Beranda Opini Pendidikan Adalah Wadah untuk Berpolitik    

Pendidikan Adalah Wadah untuk Berpolitik    

Ilustrasi - foto istimewa suara.com

Oleh: Taska Nandhia Bhiaputri mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi Sultan Ageng Tirtayasa

Politik dan pendidikan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi dan berhubungan erat. Politik adalah aspek yang memberi warna dalam pendidikan dan pendidikan merupakan objek kekuatan politik yang sedang berkuasa.

Politik pendidikan pada dasarnya mencakup pemikiran, gagasan, pendekatan dan cara-cara yang ditempuh suatu bangsa dalam mendidik warga negaranya. Politik menjadikan pendidikan sebagai sarana sosialisasi, sedangkan pendidikan membutuhkan politik sebagai pengatur peraturan dalam lembaga pendidikan itu sendiri.

Fungsi dan Tujuan Sekolah

Sebelum itu, apakah arti sekolah? Menurut Wayne (Wayne, 2000:37) Sekolah adalah sistem interaksi sosial suatu organisasi keseluruhan terdiri atas interaksi pribadi terkait bersama dalam suatu hubungan organic. Sekolah adalah suatu lembaga atau tempat untuk belajar seperti membaca, menulis dan belajar untuk berperilaku yang baik.

Sekolah juga merupakan bagian integral dari suatu masyarakat yang berhadapan dengan kondisi nyata yang terdapat dalam masyarakat pada masa sekarang. Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sumber: https://www.studocu.com/id/document/universitas-muhammadiyah-sumatera-utara/psikologi-pendidikan/makalah-definisi-sekolah-dan-unsur-yang-melekat/47055869

Lantas, apa yang seharusnya menjadi tujuan sekolah? Tentu saja sekolah dibangun atas dasar harapan tinggi orang-orang. Sekolah harusnya menjadi tempat untuk mengembangkan potensi diri, mencari jati diri, dan menelusuri minat bakat yang dimiliki.

Fungsi dan tujuan pendidikan juga dapat dilihat dari Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Maka jelaslah lembaga pendidikan atau sekolah harusnya bisa mencerdaskan dan memajukan peradaban bangsa, bukan justru sebagai sarana bagi para petinggi dan penguasa negara untuk melaksanakan kepentingan negara yang bersifat rahasia.

Sumber: https://www.kai.or.id/berita/18532/tujuan-pendidikan-nasional-menurut-undang-undang-no-20-tahun-2003.html

Fungsi pendidikan adalah untuk melepaskan bangsa dari penderitaan dalam kebodohan yang merajalela dan mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, serta untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah bangsa yang tertinggal. Dan tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan, seperti pengetahuan beragama dan pengetahuan umum, hingga tumbuhlah kesadaran dari para siswa dan siswi untuk mengamalkan ajaran dalam sekolah.

Hubungan politik dengan pendidikan sebenarnya tidak selalu buruk, mengingat keduanya memang saling terhubung dan berkaitan. Namun, sekarang banyak lembaga pendidikan yang melakukan “bisnis”. Bisnis dalam dunia pendidikan yaitu perdagangan kertas penting yang biasa disebut ijazah, yang dapat dikatakan menguntungkan bagi pihak petinggi lembaga pendidikan dengan politikus. Mengapa ijazah disebut kertas penting? Karena ijazah dapat menjadi salah satu persyaratan untuk mengisi posisi tertentu di lembaga pemerintahan.

Bahkan untuk menjadi seorang PNS yang katanya abdi negara saja membutuhkan kertas penting tersebut sebagai salah satu cara untuk dapat mendaftar. Sebenarnya, penggunaan ijazah sebagai salah satu syarat diterimanya seseorang menjadi abdi negara atau menjadi seorang politikus tidak masalah, hanya saja proses dibalik cara mendapatkan ijazah tersebut yang perlu dipertanyakan. Karena, banyak yang mendapatkan ijazah lewat jalur ujian bohongan atau bahkan menyogok untuk mendapatkan ijazah secara instan. Maka muncul teori bahwa orang yang mempunyai uang dapat membeli apapun termasuk kekuasaan.

Ada banyak pihak yang menginginkan aspek pendidikan dan politik dipisahkan, agar tidak ada lagi lembaga pendidikan yang dimanfaatkan oleh kepentingan politik. Tetapi seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa aspek pendidikan dan politik akan selalu saling membutuhkan. Jika tidak ada pendidikan, maka tidak akan ada yang dapat menjalankan roda pemerintahan sebab untuk menjadi seorang penguasa pasti memerlukan pendidikan yang tinggi. Dan jika tidak ada politik, maka banyak lembaga pendidikan yang tidak mempunyai sarana dan prasarana pendukung karena tidak mempunyai pengelola keuangan negara.

Pemerintah berupaya menanamkan doktrin dan kesepakatan-kesepakatan negara melalui dunia pendidikan dengan cara yang tidak transparan atau tidak terdeteksi sehingga masyarakat yang memperoleh pendidikan tersebut tidak menyadari bahwa mereka telah menyepakati dan mendukung tujuan terselubung negara.

Kesimpulan

Pendidikan sebenarnya adalah wadah untuk berpolitik dan hal ini tidak dapat disanggah oleh pemerintah, dilihat dari seringnya campur tangan pemerintah terhadap lembaga pendidikan itu sendiri yang membuktikan bahwa pendidikan adalah alat untuk berpolitik.

Daftar Pustaka

John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992)

Wayne, dalam Soebagio Atmodiwiro (2000)

M. Sirozi, dalam Politik Pendidikan (2010)

Zanti Arbi, dalam Made Pidarta (1997)

Michael W. Apple, dalam Tilaar (2003)

Aziz Wahab, dalam Pendidikan Politik (1996)

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini