Beranda Peristiwa Serikat Buruh Rawan Diberangus dan Diintervensi Pihak Perusahaan

Serikat Buruh Rawan Diberangus dan Diintervensi Pihak Perusahaan

Criminal Law Student Association dan Forum Kajian Pembangunan dan Pembaharuan Hukum Untirta menggelar diskusi terpumpun - (Wahyu/BantenNews.co.id)

SERANG – Criminal Law Student Association dan Forum Kajian Pembangunan dan Pembaharuan Hukum Untirta menggelar diskusi terpumpun bertajuk Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hukum pada Pekerja dari Union Busting atau pemberangusan serikat pekerja.

Diskusi terpumpun menghadirkan Serikat Pekerja Federasi Konstruksi, Umum dan Informal (FKUI), Lembaga Bantuan Hukum, akademisi dan media massa.

Ketua Serikat Buruh FKUI, Fajar Janata menceritakan pengalamannya selama menuntut hak normatif sebagai buruh di tengah situasi pandemi Covid-19 yang rawan dengan pemutusan hubungan kerja.

“Sejak pertengahan tahun, kita sudah tidak dibayar dengan alasan pandemi. Perusahaan selalu mengatakan rugi tanpa pernah ada penjelasan ruginya di mana,” kata Fajar di Aula Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Sidangsari, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (21/10/2021).

Pihak perusahaan, lanjut dia, tidak pernah melibatkan serikat pekerja dalam mengambil keputusan. Akibatnya, pihak buruh selalu menjadi pihak yang dirugikan oleh keputusan sepihak perusahaan.

“Pernah ada kegiatan HUT Kemerdekaan, kami lembur tapi tidak dibayar. Ini ironis, kita memperingati HUT Kemerdekaan tapi kerjanya seperti dijajah tanpa ada tambahan (uang) lembur,” katanya.

Dalam proses menuntut hak normatif buruh tersebut, ia malah dipecat perusahaan tanpa alasan yang jelas. “Kami butuh masukkan para ahli untuk bisa memperjuangkan hak kita,” ujarnya.

Muhamad Fauzul Adzim, selaku Direktur LBH Tubagus Buang menuturkan pengalamannya saat mengadvokasi buruh. Pihak perusahaan memberhentikan pegawai saat proses mutasi.

“Dalam proses mutasi, Pak Fajar di-PKH. Prosesnya (PHK) tidak wajar, alasannya (karena) tidak konfirmasi ke atasan. Padahal dalam proses mendaftarkan serikat pekerja ke Disnaker.”

Keputusan perusahaan itu, Fauzul nilai cacat prosedur karena bertolak belakang dengan Undang-undang Tenaga Kerja serta Undang Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kasus lain menimpa pegawai lain yang mendapat penganiayaan oleh oknum militer yang diduga disewa oleh salah satu perusahaan ritel.

“Ada upaya intimidasi pada saat kami dampingi dan melakukan visum. Tapi pihak penyidik tidak melakukan tindak lanjut karena yang menyerahkan (hasil visum) dari PM (Polisi Militer). Bahkan lucunya ada yang sampai dapat SP-4 (Surat Peringatan ke-4). Setahu saya SP itu cuma sampai 3,” kata Fauzul.

Dosen Fakultas Hukum Bidang Pidana, Ferry Fathurokhman menyebutkan sederet regulasi yang melindungi buruh dan serikat pekerja. Negara menurutnya harus menjamin warganya mendapatkan kebebasan berserikat.

Ada ancaman serius bagi perusahaan yang menghalang-halangi serikat buruh. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menyebutkan “Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau
menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Unsur pidana pemberangusan serikat buruh memiliki ancaman serius. Amanat dalam pada Pasal 43 menyebutkan (1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000 dan paling banyak Rp500.000.000; (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

“Jika deliknya terpenuhi, ada unsur kesengajaan tidak boleh menjalankan serikat pekerja, tidak membayar gaji, melakukan intimidasi, kampanye antipembentukan serikat buruh, ada ancaman pidananya,” kata Feery.

Dede Agus, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Bidang Perdata yang sering dijadikan saksi ahli dalam Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menemukan banyak bentuk intervensi yang dilakukan oleh perusahaan untuk membungkam buruh. Mulai dari upaya pemberangusan serikat pekerja dengan pola adu domba, kriminalisasi, sewa preman, dan sebagainya. (you/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disiniĀ