SERANG – Berbagai pihak mendukung pelaksanaan sekolah gratis karena akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan, paling tidak sampai jenjang menengah, juga bisa menutup peluang korupsi yang bersumber dari orangtua.
Spesialis Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ramah Handoko mengatakan, sekolah tanpa pungutan di Banten adalah langkah maju, sehingga KPK terutama dari sisi pencegahan akan memantau pelaksanaannya, sampai tingkat sekolah. “Karena pendidikan sudah dibiayai pemerintah, maka tidak ada alasan lagi bagi sekolah untuk melakukan pungutan,” kata mantan dosen Universitas Negeri Jakarta tersebut, Senin (6/8/2018).
Deny Surya Permana, Pegiat Koalisi Guru Banten (KGB) mengatakan, sebenarnya tak ada sekolah gratis, tapi memindahkan beban pembiayaan pendidikan yang sebelumnya ditanggung orangtua, menjadi dibiayai pemerintah melalui dana APBN dan APBD.
“Sementara orangtua yang mampu, masih bisa menyumbang untuk dunia pendidikan, saya pikir begitu juga konsep sekolah gratis yang sekarang ramai dibicarakan,” katanya.
Dasar hukum negara harus membiayai pendidikan warganya, menurut Deny, tercantum dalam Undang-Undang Pasal 31 ayat (2) yang menyatakan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Mewujudkan hal tersebut, pemerintah telah mengesahkan UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 34 ayat 2 UU Sisdiknas yang menyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
“Selanjutnya, agar pelaksanaan wajib belajar dapat dilaksanakan sampai tingkat provinsi, kabupaten dan kota, pemerintah juga telah memperkuat dasar hukum pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun melalui PP No. 47 tahun 2008 tentang wajib belajar,” kata Denny.
Dalam PP tersebut ditegaskan wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 7 ayat 4 dalam PP Wajib Belajar menyatakan Pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan untuk meningkatkan jenjang pendidikan wajib belajar sampai pendidikan menengah. “Kata dapat di atas dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan jenjang pendidikan warganya,” kata Deny.
Menurut Deny, peta jalan pendidikan tanpa pungutan sudah dilakukan pemerintah pusat, misalnya melalui Pendidikan Menengah Universal (PMU). Pemerintah juga memberikan skema pembiayaan lain agar setiap warga yang kurang mampu dapat mengakses pendidikan seperti melalui Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Sekolah. Biaya sekolah gratis bagi orang tua di Banten, pernah diterapkan oleh Cilegon dan Kota Tangerang, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.
“Ketika program pendidikan dan daerah bersambung, maka jadilah sekolah tanpa pungutan yang sekarang dilaksanakan di Provinsi Banten,” katanya.
Meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan berkualitas, merupakan salah satu dari lima agenda prioritas yang menjadi visi dan misi Gubernur Banten. Salah satu proram yang dilakukan, wajib belajar 12 tahun. Sejalan dengan upaya meningkatkan kualitas masyarakat Banten, karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2017), peningkatan kualitas pendidikan penduduk di Banten berjalan lambat. Tahun 2010, rata-rata penduduk Banten berusia di atas 25 tahun ke atas, bersekolah hanya kelas 2 SMP. Enam tahun kemudian (2016), hanya bertambah satu tahun, kelas 3 SMP (belum tamat).
“Seandainya, program sekolah tanpa pungutan di Banten, ditarik kembali maka kami akan mempertanyakan komitmen Gubernur dan Wakil Gubernur dalam meningkatkan akses dan kualitas pendidikan,” ujarnya.
Rudi Jaya Rana, guru SMA di Pandeglang mengatakan, program sekolah tanpa pungutan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Banten, telah banyak meringankan beban siswa. Para siswa bertambah bersemangat untuk belajar, karena orang tua mereka, tidak lagi memikirkan biaya sumbangan penyelenggaraan pendidikan.
“Program tersebut telah membantu meringangkan beban orangtua, dalam menyekolahkan anak-anak mereka,” katanya.
Ade Irawan, Koordinator ICW menyatakan, wajib belajar 12 tahun yang kini diselenggarakan Pemerintah Provinsi Banten sejalan dengan harapan masyarakat yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil. Seperti diketahui, sejumlah masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) tahun 2015, pernah mengajukan judical review pada Mahkmah Konstitusi tentang pelaksanaan wajib belajar 12 tahun, dan terus mendorong pelaksanaan wajib belajar 12 tahun di Indonesia. “Bukan hanya ICW, tapi Koalisi Masyarakat Sipil pasti akan memantau jalannya wajib belajar 12 tahun di Banten,” katanya.
Masyarakat Banten, menurut Ade, harus terus mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan pengawas sekolah, pengelolaan anggaran, pengelolaan guru, meningkatkan akses terhadap pendidikan seperti ketersediaan ruang-ruang kelas.
“Pemerintah bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi, akademisi dan masyarakat, dalam meningkatkan mutu pendidikan,” kata dia. (ink/red)