Beranda Hukum Aktivis Desak Kejati Banten Ungkap Aktor Utama Kasus Korupsi Hibah Ponpes

Aktivis Desak Kejati Banten Ungkap Aktor Utama Kasus Korupsi Hibah Ponpes

Diskusi dan Sosialisasi Sekolah Anti Korupsi, Jumat (28/5/2021) - (Foto: Nindia/BantenNews.co.id)

SERANG – Kasus korupsi dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes) di Banten masih belum selesai. Kasus ini menyeret nama Gubernur Banten, Wahidin Halim atau akrab yang dipanggil dengan WH.

Beberapa waktu lalu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten  menetapkan dua tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah Ponpes yakni mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Provinsi Banten, Irfan Santoso, dan mantan Ketua Tim Verifikasi Dana Hibah Ponpes, Toton Suriawinata.

Alloy Ferdinand, Kuasa Hukum Irfan Santoso menyatakan kliennya  terpaksa menyalurkan dana hibah Ponpes yang sudah melewati batas waktu penyaluran atas perintah orang nomor satu di Banten yakni Gubernur Banten.

Dalam hal ini perwakilan aktivis anti korupsi dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Nisa Rizkia menilai pemeriksaan terhadap Gubernur Banten dalam kasus dana hibah Ponpes menjadi sesuatu hal yang harus dilakukan agar masalah korupsi dana hibah Ponpes ini bisa menemukan titik terang.

“Jadi di sini sebetulnya yang harus dilakukan adalah mendorong supaya Gubernur itu diperiksa. Jadi kita mau tahu posisi duduk perkaranya seperti apa, supaya kita tidak menduga-duga siapa yang harus mempertanggungjawabkan ini. Cuma kenapa Gubernur emang harus diperiksa karena kan yang bertanggungjawab atas penyusunan terhadap akuntabilitas anggaran di Provinsi, itu kan pasti kepala daerahnya. Kalau bicara anggaran yang punya kuasa dan tanggunjawab itu ada di pemda jadi harus dicek dahulu,” ujarnya di acara Diskusi dan Sosialisasi Sekolah Anti Korupsi pada Jumat (28/5/2021).

Senada dengan Nisa, Tibiko Zabar selaku aktivis dari ICW juga mengungkapkan bahwa adanya kasus dugaan korupsi dana hibah Ponpes yaitu berasal dari tidak jelasnya mekanisme atau prosedur penggunaan dana hibah Ponpes.

“Pertama adalah soal bagaimana mekanisme atau prosedur penggunaan atau distribusi dana hibah Ponpes ini. Sebetulnya ini berasal dari ketidakjelasan bagaimana ketentuan atau prosedur penyaluran dana hibah Ponpes. Akhirnya hal tersebut menjadi celah untuk penyelewengan dana hibah Ponpes,” jelas pria yang akrab disapa Biko.

Maka dari itu, para aktivis anti korupsi mendesak Kejati Banten untuk memeriksa Gubernur Banten dikarenakan penggunaan anggaran di suatu daerah juga tergantung pada kepala daerah dalam kasus ini adalah Gubernur Banten.

Desakan serupa disampaikan Ade Irawan, Direktur Visi Integritas mengatakan jangan sampai penanganan korupsi ini hanya berhenti dan menangkap pegawai tingkat bawah saja.

“Kami melihat yang banyak disalahkan justru di tingkat bawah, mereka dikorbankan dua kali. Jangan sampai ending dari penanganan ini sama seperti sebelumnya hanya berhenti di korban, kemudian berhenti di birokrasi tanpa berhasil mengungkap aktor intelektualnya. Karena kalau proses hukumnya berhenti sampai di sini, saya yakin kedepan akan terulang kembali,” kata pria yang pernah menjadi Koordinator ICW.

Menurut Ade, untuk membuktikan apakah Gubernur Banten WH turut terjerat dalam kasus dana hibah Ponpes perlu dibuktikan dengan beberapa pemeriksaan oleh Kejati Banten.

“Harus ada pembuktiannya, cluenya sudah ada. Kalau bicara Undang-Undang Anti Korupsi kan unsurnya banyak seperti pelanggaran aturan, memperkaya diri sendiri atau kelompok, merugikan keuangan negara. Kalau dilihat dari unsur-unsur ini banyak yang bisa di eksplor,” ujarnya.

“Makanya tugas kejaksaan untuk mengeksplor ini dan saya kira juga bisa dorong mantan Kabiro untuk menjadi Justice Collaborator supaya dia lebih leluasa untuk ungkap ini.  Karena ada statement dari dia melalui kuasa hukumnya bahwa dia diperintah artinya kasus tidak berhenti di dia, bahwa apa yang dia lakukan ada yang menyuruh. Rasanya tidak fair kalau kemudian hanya yang dieksekusi saja yang dapat hukuman,” ungkapnya.

(Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini