Beranda » Guru Butuh Apresiasi bukan Kompetisi

Guru Butuh Apresiasi bukan Kompetisi

Elis Fitriani, Mahasiswa Pascasarjana UNINDRA

Oleh: Elis Fitriani, Mahasiswa Pascasarjana UNINDRA

Pendidikan merupakan tombak perubahan suatu bangsa untuk menjadi lebih baik, kegemilangan suatu masa akan terbit saat masyarakat meninggalkan keterbelakangan dalam berfikir, menggali potensi, dan berwawasan luas. Berpikir dengan terarah hanya bisa didapatkan dengan belajar yang dibimbing oleh guru yang berkompeten.
Guru menjadi pemeran utama dalam mencerdaskan bangsa, guru memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat dalam mengemban amanah yang mulia bernama pendidikan, apalagi di era modern saat ini, siswa mudah mendapatkan informasi yang positif maupun negatif, dengan keterbatasan guru yang hanya bisa memantau ketika berada di area sekolah guru harus mampu membuat siswanya memiliki karakter yang baik sehingga dimanapun keberadaannya tidak terpengaruh dengan hal negatif.

Meski sulit namun tidak ada dalam kamus seorang guru untuk mundur dalam mendidik, tugas berat akan diemban sepenuh jiwa dan raganya, keberadaan guru tidak akan tergantikan oleh perkembangan zaman yang kian hari semakin canggih.
Sudah maklum di masyarakat bahwa menjadi guru (Honorer) berarti mengambil resiko untuk mendapatkan honor yang minim bahkan jauh dari besaran Upah Minumum Regional (UMR), diberi upah alakadarnya dengan tanggung jawab melebihi kadarnya. terkadang hanya bermodal keikhlasan yang membuatnya bertahan menjadi guru.

Guru hanyalah manusia biasa yang memiliki kebutuhan sama seperti masyarakat pada umumnya, tentu saja ia merindukan kesejahteraan dangan kehidupan yang layak. Maka wajar saat dibukanya kesempatan untuk menjadi PNS dan PPPK para guru honorer berbondong-bondong untuk menjadi guru PNS atau PPPK.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nunuk Suryani menyampaikan bahwa pelamar Guru PPPK mencapai 900 ribu.

Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) merupakan Warga Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat untuk melaksanakan tugas dengan perjanjian kerja dalam waktu tertentu. Jika pendaftaran PNS dibatasi usia maka PPPK memberikan peluang untuk mereka yang usianya lebih dari 35 tahun, artinya peluang untuk mereka yang telah mengabdi puluhan tahun menjadi guru memiliki kesempatan untuk mendaftar sebagai guru PPPK yang digaji sesuai golongan. Selain bersaing dengan para honorer muda yang cenderung lebih siap mengikuti seleksi merekapun bersaing dengan kondisi kesehatan yang memprihatinkan, ada yang sampai digendong hanya untuk bisa mengikuti seleksi.

Pengangkatan guru Honorer melalui jalur seleksipun menuai kontra, guru yang seharusnya diapresiasi justru diberikan kompetisi, wakil sekretariat Jenderal DPP Partai demokrat Irwan Fecho misalnya, beliau mengkritik bahwa seharusnya pengangkatan guru honorer dilakukan berdasarkan masa pengabdian, guru yang mengabdikan diri selama puluhan tahun sangat layak diapresiasi dengan pengangkatan tanpa seleksi.

Pengabdian yang begitu besar terhadap negara tidaklah mudah dilakukan, apalagi mereka yang berada di peloksok negeri yang sulit terjangkau oleh pemerintah, mereka bagaikan setitik cahaya yang nenerangi kehidupan, mendedikasikan diri demi masa depan bangsa agar lebih baik meskipun dengan serba kekurangan. Berbeda halnya pada masa pemerintahan Islam yang menempatkan pendidikan sebagai hak dasar yang harus didapatkan oleh warganya, dengan fasilitas yang memadai tidak memandang status sosoal, memenuhi rasio antara guru dan siswa, serta memuliakan guru pada tempat terhormat, besaran gaji yang tidak sedikit sehingga mampu melahirkan generasi yang berkualitas.

Tentu bukan hal yang tidak mungkin, jika saat ini guru mendapatkan apresiasi yang membanggakan yaitu ketika kebijakan yang diberlakukan berpihak kepada kemaslahatan ummat yang berkiblat kepada aturan yang kebenarannya mutlak, aturan yang paling tinggi derajatnya dari seluruh aturan manapun, yakni aturan Allah SWT.
Guru akan terjamin kesejahteraannya saat negara menerapkan sistem ekonomi Islam, dimana pengelolaan dan kepemilikan umum tidak diserahkan kepada pihak swasta yang hasilnya dinikmati oleh pihak tertentu saja, namun kekayaan negara sepenuhnya digunakan untuk kepentingan bersama.

Bagikan Artikel Ini