Beranda Opini Pilkada Serentak dan Arah Kebijakan Pangan Daerah

Pilkada Serentak dan Arah Kebijakan Pangan Daerah

Zaki Nabiha ASN di Kementerian Pertanian
Oleh : Zaki Nabiha
Penulis Adalah ASN di Kementerian Pertania

Ada 17 propinsi, 39 kota dan 115 kabupaten yang menyelenggarakan Pilkada serentak 2018. Rabu, 27 Juni 2018, proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan lancar dan relatif aman. Menurut beberapa pengamat politik, ini adalah tanda bahwa demokrasi di Indonesia semakin matang. Pertimbangan-pertimbangan rasional serta rekam jejak kandidat menjadi faktor determinan bagi publik untuk menentukan pilihan. Nurdin Abdullah misalnya, kilap prestasinya selama menjabat Bupati Bantaeng dua periode menjadi modal besar. Berdasar hitung cepat beberapa lembaga survey, calon gubernur yang berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman dalam Pilkada Propinsi Sulawesi Selatan ini unggul dari pasangan kandidat lainnya termasuk kandidat yang memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana.

Jumlah Pemilih yang telah ditetapkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pilkada serentak menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 152 juta. Seperti diketahuai bahwa dari total jumlah penduduk Indonesia, 31,86% atau 39,68 juta jiwa adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian. Kemudian, 23,37% atau 29,11 juta jiwa bekerja di sektor perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kontestasi demokrasi, petani dan sektor pertanian adalah ceruk elektoral yang potensial.

Di sisi lain, ini menjadi momentum berharga para petani menitipkan mandat perubahan untuk merubah wajah pertanian lokal dan mempercantik pertanian nasional. Karena, perubahan, menurut Rhenald Kasali, selalu ditandai dengan kehidupan yang lebih baik. Tinggal kita menakar, sejauh mana komitmen para pemimpin daerah terpilih untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mewujudkan cita-cita bersama, Indonesia daulat pangan.

Lima dari tujuh belas propinsi yang menyelenggarakan Pilkada serentak, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, merupakan lumbung pangan nasional. Tahun 2017, produksi padi dari kelima propinsi tersebut masing-masing secara berurutan, Sumatera Utara 5,1 juta ton, Jawa Barat 12,5 juta ton, Jawa Tengah 11,4 juta ton, Jawa Timur 13,1 juta ton, dan Sulawesi Selatan 6 juta ton (ARAM BPS).

Kementerian Pertanian melalui program Upaya Khusus (Upsus) peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai bersama seluruh pemerintah daerah, bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan pangan 265 juta jiwa penduduk Indonesia. Sinergi dan kerja sama tersebut menjadi penting apalagi jika dihadapkan fakta bahwa konsumsi kebutuhan beras nasonal terus meningkat. Diperkirakan, sejak 2014 hingga 2018, nilai peningkatan tersebut mencapai 1,7 juta ton. Terlebih, Indonesia termasuk negara dengan tingkat konsumsi beras yang cukup tinggi, 120 kilogram per kapita per tahun. Jauh diatas negara-negara ASEAN, Malaysia 80 kilogram per kapita per tahun atau Thailand, 70 kilogram per kapita per tahun.

Beras selama ini memang sudah dikenal sebagai bahan pangan pokok. Hampir di sebagaian besar daerah di Indonesia, keberadaannya masih belum tergantikan. Padahal, keberagaman sumber pangan tersebar sepanjang Sabang hingga Merauke. Setidaknya, ada 800 spesies tumbuhan yang ada di Indonesia dengan 77 jenis karbohidrat. Bahkan, nenek moyang kita dulu terbiasa dengan sumber karbohidrat selain beras, seperti talas, sagu, ubi, sukun dan sorghum.

Salah satu tantangan bagi kepala daerah terpilih nanti (Gubernur/Bupati) adalah bagaimana mengupayakan pengendalian konsumsi beras. Diversifikasi pangan bisa jadi program pilihan. Pararel dengan hal tersebut adalah melakukan edukasi sejak dini dan kampanye massif tentang pola makan yang sehat dan berimbang. Karena dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi beras berlebihan bisa memicu penyakit diabetes. Di Indonesia sendiri, menurut International Diabetes Federation (IDF), ada sekitar 9 juta penduduk mengidap diabetes.

Maka, pemimpin daerah yang memiliki kekuasaan, kewenangan dan legitimasi sebagai pemimpin yang dilahirkan melalui proses politik seyogyanya memprioritaskan kulaitas hidup rakyatnya. Karena jika mereka abai akan hal tersebut, mengutip Haryanto dalam bukunya, Kekuasaan Elit, kemerosotan legitimasi pemimpin pada akhirnya berkaitan dengan penolakan publik atas kepemimpinannya.

Akhirnya, selamat bekerja kepada pasangan Gubernur, Bupati dan Walikota terpilih hasil Pilkada serentak 2018. Patut diingat ungkapan Pittacus, seorang jenderal perang Yunani yang hidup sekitar 640-568 SM, The measure of a man is what he does with power. (**)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini