Beranda Opini Teori Conectivism – YouTube Pendidikan di Banten: Bukti Lapangan, Kritik, dan Strategi...

Teori Conectivism – YouTube Pendidikan di Banten: Bukti Lapangan, Kritik, dan Strategi Pemanfaatan

Ridwan Nurkarim.(Ist)

Oleh: Ridwan Nurkarim
Mahasiswa S3 Program Doktoral Untirta

Conectivism melihat pengetahuan sebagai jaringan; keberhasilan belajar hari ini ditentukan oleh kemampuan mengakses simpul informasi, menghubungkannya, dan memelihara relasi pengetahuan tersebut.

Ketika platform video seperti YouTube menyediakan akses audiovisual massal, pertanyaan praktis muncul: bagaimana materi tersebut dipilih, dimaknai, dan diintegrasikan ke kurikulum terutama di konteks daerah seperti Provinsi Banten?

Beberapa institusi di Banten telah memanfaatkan YouTube sebagai perpanjangan tangan pembelajaran akademik.

Universitas Terbuka, sebagai universitas negeri penyelenggara pembelajaran jarak jauh, memiliki kanal resmi (Universitas Terbuka TV) dan unit regional UPBJJ Serang yang aktif mengunggah berbagai konten: webinar, seminar akademik, panduan teknis pembelajaran jarak jauh, seminar wisuda, dan program motivasi belajar mandiri.

Rekaman-rekaman seperti seminar akademik dan panduan pengunduhan bahan ajar digital menunjukkan bagaimana UT Serang memanfaatkan video untuk menjangkau mahasiswa pembelajar mandiri dan komunitas lokal.

Kampus negeri dan swasta lain di Banten (misalnya Untirta, UIN SMH Banten, Universitas Muhammadiyah Tangerang) juga memproduksi playlist pembelajaran, rekaman praktikum, dan materi pengayaan yang diunggah secara terstruktur di kanal fakultas atau unit.

Fenomena ini menandai pergeseran: video bukan hanya dokumen kegiatan, melainkan bahan belajar yang potensial apabila diintegrasikan secara pedagogis.

Kritik dan Masalah Nyata

Meskipun menjanjikan, penggunaan YouTube menghadirkan sejumlah problematika:

1. Variabilitas kualitas instruksional. Banyak video informatif namun tidak dirancang menurut prinsip desain pembelajaran tanpa jelas tujuan, aktivitas pra/pasca-tonton, atau instrumen penilaian formatif. Akibatnya, efektivitas transfer pengetahuan menjadi tidak konsisten.

2. Algoritme dan validitas. Sistem rekomendasi mengutamakan waktu tonton dan interaksi; bukan validitas akademik. Konten populer belum tentu akurat atau sesuai kurikulum.

3. Kesenjangan akses & literasi digital. Akses stabil dan perangkat memadai masih menjadi hambatan bagi sebagian sekolah dan komunitas meski penetrasi internet nasional tinggi, disparitas tetap terasa di level lokal. Pelajar dan pendidik juga memerlukan keterampilan menilai kredibilitas konten digital.

Baca Juga :  Skema Dana BOS Diperbarui, Kompetensi Kepala Sekolah Diuji

4. Integrasi kurikulum lemah. Penugasan menonton tanpa aktivitas pembelajaran lanjutan melemahkan nilai pedagogis video.

Strategi Optimalisasi

Memperhatikan bukti di Banten, berikut kebijakan dan praktik operasional yang dapat diadopsi:

1. Panduan Konten Terstandar (Provinsi & Institusi). Dinas Pendidikan Provinsi Banten bersama asosiasi perguruan tinggi merancang pedoman produksi video edukasi: rumuskan tujuan pembelajaran, durasi ideal, format penilaian singkat, dan tag metadata yang mencantumkan KI/KD atau capaian pembelajaran. Perguruan tinggi besar (contoh UT Serang, Universitas Terbuka TV) dapat menjadi pusat pelatihan produksi dan verifikasi konten.

2. Integrasi LMS dan microlearning. Hubungkan video YouTube dengan LMS (link, kuis singkat, forum diskusi, tugas proyek) agar tontonan menjadi bagian siklus pembelajaran berorientasi hasil. Praktik ini telah ditempuh sebagian unit di Banten yang mengunggah tutorial teknis dan modul pembelajaran pendukung.

3. Repositori Kurasi Regional (“BantenEduTV”). Buat repositori terverifikasi yang mengumpulkan video terbaik dari berbagai intitusi Pendidikan di Provinsi Banten Seperti UT Serang, UNTIRTA, UIN, dan komunitas guru unggul memudahkan akses dan kurasi berdasar kurikulum.

4. Program Literasi Digital dan Pelatihan Guru. Program literasi konten (menilai kredibilitas, etika hak cipta, penggunaan sumber) untuk guru, siswa, dan orangtua; serta pelatihan produksi video yang berbasis desain instruksional bagi dosen/guru.

5. Dukungan Infrastruktur untuk Area Terbatas. Percepatan program bantuan paket data pendidikan, caching lokal materi video untuk sekolah, dan fasilitas peminjaman perangkat.

YouTube sudah menjadi bagian ekosistem pendidikan di Banten dari rekaman wisuda Universitas Serang hingga webinar akademik.

Tantangan sekarang bukan lagi menghadirkan video, melainkan mengubahnya menjadi sumber pembelajaran yang tervalidasi, terintegrasi, dan inklusif.

Ketika pembuat kebijakan, institusi, dan pendidik bersinergi mengikuti prinsip conectivisme Dimana YouTube dapat bertransformasi menjadi jaringan pembelajaran yang memperkaya kualitas pendidikan di seluruh provinsi.