Beranda Bisnis Wacana Kenaikan LPG Industri Ditolak Pengusaha dan Pekerja di Banten

Wacana Kenaikan LPG Industri Ditolak Pengusaha dan Pekerja di Banten

Seminar Nasional Sehari bertajuk Dampak Kenaikan Harga Gas untuk Industri Terhadap Hubungan Industrial di salah satu hotel di Anyer, Serang, Banten, Rabu (27/11/2019).

SERANG – Wacana kenaikan harga LPG untuk industri harus dikaji secara matang dan mempertimbangkan dampak hubungan industrial, khususnya di Banten. Di kalangan pengusaha, wacana kenaikan LPG industri sebesar 10 persen dinilai akan menjadi beban pengusaha.

“Dengan naiknya harga [LPG] akan menjadi beban yang signifikan bagi pengusaha,” kata Ketua Umum DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Cilegon Tommy Rahmatullah usai acara Seminar Nasional Sehari bertajuk Dampak Kenaikan Harga Gas untuk Industri Terhadap Hubungan Industrial di salah satu hotel di Anyer, Serang, Banten, Rabu (27/11/2019).

Tommy menambahkan ada beberapa dampak dari kenaikan gas untuk industri. Salah satunya daya saing perusahaan akan menurun. “Bukan tidak mungkin juga berdampak pada hubungan industrial, itu yang tidak kami inginkan.”

Ia berharap pemerintah dapat konsisten dengan Peraturan Presiden (Perpres) 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. “Kalau konsisten dengan itu, pengusaha mendapat benefit [keuntungan], pekerjanya juga mendapat benefit kesejahteraan meningkat,” ujarnya.

Jika pemerintah tetap menaikan harga LPG industri, Tommy menyatakan pengusaha tidak memiliki daya saing. “Jika ini berlangsung lama maka akan menyulitkan kami untuk suistanable [berkelanjutan] dan develop [mengembangkan] peusahaan. Ini pada akhirnya akan berpengaruh pada pajak yang kami setorkan untuk negara juga,” jelasnya.

Sekretaris Umum PP FSP KEP SPSI Afif Johan menyatakan bahwa wacana kenaikan LPG untuk industri akan sangat berdampak pada hubungan industrial. Di forum tripartit menilai kenaikan harga LPG akan berdampak pada kesejahteraan karyawan dan pengurangan alias PHK karyawan di perusahaan industri yang menggunakan LPG.

“Kami sangat berkepentingan karena anggota kami banyak yang bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang energi, kimia dan pertambangan. Maka dari itu, forum ini sangat relevan bagi kami karena akan berdampak pada kesejahteraan anggota dan sosial,” kata Afif.

Secara tegas, Afif menolak rencana kenaikan LPG untuk industri. Pihaknya juga menyayangkan ketidakhadiran perwakilan dari Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam forum tersebut. “Seharusnya kegiatan ini menjadi ajang mereka [PGN] untuk bertabayun,” kata Afif.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov menilai wacana kenaikan LPG untuk industri menjadi kontraproduktif bagi target pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Apalagi, hemat dia, Presiden Jokowi menargetkan Indonesia menjadi negera maju di tahun 2045 mendatang.

“Selama ini kan salah satu penopangnya dari sektor industri. Kalau kita lihat sekarang kontribusi PDB industri menyusut di bawah PDB nasional. Harusnya pemerintah memberi stimulus perusahaan industri bukan malam menambah beban baru. Saran saya, pemerintah lebih arif untuk duduk bersama stakeholder melihat kembali urgensi menaikan LPG. Sebab harga LPG di kita paling mahal di level ASEAN. Ini juga akan menjadi pertimbangan investor yang akan membangun pabrik industri di Indonesia,” ujarnya.

Untuk diketahui, pemerintah berencana menaikan harga LPG industri sekitar 10%. Dengan kenaikan harga jual LPG industri ini, Pertamina ingin berbagi beban dengan industri sehingga Pertamina dapat memenuhan demand atas LPG yang meningkat sesuai dengan perkembangan industri. Dengan demikian, Pertamina dan industri bersama-sama berkontribusi atas pertumbuhan perekonomian nasional.

Harga jual LPG Pertamina untuk industri (50 kg) saat ini yaitu Rp 7.355 per kg, masih di bawah harga pasar yang sudah lebih dari Rp 9.000 per kg. (you/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini