Beranda Sosial Yayasan RC Badak: Tempat Penyintas Kanker dari Pelosok Banten Gantungkan Harapan

Yayasan RC Badak: Tempat Penyintas Kanker dari Pelosok Banten Gantungkan Harapan

Pendiri Yayasan Respon Cepat Badan Darurat Kemanusiaan (RC BADAK) Asep Ruswiadi (Foto/Mg-Saepulloh/BantenNews.co.id)

TANGERANG – Di tengah bisingnya Kota Tangerang yang tak pernah tidur, ada dua rumah kecil yang justru menjadi tempat paling tenang bagi mereka yang sedang bertarung dengan maut. Rumah itu bukan milik pejabat, bukan juga bangunan megah milik orang kaya. Rumah itu sederhana—hanya satu petak, berdinding biasa, dan beralamat di Jalan H. Embang Jaya nomor 49 dan Jalan Bahagia nomor 21, Kelurahan Sukaasih. Tapi dari dalamnya, harapan hidup dipelihara, dipeluk, dan dirawat.

Di sanalah RC Badak—sebuah yayasan kemanusiaan yang dipimpin oleh Asep Ruswiadi—menggantungkan misinya. Tempat ini adalah rumah singgah bagi anak-anak dan orang dewasa yang sedang berjuang melawan kanker. Mereka datang dari kampung-kampung di pelosok Banten: Pandeglang, Cikeusik, Munjul, Angsana. Datang bukan untuk berlibur, tapi untuk bertahan hidup.

“Saya ingat anak dari Cikeusik, waktu pertama datang dia cuma bawa tas kresek kecil, matanya kosong. Tapi sekarang, dia bisa senyum. Itu yang bikin kami kuat,” cerita Asep lirih.

Semua bermula dari rasa tak berdaya. Dulu, Asep dan keluarganya kerap menemui pasien kanker yang datang ke Jakarta hanya untuk menyerah. Bukan karena tak mau sembuh, tapi karena tak punya tempat tinggal, tak tahu arah rumah sakit, dan tak punya ongkos pulang.

“Sakit kanker itu berat, tapi yang lebih menyakitkan itu kalau tidak ada yang dampingi,” katanya.

Dengan keyakinan dan uang seadanya, Asep menyewa satu rumah kecil. Saking tak punya uang, ia hanya bisa berkata pada pemilik rumah, “Kalau nanti ada rezeki, kami bayar.” Pemilik rumah setuju, mungkin karena iba, mungkin karena ikut percaya.

Tiga bulan kemudian, pertolongan datang. Seorang donatur melihat perjuangan itu dan langsung menanggung biaya sewa rumah. Dari satu rumah, kini RC Badak memiliki tiga rumah singgah.

Baca Juga :  Luas RTH di Kota Serang Cuma 12 Persen

Di rumah singgah RC Badak, tidak ada kata “pasien”, yang ada hanya “keluarga”. Anak-anak yang rambutnya mulai rontok karena kemoterapi bisa bermain di halaman kecil. Ibu-ibu bisa menyiapkan masakan sendiri, dan para relawan mengantar mereka ke rumah sakit dengan ambulans gratis.

“Kami bukan hanya ngasih tempat tidur. Kami dampingi dari awal. Dari bikin BPJS, konsultasi ke dokter, sampai nemenin saat transfusi,” ujar Asep.

Di rumah itu, tidak ada batas waktu tinggal. “Kami tahu pengobatan kanker itu panjang. Satu tahun saja bisa dibilang cepat. Jadi selama mereka mau berjuang, kami temani.”

Tahun 2019, ketika pandemi mengguncang dunia, RC Badak benar-benar diuji. Aktivitas masyarakat berhenti, tapi kanker tidak. Anak-anak tetap harus ke rumah sakit. Relawan tetap harus berkendara.

“Waktu itu saya nangis. Ada anak umur tujuh tahun yang harusnya kemoterapi, tapi ibunya baru di-PHK. Mau makan aja bingung, apalagi ongkos ke rumah sakit,” kenang Asep dengan mata memerah.

Donatur banyak yang berhenti. Usaha-usaha tutup. Tapi RC Badak tidak bisa tutup. Ambulans tetap jalan. Rumah singgah tetap buka. Para relawan tetap hidup dengan keyakinan bahwa Allah tak pernah tidur.

Kini, RC Badak punya tujuh unit ambulans. Bantuan datang dari BNI, Pegadaian, BRI, dan para dermawan yang datang tak diundang. Setiap hari, lima ambulans hilir-mudik menjemput pasien. Biaya operasional bisa tembus Rp300 juta per bulan, tapi Asep tak pernah menghitung itu sebagai beban.

“Saya percaya, kalau kita bantu orang dengan tulus, nanti gantinya datang dari arah yang kita gak sangka,” katanya tersenyum.

Hingga 2025, RC Badak telah membantu lebih dari 1.100 pasien kanker. Beberapa sudah sembuh dan kembali sekolah. Beberapa harus menyerah, tapi sebelum pergi, mereka pernah merasa dicintai.

Baca Juga :  Tinjau Lokasi Banjir Lebak, Kabareskrim Polri Beri Bantuan

Asep sudah menutup semua pintu karier pribadi. “Saya sudah tidak muda. Kalau soal pekerjaan, sudah bukan waktunya mengejar karier. Tapi saya percaya, ini jalan hidup saya,” tuturnya.

Kini, selain donatur individu, RC Badak mulai mendapat dukungan dari Baznas Kota Tangerang. Bantuan itu untuk biaya operasional ambulans, dan sifatnya tahunan. Tapi bagi Asep, dukungan sekecil apapun adalah pengakuan bahwa perjuangan ini tidak sia-sia.

“Saya punya keluarga yang masih harus saya nafkahi. Tapi saya yakin, kalau saya berbuat baik untuk anak-anak ini, Allah akan cukupkan,” ucapnya.

Di rumah kecil itu, tak ada kemewahan. Tapi ada cinta, ada kehangatan, ada pelukan yang tulus. Anak-anak yang awalnya datang dengan takut, kini bisa tersenyum dan berkata, “Aku ingin sembuh.”

Mungkin, kita tak bisa menyembuhkan kanker. Tapi dengan kasih sayang, setidaknya kita bisa membantu mereka untuk tidak berjuang sendirian. Dan itulah yang dilakukan RC Badak setiap hari.

Penulis: Mg-Saepulloh
Editor: Usman Temposo