Oleh : Ahmad Yusdi
Anggota Klub Diskusi Majelis Qohwah Cilegon
Tanpa bermaksud menyudutkan pihak manapun pada proses hukum kasus dugaan pemerasan, penghasutan dan ancaman di proyek PT Chandra Asri Alkali (CAA) yang sedang berjalan di Polda Banten, Pemkot Cilegon nampaknya harus segera mengambil tindakan.
Masyarakat Cilegon mendukung sepenuhnya penanganan hukum yang dilakukan oleh Polda Banten, dan meminta kepada aparat untuk memberantas premanisme sampai ke akar-akarnya. Kasus yang menjerat Ketua dan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Cilegon ini dikhawatirkan akan merugikan masyarakat Cilegon ke depannya. Khususnya kalangan pengusaha, mengingat lembaga ini adalah wadah pembinaan bagi para pengusaha.
Oleh karenanya, Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon selaku representasi masyarakat harus segera melakukan langkah-langkah strategis guna memperbaiki iklim usaha di wilayah pemerintahannya.
PSN, Proyek Strategis Bagi Siapa?
CAA termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Menjadi pertanyaan besar bagaimana anak usaha milik orang terkaya di negeri ini, Prayogo Pangestu, menjadi pelaksana PSN. Karena PSN seperti dalam peraturannya memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Dan tujuan PSN itu sendiri adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Ironisnya, alih-alih merancang pembangunan dari bawah sehingga mampu menyerap kebutuhan khusus daerah, pemerintah di daerah diharuskan tunduk pada perintah pemerintah pusat demi PSN. Artinya, terjadi sentralisasi kebijakan.
Ada kesan yang ditangkap oleh kalangan pemerhati, peraturan PSN sengaja didesain untuk meniadakan ruang partisipasi publik maupun pemerintah daerah. Inpres Nomor 1 Tahun 2016 sekadar menempatkan aparatur negara sebagai pihak yang menerima instruksi dari Presiden. Begitu pula Perpres Nomor 3 Tahun 2016 yang membuat wewenang pengaturan tata ruang wilayah tidak lagi berada di tangan pemerintah daerah.
Regulasi-regulasi itu dibuat nir-partisipasi. Perpres dibuat tanpa melibatkan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan kata lain, melangkahi asas otonomi daerah. Pemerintah daerah dibuat hanya jadi pesuruh. Akrobat hukum semacam ini disebut legalisme otokratis: pemerintah memakai hukum untuk melegitimasi kebijakannya tanpa mempertimbangkan esensi keadilan.
Kebijakan Prioritas yang Seharusnya Dilakukan Pemkot Cilegon
Akan tetapi, ada celah bagi Pemda dalam proses evaluasi. PSN, berdasarkan Perpres 75/2014 j.o Perpres 122/2016 dilaksanakan bertahap, mulai dari pembahasan teknis yang dieskalasi hingga rapat tingkat menteri. Evaluasi melibatkan banyak stakeholder, termasuk pemerintah daerah sebagai representasi dari masyarakat.
Di dalam proses itu, Pemda bertanggung jawab untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan PSN, serta memastikan aspirasi masyarakat diakomodasi. Pemda juga memiliki peran dalam pengawasan dan evaluasi pelaksanaan PSN di wilayahnya, termasuk dalam hal kualitas proyek, penggunaan anggaran, dan dampak sosial serta lingkungan, berkoordinasi dengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Atas dasar itu Pemkot Cilegon sebenarnya masih memiliki kewenangan dan kebijakan dalam hal aspirasi masyarakat diakomodir dan dalam hal pengawasan dampak sosial serta lingkungan. Oleh karenanya, Pemkot harus segera membentuk Forum Komunikasi Investor Cilegon atau FKIC (Prof. Fauzi Sanusi: “Peran Proaktif Pemerintah Kota Cilegon dalam Menjaga Iklim Investasi dan Meningkatkan Keterlibatan Pelaku Usaha Lokal Secara Berkeadilan”; 2025)
FKIC bertujuan menjaga stabilitas iklim investasi yang kondusif dan bebas intimidasi; mendorong keterlibatan pelaku usaha lokal secara terstruktur, etis, dan profesional; membangun sistem komunikasi dan kemitraan investasi yang berkelanjutan; menjamin pendistribusian manfaat ekonomi dari investasi kepada masyarakat lokal.
Strategi Kebijakan FKIC
FKIC berada di bawah koordinasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Bappedalitbang; anggotanya terdiri dari unsur pemerintah, lembaga usaha formal, investor, dan akademisi. Adapun tugasnya menjadi forum aspirasi dan klarifikasi kemitraan lokal secara resmi, mengkomunikasikan prinsip kemitraan berbasis kompetensi, transparansi, dan non-intimidasi.
Sasaran yang ingin dicapai dari dibentuknya forum ini adalah untuk mewadahi investor dalam menyampaikan Rencana Peluang Kemitraan Lokal (RPKL) dan mengedukasi etika bisnis bagi pengusaha lokal tentang prosedur lelang, penyusunan dokumen, serta etika komunikasi investasi.
Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi acuan strategis dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi berbasis investasi dengan partisipatif pelaku usaha lokal yang mengedepankan profesionalisme. Pemkot sendiri berkomitmen untuk menjadi penengah yang adil, fasilitator yang aktif, dan pelindung bagi iklim usaha yang sehat dan berkelanjutan. (*)