LEBAK – Kasus aksi mogok sekolah yang dilakukan oleh siswa SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, semakin memanas setelah video aksi tersebut tersebar luas di media sosial.
Video yang menunjukkan ratusan siswa yang mogok sekolah untuk membela rekan mereka yang ketahuan merokok, segera menjadi viral dan memicu reaksi keras dari warganet.
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Pada awalnya, aksi mogok dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap teman mereka yang ditampar oleh kepala sekolah karena ketahuan merokok. Kejadian tersebut langsung tersebar luas setelah salah satu siswa mengunggah video aksi mogok di media sosial, yang kemudian mendapat perhatian luas dari netizen.
Reaksi publik mulai terpecah, sebagian mendukung aksi siswa dengan alasan empati, namun sebagian besar mengecam tindakan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan nilai kedisiplinan yang seharusnya diterapkan di sekolah.
Bahkan, beberapa pengguna Threads (aplikasi media sosial) mengaku bekerja di HRD perusahaan dan berencana untuk mencatat serta memasukkan nama SMAN 1 Cimarga ke dalam daftar hitam bagi alumni yang lulus pada tahun 2026 hingga 2028.
Mereka mengungkapkan bahwa dalam proses rekrutmen kerja, mereka akan mempertimbangkan kedisiplinan siswa dan hal ini menjadi pertimbangan serius.
“Saya sebagai orang yang biasa melakukan rekrutmen karyawan, akan mencatat dan memasukkan nama alumni SMAN 1 Cimarga ke dalam daftar hitam untuk lulusan 2026 hingga 2028,” tulis salah satu pengguna di media sosial.
Sejumlah unggahan yang bernada serupa terus bermunculan di berbagai platform media sosial, dengan banyak warganet yang mendukung langkah tegas tersebut. Mereka menilai bahwa kedisiplinan adalah aspek penting yang harus diajarkan sejak dini, apalagi di lingkungan pendidikan yang diharapkan menjadi dasar pembentukan karakter siswa.
“Banyak warganet yang mendukung langkah tersebut dengan alasan moral, karena kedisiplinan pelajar harus dijaga sejak dini dan jangan sampai merusak citra pendidikan di Indonesia,” tulis salah seorang pengguna Twitter.
Tak hanya itu, beberapa pengusaha dan pemilik usaha juga memberikan pendapat serupa. Seorang pengguna dengan akun @ipungkasih mengungkapkan bahwa dia akan mem-blacklist alumni SMAN 1 Cimarga dari proses rekrutmen pekerjaan di wilayah Banten.
“Saya punya usaha yang mencakup seluruh area Banten. Saya pastikan ketika merekrut pegawai nanti, SMAN 1 Cimarga akan saya blacklist! RIP Mental,” ungkapnya dengan tegas.
Reaksi warganet terhadap kejadian ini semakin meluas, baik dalam bentuk protes maupun dukungan terhadap kebijakan sekolah dalam menegakkan kedisiplinan. Beberapa pihak mendukung langkah sekolah untuk memberikan sanksi yang tegas terhadap siswa yang melanggar aturan, sementara yang lain berpendapat bahwa tindakan yang terlalu keras akan berdampak negatif pada psikologi siswa dan memperburuk citra sekolah.
Kejadian ini menggambarkan betapa pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penerapan kedisiplinan di lingkungan pendidikan. Sekolah diharapkan tidak hanya menjadi tempat belajar akademik, tetapi juga menjadi tempat pembentukan karakter dan moral siswa yang nantinya akan berkontribusi dalam masyarakat.
Namun, di sisi lain, kasus ini juga menyoroti pentingnya komunikasi yang baik antara pihak sekolah, siswa, dan orang tua dalam menyelesaikan masalah disiplin, tanpa mengorbankan hak-hak siswa untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tentu saja, langkah tegas yang diambil oleh banyak pihak ini akan berdampak pada keputusan kebijakan pendidikan di masa depan, baik di SMAN 1 Cimarga maupun sekolah-sekolah lainnya.
Tim Redaksi