Beranda Uncategorized Perjuangan Nagari Bantahan (3 habis)

Perjuangan Nagari Bantahan (3 habis)

Istana Kaibon. (Foto : Troppenmuseum)

Angin Segar Reformasi

Pascaruntuhnya pemerintahan Soeharto, angina segar kembali berhembus ke arah gerakan otonomi Banten. Nina Lubis mencatat, ribuan masyarakat Banten dan para tokoh Banten yang dipimpin Embay Mulya Syarief mendatangi Senayan untuk menanyakan dukungan Presiden B.J Habibie. Masyarakat Banten yang datang ke Senayan ikut mengamankan jalannya Sidang Istimewa dengan membentuk Pengamanan Swakarsa (Pamswakarsa).

Rupanya Habibie memiliki kesan terhadap masyarakat Banten kala itu dan berjanji melakukan kunjungan ke Banten pada tahun berikutnya. Januari 1999 Embay Mulya Syarief bersama tokoh Banten lainnya dipanggil ke Istana Presiden untuk mempersiapkan kunjungan kerja tersebut.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Presiden dan jajarannya termasuk Gubernur Jawa Barat itu, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Iman Pandeglang, K.H Aminudin Ibrahim menyampaikan permintaan agar Karesidenan Banten ditingkatkan menjadi Provinsi Banten. Presiden Habibie tidak keberatan dengan usul tersebut. Hanya saja usulan tersebut harus ditempuh dengan cara konstitusional.

Usul serupa juga meluncur dari mulut K.H Mansyur Muhidin (cucuk pejuang Geger Cilegon, K.H Washid) saat Presiden Habibie mengunjungi Cilegon, Banten. Opini public mengenai wacana pembentukan Provinsi Banten setelah itu semakin semarak karena intens muncul di media massa dan menjadi “jualan” partai politik.

Pada awal tahun 1999, dalam pertemuan di Kampung Gardu Tanjak, Pandeglang, Ekky Sahrudin yang merupakan seorang politikus, diplomat, aktivis dan jurnalis Indonesia yang merupakan duta besar Indonesia untuk Kanada pada 2001 menyarankan agar mengambil kesempatan momentum reformasi untuk perjuangan pembentukan Provinsi Banten.

Setelah beberapa pertemuan, terjadilah unjuk rasa di Jakarta dengan tuntutan pembentukan Provinsi Banten. Meski belum mendapat hasil signifikan, demonstrasi tersebut merupakan penanda gerakan anak muda Banten dalam perjuangan mendorong pembentukan provinsi.

Gerakan Pemuda Reformasi Indonesia (GPRI) di Serang tidak mau kalah dengan membuat gerakan yang lebih terarah. Diskusi intens dilakukan di kediaman Sanuri Al-Mariz. Pemuda yang tergabung dalam GPRI juga meminta saran dari intelektual seperti rector STAIN Banten (kini UIN Banten) M.A. Tihami dan Kepala Puslit Arkeologi Nasional Hasan Muarif Ambary.

Pertemuan kemudian berlanjut di Hotel Patra Jasa Anyer yang menghasilkan Panitia Masyarakat Banten dengan ketuanya Agus Najiullah Ibrahim didampingi Aeng Chaerudin dan Udin Saparudin. Melalui gagasan Ketua Mathlaul Anwar Irsyad Djuwaili didirikan Kelompok Kerja PPB.

Di bagian lain Uwes Qorny juga membentuk Komite Pembentukan Provinsi Banten (KPPB). Dari kelompok kedua ini, Mansur (2001) menyebutkan lahir Deklarasi Rakyat Banten yang ditanda tangani oleh Uwes Qorny, Uu Mangkusasmita, Djajuli Mangkusubrata, Gunawan, Sofyan Ichsan dan lainnya.

Pertemuan Nyimas Ropoh di Pandeglang yang digagas Muchtar Mandala dan dihadiri sekitar 15 orang menjadi peristiwa penting dalam sejarah pembentukan Provinsi Banten. Pertemuan Nyimas Ropoh dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat mulai dari para ulama, para pendekar, ibu-ibu yang tergabung dalam IWABA (Ikatan Wanita Banten), pemuda, mahasiswa, para tokoh masyarakat baik yang ada di Banten maupun yang berada di luar Banten, para Bupati se-Banten, serta para ketua DPRD se-Banten. Dalam pertemuan silatuhrahmi ini, yang bertindak sebagai pengundang yaitu Uwes Qorny, Irsyad Djuwaeli, dan H. Mardini.

Sebagai puncak acara dibacakan “Deklarasi Nyi Mas Ropoh” yang dibacakan oleh Encep Daden Ibrahim, Ketua DPRD Pandeglang dengan didampingi oleh ketua-ketua DPRD se Banten. Hal ini dapat dipandang sebagai dukungan resmi dari semua Ketua DPRD Tingkat II Karesidenan Banten, yang hadir dalam acara itu. Isi pernyataan itu sebagai berikut:

1. Kami warga masyarakat Banten senantiasa konsisten untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Kami warga masyarakat Banten mendesak lembaga legislatif dan eksekutif, baik di daerah maupun di pusat, untuk segera mewujudkan Banten sebagai propinsi, serta kami siap berpegang teguh menerima amanat aspirasi masyarakat akan terbentuknya Banten propinsi.

3. Kami warga masyarakat Banten bersepakat untuk tetap menjaga keutuhan dan kebersamaan dalam rangka merealisir amanat tersebut sesuai dengan harapan masyarakat Banten sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Banten.

Demikian surat pernyataan sikap bersama ini kami buat dengan sebenar – benarnya tanpa ada intervensi tanggungjawab akan terciptanya masyarakat adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Semoga niat ini selalu ada dalam lindungan Allah Swt. Amin (Mansur,2001: 180-181).

Waktu berlalu hingga pada 3 Oktober 2000 diadakan rapat Pansus. Dalam rapat itu pemerintah telah melaporkan bahwa persyaratan-persyaratan yang diperlukan telah terpenuhi sehingga Pemerintah dapat menyetujui RUU tentang Pembentukan Provinsi Banten telah dibaca dan disetujui untuk diteruskan ke Pembicaraan Tingkat IV ke esokan harinya, yaitu tanggal 4 Oktober 2000, guna mendapatkan persetujuan DPR yang selanjutnya dapat disampaikan kepada Pemerintah untuk diundangkan.

Pada hari Rabu, 4 Oktober 2000, ribuan masyarakat Banten, mulai dari ulama, mahasiswa, anggota LSM, seniman, memadati halaman Gedung DPR RI hari itu mengadakan Rapat Paripurna yang ditunggu-tunggu masyarakat Banten. Setelah mendengarkan pandangan akhir dari fraksi-fraksi yang ada, maka rapat yang berlangsung dari pukul 9.00 berakhir pukul 13.30 dengan puncak acara pengesahan RUU Pembentukan Provinsi Banten menjadi Undang-Undang no 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Semua Fraksi DPR RI menyetujui secara bulat pengesahan itu. Dari persitiwa sejarah tersebut, tanggal 4 Oktober 2000 merupakan peristiwa bersejarah Banten sebagai provinsi yang mandiri lepas dari Jawa Barat. (red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini