Beranda Opini Pengentasan Pelecehan Seksual dalam Dunia Pendidikan di Indonesia

Pengentasan Pelecehan Seksual dalam Dunia Pendidikan di Indonesia

Ilustrasi - foto istimewa okezone.com

Oleh: Anten Fhabella, Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Setiap orang yang menempati setiap wilayah di suatau negera memiliki hak untuk mengenyam pendidikan, di Indonesia wajib mengenyam pendidikan minimal 12 tahun atau hingga SMA (Sekolah Menengah Atas). Meskipun demeikian, namun tidak sedikit dari bangsa Indonesia yang nasibnya kurang beruntung sehingga tidak dapat mengenyam pendidikan hingga minimal 12 tahun tersebut. Bagi mereka yang beruntung, dapat melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.

Setiap orang pada dasarnya pernah mengalami pendidikan, tetapi tidak setiap orang mengerti makna kata pendidikan. Kita perlu memahami makna pendidikan yang dengan benar, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berkembang dan berubah dengan signifikan sehingga banyak mengubah pola pikir pendidik dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern.

Pengertian pendidikan secara umum ialah pendidikan dapat diartikan sebagai suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharpakn dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.

Pengertian pendidikan menurut Para Ahli.

1. Menurut Aristoteles
“Education is a function of the State, and is conducted, primarily at least, for the ends of the State. State-higehst social institution wich secures the higest goal or happiness of man. Education is preparation for some worthy activity. Education should be guided by legislation to make it correspond with the results of psychological analysis, and follow the gradual development of the bodily and mental faculties.”

(Pendidikan adalah salah satu fungsi dari suatu negara dan dilakukan terutama setidaknya untuk tujuan negara itu sendiri. Negara adalah institusi sosial tertinggi yang mengamankan tujuan tertinggi atau kebahagian manusia. Pendidikan adalah persiapan untuk beberapa aktivitas atau pekerjaan yang layak. Pendidikan semstinya dipandu oleh Undang-Undang untuk emmbuatnya sesuai dengan hasil analisis psikologi dan mengikuti perkembangan secara bertahap, baik secara fisik maupun mental).

2. Menurut Socrates

Pendidikan adalah suatu sarana yang digunakan untuk mencari kebenaran. Sedangkan metode-metodenya adalah dialektika.

Sedangkan pengertian pendidikan telah diatur dalam UU, MENURUT UU SISKDIKNAS No. 2 Tahun 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Pendidikan seolah menjadi nafas bagi kehidupan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak dapat menjalankan segala aktivitasnya dengan sempurna. Melalui pendidikan manusia menjadi mengerti atas pengethuan yang didapatnya serta memiliki keterampilan. Di Indonesia sendiri, pendidkan begitu penting sekali sehingga segala hal yang berkaitan dengan kebutuhan dari pendidikan itu telah diatur penuh dalam UU pemerintah pun bertanggung jawab penuh atas pemenuhan pendidikan bagi bangsa Indonesia mellaui kebijakan atas kebebasan membayar SPP perbulan juga bantuan dalam institusi pendidikan itu sendiri guna menunjang fasilitas bagi peserta didik.

Dalam mengenyam pendidikan terlebih di sekolah ataupun institusi pendidikan, ternyata masih banyak ditemukan keadaan tidak selaras dengan keadaan realita yang terjadi dalam dunia pendidikan terutama di Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan merasa aman serta nyamannya antara peserta didik maupun tenaga pendidik serta staff dalam institusi pendidik itu sendiri.

Di zaman yang yang telah modern melalui dipermudahkannya melakukan segala hal di internet membuat seseorang mudah mendapatkan apapun yang ingin ia cari, namun hal tersebut jika disalahgunakan akan menjadi hal yang negatif yang terjadi dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah terjadinya pelecehan seksual terhadap anak alam dunia pendidikan. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena seorang pelaku yang melakukkannya terlalu banyak emnonton video porno sehingga ia berusaha memuaskan nafsunya sendiir dengan jalan yang tidak pantas dilakukan terlebih kepada anak. Selain itu, banyak faktor yang menjadi alasannya melakukan pelecehan seksual itu sendiri.

Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa melampiaskan libidonya kepada anak atau dengan kata lain orang yang sudah dewasa mendapatkan stimulasi seksualnya pada anakyang berusia di bawah 18 tahun. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk memaksa seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, paparan tidak senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi pada anak, kontak seksual yang sebenarnya pada anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik serta menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.

Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus pelecehan seksual terhadap anak dalam dunia pendidikan.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 pasal 1 ayat 1 disebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dan termasuk yang berada di dalam kandungan. Setiap anak memiliki hak yang harus dipenuhi dan dilindungi. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berusia 18 tahun.

Pelecehan seksual adalah perbuatan asusila atau perbuatan cabul yang sengaja dilakukan seseorang di depan umum atau terhadap orang lain sebagai korban, baik laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan korban. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pelecehan seksual berasal dari kata leceh yang berarti memandang rendah, menghinakan atau tidak berharga, sedangkan kata seksual berasal dari kata seks. Dengan demikian pelecehan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah dua kata yang dijadikan satu yang bermakna merendahkan, menghinakan kaum perempuan.

Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual, yaitu sebagai berikut:

a. Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.
b. Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabat.
c. Mempertunjukan gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak menyukainya.
d. Memberikan komentar yang tidak senonoh kepada penampilan, pakaian, atau gaya seseorang.
e. Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa diketahui, mencium dan memeluk seseorang yang tidak menyukai pelukan tersebut.
f. Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang yang terhina karenanya.

Guntoro Utamadi dan Paramitha Utamadi membagi kategori pelecehan seksual yang dipakai dalam dasar pengukuran dalam Sexual Experience Qestionnaire (SEQ), yaitu dalam bentuk yang lebih tersitematis:
a. Gender Harassment yaitu pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan bersifat merendahkan berdasarkan jenis kelamin.
b. Seductive Behaviour yaitu permintaan seksual tanpa ancaman, rayuan yang bersifat tidak senonoh atau merendahkan.
c. Sexual Bribery yaitu penyuapan untuk melakukan hal yang berbau seksual dengan memberikan janji akan suatu ganjaran.
d. Sexual Coercion yaitu tekanan yang disertai dengan ancaman untuk melakukan hal-hal yang bersifat seksual.
e. Sexual Assault yaitu serangan atau paksaan yang bersifat seksual, gangguan seksual yang terang-terangan atau kasar.
Pelecehan seksual tergolong pada salah satu jenis dari ekkerasan seksual, hal ini terjadi menurut kriminologi karena disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu. Faktor ini khusus dilihat dari pada diri individu dan hal-hal yang mempunyai hubungan dengan pelecehan seksual meliputi:

a. Faktor Kejiwaan. Kondisi kejiawaan atau kesadarn diri yang tidak normal dari seseorang dapat mendorong seseorang melakukan kejahatan.
b. Faktor Biologis. Pada realitanya kehidupan manusia mempunyai berbagai macm kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan biologis itu terdiri atas tiga jenis, yakni kebutuhan makanan, kebutuhan seksual dan kebutuhan proteksi. Kebutuhan akan seksual sama dengan kebutuhan-kebutuhan lain yang menuntut pemenuhan.

c. Faktor Moral. Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang. Pemerkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku, sebagai berikut:
a. Faktor Sosial-Budaya. Meningkatnya kasus-kasus kejahatan asusila atau pelecehan seksual terkait erat dengan aspek sosial-budaya. Akibat modeernisasi berkembanglah budaya yang semakin terbuka dan pergaulan yang semakin bebas.
b. Faktor Ekonomi. Keadaan ekonomi yang sulit menyebabkan seseorang memiliki pendidikan yang rendah dan selanjutkan akan membawa dampak kepada baik atau tidak baiknya pekerjaan yang diperoleh. Secara umum, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan rendah cenderung mendapatkan pekerjaan yang tidak layak. Keadaan perekonomian merupakan faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pokok-pokok kehidupan masayarakat. Akibatnya terjadi peningkatan kriminalitas termasuk pelecehan seksual.

c. Faktor Media Massa. Media massa merupakan sarana informasi di dalam kehidupan seksual. Pemberitaan tentang kejahatan seksual salah satunya adalah pelecehan seksual yang sering diberitakan secara terbuka. Hal seperti ini dapat merangsang bagi pembaca khususnya orang yang bermental jahat memperoleh ide untuk melakukan hal yang serupa.

Selain faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual salah satunya adalah terjadinya pelecehan seksual, dapam upaya menanganinya dapat dilihat dalam pasal 69A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan Anak, yaitu:
a. Edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan.
b. Rehabilitas sosial.
c. Pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan.
d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemerikasaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di siding pengadilan.
Namun, diharapkan pelecehan seksual tidak terjadi dengan mencegahnya pada anak yang akan bersekolah, yaitu:
1. Jangan berikan pakaian yang terlalu terbuka karena bisa menjadi rangsangan bagi tindakan pelecehan seksual.
2. Tanamkan rasa malu sejak dini dan ajarkan anak untuk tidak membuka baju di tempat umum juga tidak buang air kecil selain di kamar mandi.
3. Jaga anak dari tauangan pornografi baik film atau iklan.
4. Ketahui dengan siapa anak menghabiskan waktu dan temani ia saat bermain bersama teman-temannya. Jika tidak memungkinkan maka sering-seringlah memantau kondisi mereka secara berkala.
5. Jangan memberikan anak menghabiskan waktu di tempat-tempat terpencil dengan orang dewasa lain atau anak laki-laki yang lebih tua.
6. Beritahu anak agar jangan berbicara atau menerima pemberian dari orang asing.
7. Dukung anak jika ia menolak dipeluk atau dicium seseorang (walaupun masih keluarga), Anda bisa menjelaskan kepada orang bersangkutan bahwa si anak sedang tidak mood. Dengan begitu anak dapat belajar bahw aia berwewenang atas tubuhnya sendiri.
8. Dengarkan ketika anak berusaha memberitahu sesuatu, terutama ketika ia terlihat sulit untuk menyampaikan hal tersebut.
9. Ajarkan penggunaan internet yang aman, berikan waktu baginya dalam menggunakan internet selalu awasi situs-situs yang ia buka.
10. Minta anak untuk segera memberitahu jika ada yang mengirimkan pesan atau gambar yang membuat anak tak nyaman.
Selain peran orang tua, pemerintah juga berperan aktif dalam penanganan kejatahan seksual salah satunya adalah pelecehan seksual pada anak, pemerintah diwajibkan memberikan perlindungan khusus kepada anak. Dengan begitu, tidak hanya peran orang tua yang dapat aktif mencegah tindak pelecehan seksual, tetapi juga didukung oleh pemerintah melalui kekuatan hukum dengan UU yang berlaku.

Upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak sebagai korban kejahatan seksual diatur dalam psal 59A dalam UU Nomor 35 Tahun 2014, mengenai Perlindungan khusus bagi anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui upaya:
a. Penanganan yang cepat, termasuk pengobatan atau rehabilitas secara fisik, psikis, dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.
b. Pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan.
c. Pemberian bantuan sosial bagi anak yang bersal dari keluarga tidak mampu
d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses pengadilan.
Selain peran aktif dari orang tua dan pemerintah, peran dari masayarakat pun turut menajdi hal yang penting dalam menghadapi guna pencegahan kekerasan seksual dalam dunia pendidikan, yaitu dengan membentuk organisasi berbasis perlindungan anak, misalnya Komite Peduli Anak (Koperla), Komite Pendidikan Masyarakat (KPM), Kampung Ramah Anak di Surabaya, Kelompok Perlindungan Anak Desa/Kelurahan di Kabupaten Rembang, Kebumen dan Semarang.
Kekerasan seksual dalam dunia pendidikan di Indonesia haruslah segera dieentaskan, jangan sampai terjadi lagi berita-berita kasus kekerasan seksual, seperti pelecehan seksual yang banyaknya terjadi di institusi-institusi pendidikan di Indonesia. Sangat miris rasanya mengingat bahwa seharusnya tempat menuntut ilmu menjadi tempat yang aman serta nyaman bagi peserta didik, namun yang terjadi adalah adanya kekhawatiran baik anak maupun orang tua. Serta sampai terancamnya prestasi belajar di sekolah pada peserta didik.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini