SERANG – Penyaluran bantuan sosial (Bansos) penanganan COVID-19 rawan dipolitisasi untuk kepentingan Pilkada 2020. Bantuk kampanye terselubung dengan memanfaatkan dana negara untuk kepentingan pencalonan Pilkada tersebut terjadi menjelang Pilkada serentak di beberapa daerah di Banten.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Banten Badrul Munir menyebutkan bahwa ada dua pola penyalahgunaan kewenangan yang potensial dilakukan oleh bakal calon petahana terkait bansos COVID-19.
“Pertama, penyaluran bansos tersebut hanya kepada basis suara (bakal calon) tertentu, atau basis utama suara calon (petahana),” kata Badrul Munir melalui webinar bertajuk Politik Uang dengan Politisasi Bansos untuk Kepentingan Pilkada yang diselenggarakan oleh Bawaslu Banten dan Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Rabu (17/6/2020).
Pola kedua, lanjut Badrul Munir, dilakukan bakal calon petahana dengan cara menyalurkan bansos kepada masyarakat di wilayah yang masih menjadi massa mengambang atau swing voter. “Tujuannya untuk merayu atau mempengaruhi masyarakat dengan bansos tersebut,” katanya.
Dampaknya, penyaluran bantuan sosial tidak merata ke setiap daerah. Masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan padahal layak mendapat bantuan akan merasa dirugikan.
Pola penyimpangan bantun sosial terkait Bansos COVID-19 yakni dengan cara melakukan penggantian kemasan dengan tujuan menegaskan klaim bantuan dari personifikasi bakal calon. “Misalnya penggantian bungkus untuk branding calon. Bantuan dari Kemensos diubah jadi pasangan calon tertentu atau personifikasi calon tertentu.”
Kaitan dengan pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang, Badrul Munir melihat dari empat aspek regulasi.
Ketiganya tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemiluhan; UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 78 dengan ancaman pidana 4 tahun.
Ada juga tercantum paada UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. “Keempatnya melarang pejabat untuk menyalahgunakan kewenangan. Ada yang berujung pidana (UU Tipikor dan UU Pemilu dan UU Penanggulangan Bencana), ada yang tidak (UU Administrasi Negara).”
Menurut Badrul Munir, dengan empat aturan tersebut, negara tidak kekurangan instrumen hukum untuk menjerat penyelewengan bansos COVID-19. Hanya saja dalam konteks pidana pemilu, penegak hukum dibatasi oleh tempus atau waktu penanganan pidana pemilu.
Di Banten sendiri kata Badrul Munir, akan menyelenggarakan Pilkada 2020 di empat kabupaten/kota seperti Kabupaten serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Pandeglang.
(you/red)