun citra pendidikan di Provinsi Banten bisa dengan contoh-contoh kalimat yang dipublikasikan dimedia sosial, elektronik, depan sekolah, depan gerbang kompleks perumahan, sudut-sudut jalan yang strategis bisa dilihat semua orang, depan pusat perbelanjaan, area perkantoran, dan lokasi lain yang strategis dan efektif untuk membangun citra sebagai berikut :

Adapaun upaya preventif dapat dilakukan antara lain :

  • Penerapan dan penegakkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil secara kongkrit tanpa melihat kepentingan apapun dengan pertimbangan hasil investigasi yang tepat. Melakukan Sosialisasi PP Nomor 94 Tahun 2021 dan Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022 secara konsisten dan berkelanjutan kepada Kepala Dinas, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Kesiswaan secara berkelanjutan yang ditemukan tidak patuh pada aturan
  • Melakukan sosialisasi Capacity Building bidang pendidikan masyarakat kepada unsur aparat kecamatan, aparat kelurahan, RT dan RW, serta warga masyarakat dalam rangka proses meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan (skills), sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) masyarakat sebagai dukungan membangun SDM di Provinsi Banten secara kongkrit dan komprehensif.
  • Membuat materi dalam bentuk Sosialisasi Menggunakan Media Sosial Berbasis Digital yang lebih efektif dan efisien, selain dengan metode tata muka.
  • Melakukan evaluasi atas efektivitas penerapan PP Nomor 94 Tahun 2021 dan Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022 dan evaluasi atas seluruh aktivitas sosialisasi yang sudah berjalan.
  • Menyusun Peta Profil Risiko Pelaksanaan PPDB dan Rencana Tindak Pengendalian dan mensosialisasikannya pada sekolah-sekolah.
“Kita tidak menulis untuk dipahami; tetapi untuk memahami”. – C. Day Lewis
“Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak”. – Ali bin Abi Thalib

Demikian, semoga bermanfaat….maafkanlah jika ada yang kurang/tidak tepat, silahkan dikoreksi untuk kebaikan bersama. Sekali lagi mohon maaf jika teori simbiosis ini digunakan karena untuk membantu memudahkan penulis melakukan analisa, karena pendekatan masalah PPDB tidak dipungkiri sangat sulit, ya.. sesulit saat penulis mencoba membuat tulisan yang sangat “khusus” ini. Salam sehat untuk semua, semoga Allah SWT selalu melindungi kita semua…amin (Slahar16072022).

Bagikan Artikel Ini