KAB. TANGERANG – Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten menyebut adanya ketidaksesuaian pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di 7 sekolah di Kabupaten Tangerang mendapatkan sorotan tajam.
Salah satunya dari Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Ahmad Sururi.
Sururi menilai, lembaga pendidikan harusnya menjadi benteng untuk menjaga integrasi lembaga publik.
Namun skandal penyalahgunaan dana BOS di 7 sekolah di Kabupaten Tangerang tak hanya mencederai tetapi juga mendegradasi nilai-nilai moral lembaga pendidikan.
“Lembaga pendidikan merupakan benteng integritas, dugaan penyelewengan dana BOS di sekolah tidak hanya mencederai tetapi juga mendegradasi nilai-nilai moral lembaga pendidikan,” kata Sururi, Rabu (9/7/2025).
Tak hanya itu, skandal ini mengindikasikan lemahnya tata kelola keuangan publik di sektor pendidikan dasar dan menengah. Sekaligus menunjukkan adanya masalah sistemik karena sering berulang dengan pola kasus yang hampir sama
“Penyaluran dana BOS langsung ke sekolah tujuannya memotong birokrasi tetapi pengawasan dari vertikalnya lemah, disisi lain kapasitas dan akuntabilitas kepala sekolah dan bendahara perlu dipertanyakan,” tegas Sururi.
Lebih lanjut, menurut Sururi, selain perlu adanya tindakan tegas terhadap sekolah yang melakukan penyalahgunaan dana BOS. Fungsi kontrol dari Dindik Kabupaten Tangerang perlu ditingkatkan.
“Kontrol yang efektif, audit reguler dan inspeksi rutin dari Dindik kepada semua individu yang diduga terlibat,” ujarnya.
Senada dengan Sururi, Ketua Gemilang Nusantara Yanuar Prastyo juga menyoroti hal yang sama. Menurutnya, skandal ini menunjukkan bobroknya tata kelola pendidikan dan kelemahan pengawasan dari Dindik dalam pengelolaan dana BOS.
“Maka kami mendorong agar bupati Tangerang mengevaluasi kinerja kepala dinas dan jajarannya termasuk para kepala sekolah. Perlu adanya sanksi tegas supaya ada efek jera dan belajar bagi sekolah lain di Kabupaten Tangerang agar tidak main-main dalam pengelolaan dana BOS,” tegasnya.
Menurut dia, temuan BPK menjadi preseden buruk di dunia pendidikan di Kabupaten Tangerang. Apalagi adanya indikasi kongkalikong antara pihak sekolah dengan penyedia SIPlah diduga untuk mendapatkan keuntungan.
Untuk itu, ia berharap program Bupati dan Wakil Bupati Tangerang Moch Maesyal Rasyid – Intan Nurul Hikmah pada sekolah swasta gratis bertujuan memberikan pendidikan berkualitas, inklusif dan merata perlu didukung semua pihak termasuk lembaga pendidikan yang dinaungi pemerintah itu sendiri.
“Program sekolah gratis di sebagai program unggulan Pak bupati Tangerang perlu didukung semua pihak. Namun dari temuan ini sepertinya bertolakbelakang dengan niat bupati untuk mendorong pendidikan berkualitas,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, BPK melakukan pemeriksaan secara uji petik atas belanja yang direalisasikan dari dana BOS Tahun 2024 pada 5 SD Negeri dan 2 SMP Negeri
Hal itu bertujuan untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas asersi, keterjadian dan kelengkapan serta keabsahan dokumen/bukti pertanggungjawaban belanja dana BOS.
Ketujuh sekolah ini diantaranya, SDN Gintung II, SDN Kutabumi I, SDN Binong II, SDN Ciangir II, SDN Curug II, SMPN 2 Sepatan Timur dan SMPN I Sindang Jaya.
Dari 7 sekolah ini, BPK menemukan pertanggungjawaban pengadaan barang/jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah).
Namun sebagian realisasi belanja dilakukan secara tunai. Temuan 7 sekolah ini menetapkan pola yang sama dalam melakukan pertanggungjawaban.
Dimana toko SIPLah digunakan untuk dokumen pertanggungjawaban menerima fee atau Imbalan sebesar 5 persen dari nilai transaksi, sementara sekolah menerima pengembalian dana setelah dipotong pajak dan fee tersebut.
Sedangkan selisih transaksi tunai yang lebih kecil dari yang dilaporkan dalam ARKAS, kemudian disimpan bendahara sekolah.
Dana itu kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran di luar ARKAS dan tanpa didukung bukti pertanggungjawaban yang sah.
“Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban dana BOS tidak dibuat sesuai dengan kondisi sebenarnya karena Kepala Sekolah dan Bendahara BOS melakukan pengeluaran belanja untuk kegiatan yang tidak tercantum dalam ARKAS. Nilai belanja BOS di luar ARKAS pada tujuh sekolah negeri yang diuji petik adalah sebesar Rp878.091.700,” tulis LHP BPK dikutip Selasa (8/7/2025).
BPK juga menemukan adanya main mata untuk pemberian fee atau imbalan dari empat penyedia SIPLah sebesar Rp79.709.780,69.
Imbalan ini diberikan kepada pihak sekolah melalui skema pengembalian uang dengan menaikkan harga jual barang yang disesuaikan dengan nilai di RKAS.
Atas temuan itu, Sekretaris Dinidk Kabupaten Tangerang Agus Supriatna menyatakan pihak sekolah sudah menindaklanjuti temuan BPK.
“Sudah ditindaklanjuti,” singkat Agus.
Penulis : Mg-Saepulloh
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd