Beranda Pemerintahan Pemprov Nilai Data Bagian Penting Dalam Penurunan Stunting di Banten

Pemprov Nilai Data Bagian Penting Dalam Penurunan Stunting di Banten

Lokakarya Stunting, Strategi Pemanfaatan Data Stunting untuk Pengambilan Program Penurunan Angka Stunting di Provinsi Banten yang dilakukan oleh USAID-ERAT tahun 2023, Kamis (14/9/2023).
Lokakarya Stunting, Strategi Pemanfaatan Data Stunting untuk Pengambilan Program Penurunan Angka Stunting di Provinsi Banten yang dilakukan oleh USAID-ERAT tahun 2023, Kamis (14/9/2023).

SERANG – Pemanfaatan data menjadi salah satu strategi dalam mengambil sebuah kebijakan, salah satunya dalam menurunkan angka stunting atau gizi kronis di Provinsi Banten. Apalagi, penanganan stunting menjadi program strategis nasional menuju Indonesia Emas 2045.

Tentunya daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota akan mengikuti kebijakan dari pemerintah pusat khususnya dalam penanganan stunting. Untuk itu, strategi pemanfaatan data dalam mengatasi persoalan tersebut sangat penting.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Mahdani mengatakan, penanganan stunting di Provinsi Banten sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tahun 2021 tentang rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting Indonesia tahun 2021-2024, maka Pemprov Banten berkomitmen dalam mengoptimalkan aksi secara konvergen. Baik dari sisi pencegahan dan percepatan penurunan gizi kronis di ‘Tanah Jawara’.

“Tentunya, pencapaian target pencegahan dan percepatan penurunan stunting memerlukan sinergi seluruh pihak baik dari sisi kebijakan, perencanaan dan implementasinya. Salah satunya dengan strategi pemanfataan data,” kata Mahdani saat membuka Lokakarya Stunting, Strategi Pemanfaatan Data Stunting untuk Pengambilan Program Penurunan Angka Stunting di Provinsi Banten yang dilakukan oleh USAID-ERAT tahun 2023, Kamis (14/9/2023).

Mahdani menjelaskan, program USAID-ERAT merupakan program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat. Dimana, tujuan program tersebut agar warga Indonesia dapat menerima manfaat dari pemerintah daerah yang efektif melalui peningkatan kualitas pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik di daerah.

Diketahui, berdasarkan SSGI 2022, Provinsi Banten menjadi salah satu daerah yang memiliki jumlah balita stunting yang cukup tinggi yaitu 20 persen. Sementara target prevalensi stunting ditarget mencapai 14 persen pada 2024.

“Dalam rangka pengambilan kebijakan yang tepat untuk penurunan stunting, maka diperlukan basis data yang tidak hanya saja akurat tetapi juga dalam proses yang cepat dan efisien. Data tersebut juga bisa didapat dengan memanfaatkan teknologi informasi yang telah tersedia,” papar Mahdani.

Mahdani menerangkan, saat ini terdapat dua sumber data yang digunakan dalam penurunan stunting di Banten, yaitu data SSGI dan E-PPBGM.

“Kedua data itu digunakan untuk kepentingan yang berbeda, untuk SSGI digunakan dalam pengambilan kebijakan penurunan stunting secara makro, sedangkan data E-PPBGM dipakai secara langsung operasional di lapangan dalam intervensi. Dan yang pasti kedua data itu telah dilakukam sinkronisasi, agar tidak timbul persoalan yang signifikan,” terangnya.

Sementara, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten, Sitti Ma’ani Nina memaparkan, berdasarkan data e-Dasawisma yang bersumber dari data e-PPBGM dan data penanganan stunting per 14 September 2023, jumlah anak stunting di Banten mencapai 29.794 anak, dengan rincian yang sudah tertangani sebanyak 19.045 dan yang belum tertangani sebanyak 10.749.

“Secara database anak, per Februari 2023 jumlah anak stunting di Banten sebanyak 29.794 orang dengan rincian 17.146 laki-laki dan 12.648 perempuan, dengan prevalensi mencapai 20 persen. Sedangkan yang belum tertangani sebanyak 10.749, dan yang sudah tertangani sebanyak 19.045. Untuk estimasi prevalensi stunting sebesar 12,63 persen,” terang Nina saat menjadi narasumber dalam lokakarya tersebut.

Dikatakan Nina, berdasarkan pemutakhiran pendataan keluarga tahun 2022, dari 1.841.637 keluarga di Banten terdapat 532.580 atau 28,93 persen keluarga berisiko stunting. Lalu 63.700 atau 3,46 persen keluarga tidak mempunyai sumber air minum layak dan 240.402 atau 13,05 persen keluarga tidak mempunyai jamban.

“Data ini tersebar di delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten,” kata Nina.

Nina mengungkapkan, dalam penanganan stunting di Banten, Pemprov Banten telah menanggarkan dana sebesar Rp 1,241 triliun yang tersebar di sejumlah Organisasi Petangkat Daerah (OPD).

Sedangkan untuk rincian realisasi anggaran penanganan dibagi menjadi emlat kategori yaitu, realisasi intervensi sensitif mencapai 69,52 persen, realisasi anggaran intervensi spesifik mencapai 20,52 persen. Realisasi anggaran koordinasi, publikasi dan monitoring evaluasi (monev) 2 persen dan 7 persen anggaran belum terpakai dan akan digunakan untuk kegiatan selanjutnya. (ADV)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini