Pandeglang 2025 – Di tengah tantangan ekonomi dan isu ketahanan pangan nasional, Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) hadir sebagai harapan baru untuk kemandirian basis. Khususnya di Kampung Tapen, Kabupaten Pandeglang, Banten, BUMDES telah mengambil inisiatif strategis melalui program Ketahanan Pangan (Ketapang). Program ini tidak hanya berfokus pada budidaya komoditas pokok seperti padi dan jagung, tetapi juga menyentuh sektor perikanan air tawar melalui budidaya Ikan Nila dan Lele. Namun, keberadaan program unggulan ini tidak akan berdaya tanpa motor penggerak yang efisien
Kampung Tapen, seperti banyak desa di Pandeglang, menghadapi tantangan struktural berupa keterbatasan lapangan kerja formal dan fluktuasi harga komoditas pertanian yang rentan. Data menunjukkan bahwa sebagian besar warga desa masih menggantungkan hidup pada sektor pertanian subsisten. Inilah yang mendasari urgensi program Ketapang (Why). Program ini dirancang tidak sekadar mencari keuntungan, melainkan untuk mengatasi kerentanan ekonomi masyarakat. Dengan menciptakan rantai produksi pangan dari hulu ke hilir—mulai dari penyediaan input, produksi, hingga pemasaran BUMDES secara efektif memutus mata rantai ketergantungan pada pihak luar, sekaligus menjamin ketersediaan pangan bergizi bagi warga. Program Ketapang adalah jawaban lokal terhadap tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu mengakhiri kemiskinan dan mencapai ketahanan pangan.
Pengelola yang ideal harus memiliki tiga kompetensi kunci: keahlian teknis dalam agribisnis, literasi keuangan (pencatatan dan pelaporan), dan keterampilan komunikasi untuk memobilisasi partisipasi warga. Struktur pengelolaan harus jelas, terdiri dari dewan pengawas dari unsur masyarakat dan pelaksana operasional harian. Peran mereka meluas dari penyusunan rencana bisnis (modal awal, penentuan target 2025), negosiasi dengan pemasok, hingga manajemen pemasaran. Aspek krusial yang harus dijamin oleh pengelola adalah akuntabilitas. Dengan adanya pelaporan keuangan yang transparan dan dapat diakses oleh masyarakat (melalui Musyawarah Desa), kepercayaan publik akan tumbuh, yang pada gilirannya mendorong partisipasi modal dan tenaga kerja warga.
Realisasi program Ketapang di sektor pertanian melibatkan penerapan sistem tanam kolektif yang dikelola secara terpusat oleh BUMDES. Pengelola bertanggung jawab penuh atas penyediaan benih unggul, pupuk bersubsidi, dan, yang terpenting, penyuluhan teknologi pertanian yang adaptif. Untuk padi, fokus diletakkan pada peningkatan intensitas tanam dan efisiensi irigasi. Sementara itu, komoditas jagung berfungsi sebagai komoditas penyela dan juga sebagai pakan mandiri untuk sektor perikanan. Keunggulan BUMDES dalam mengelola sektor ini adalah kemampuannya dalam melakukan Contract Farming dengan para petani desa, di mana BUMDES menjamin pembelian hasil panen (offtaker) dengan harga yang telah disepakati sebelumnya (fair price). Mekanisme ini memberikan kepastian pendapatan bagi petani dan meminimalkan risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar yang tidak menentu.
Selain pertanian, BUMDES Tapen mengintensifkan budidaya Ikan Nila dan Lele sebagai sumber pendapatan cepat dan protein tinggi. Metode budidaya yang diimplementasikan harus inovatif dan efisien, seperti sistem bioflok atau kolam terpal, yang memungkinkan pemanfaatan lahan terbatas dengan hasil optimal. Pengelola BUMDES berperan dalam manajemen siklus budidaya: dari pengadaan benih yang sehat, pengelolaan kualitas air, pencegahan hama, hingga penentuan waktu panen yang tepat. Keunikan dari integrasi ini adalah pemanfaatan hasil panen jagung BUMDES sebagai bahan baku pakan ikan, sehingga memotong biaya operasional yang selama ini menjadi kendala utama peternak ikan. Pemasaran ikan ini juga dikoordinasikan BUMDES, menjangkau pasar-pasar lokal di Pandeglang, bahkan membuka potensi kemitraan dengan restoran atau pengepul di luar kabupaten.
Meskipun prospek tahun 2025 cerah, tantangan yang dihadapi BUMDES Ketapang memerlukan perhatian serius. Risiko pasar (fluktuasi harga, persaingan) dan risiko produksi (gagal panen atau penyakit ikan) harus diantisipasi. Kami merekomendasikan dua strategi utama untuk penguatan: Pertama, Pemerintah Kabupaten Pandeglang harus memfasilitasi integrasi BUMDES ke dalam ekosistem digital. Pelatihan literasi digital dan pemasaran online mutlak diperlukan agar produk Tapen dapat menembus pasar yang lebih luas. Kedua, BUMDES harus proaktif dalam diversifikasi nilai tambah produk. Alih-alih menjual jagung mentah atau ikan segar, BUMDES disarankan untuk memprosesnya menjadi produk olahan seperti tepung jagung, keripik sayur, atau abon lele yang memiliki margin keuntungan jauh lebih tinggi dan mengurangi kerentanan terhadap penurunan harga bahan baku.
Sebagai penutup, BUMDES Kampung Tapen adalah contoh nyata bagaimana otonomi desa dapat diterjemahkan menjadi kesejahteraan riil. Keberhasilan target 2025, yang ditopang oleh fondasi Ketapang, akan menjadi bukti nyata pengaruh pengelola yang visioner dan kompeten. Mereka adalah jembatan antara potensi alam Tapen dengan kebutuhan ekonomi warganya. Harapannya, Model BUMDES Ketapang di Pandeglang ini tidak hanya berhasil secara lokal, tetapi juga menjadi cetak biru bagi pengembangan BUMDES di desa-desa lain di seluruh Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten, menunjukkan jalan menuju kemandirian ekonomi regional yang tumbuh dari akar rumput.
Penulis
Fitri Meliyana ( Mahasiswa)
Angga Rosidin S.I.P., M.A.P. ( Dosen Pembimbing )
Zakaria Habib Al- Ra’zie S.I.P., M.Sos. ( Kepala Program Studi Administrasi Negara Universitas Pamulang Serang )
Kemahasiswaan : Jaka Maulana, S.A.P., M.A.P
Program Studi Administrasi Negara – Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik – Universitas Pamulang Kota Serang