Beranda Pemerintahan Kepala BPKAD Banten Klaim Penyusunan APBD 2021 Sesuai Aturan

Kepala BPKAD Banten Klaim Penyusunan APBD 2021 Sesuai Aturan

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti

SERANG – Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti memastikan penyusunan APBD 2021 tak melanggar aturan. Hal itu menjawab tudingan jika penyusunan APBD diduga mal adminstrasi.

Dijelaskan Rina,  proses perencanaan dan penyusunan APBD sudah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan Perda (peraturan daerah), sehingga penerimaan daerah yang terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan termasuk di dalamnya penerimaan pinjaman daerah merupakan rencana dan target penerimaan daerah yang telah dibahas dan disetujui bersama antara kepala daerah dan DPRD,” jelas Rina, Rabu (31/3/2021).

Lebih lanjut, Rina menuturkan, demikian halnya dengan pengeluaran daerah yang terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan merupakan rencana pengeluaran daerah yang telah dibahas dan disetujui bersama antara kepala daerah dan DPRD.

Terkait pinjaman daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten ke PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Rina mengungkapkan, hal itu juga sudah sesuai mekanisme. Dirinya menegaskan, kegiatan pembangunan Pemprov Banten pada Tahun 2021 tentu harus sesuai dengan APBD 2021 yang telah disetuji bersama eksekutif dan legislatif.

“Terkait pinjaman ke PT. SMI Persero, dalam proses pinjaman ini (kami) mengikuti semua aturan yang ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2020 tentang perubahan atas PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi Covid- 19 dan atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 105/PMK.07/2020 tentang pengelolaan pinjaman PEN untuk pemerintah daerah, dan perjanjian kerjasama antara pemerintah daerah Provinsi Banten dan PT. SMI Persero Nomor: 577/PKS.05-HUK/VIII/2020, Nomor: PERJ-094/SMI/0820 tanggal 3 Agustus 2020 tentang pinjaman PEN, yang sudah mencantumkan rencana penggunaan pinjaman untuk tahun anggaran 2020 dan tahun anggaran 2021,” paparnya.

“Sementara terkait dengan terbitnya PMK Nomor 179/PMK.07/2020 Tentang perubahan atas PMK Nomor 105/Pmk.07 /2020 tentang pengelolaan pinjaman PEN untuk pemerintah daerah diketahui setelah Perda APBD 2021 ditetapkan. Pemprov Banten menggunakan fasilitas Pinjaman PEN Daerah yang diberikan pemerintah pusat untuk pemulihan ekonomi di daerah melalui PT SMI. Dimana komposisi pinjaman tersebut, yakni Rp856 miliar masuk dalam APBD Perubahan 2020 dan Rp 4,1 triliun untuk digunakan di Tahun 2021,” sambungnya.

Fasilitas pinjaman tersebut, menurut Rina, berdasarkan perjanjian kerjasama pinjaman PEN yang ditandatangani melaui video conference oleh Direktur Utama PT SMI Edwin Syahruzad  dan Gubernur Banten, Wahidin Halim serta dihadiri oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI, Astera Primanto Bhakti, dan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI,  M. Ardian Noervianto pada 3 Agustus 2020 lalu.

“Pemprov Banten merupakan pemerintah daerah ketiga, setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat yang mendapat pinjaman program PEN Daerah yang disalurkan melalui PT SMI. Dana pinjaman ini akan digunakan oleh Pemprov Banten untuk membiayai pembangunan di bidang pendidikan seperti sarana dan prasarana sekolah umum dan berkebutuhan khusus, kesehatan seperti program peningkatan layanan pembangunan sarana kesehatan, dan infrastruktur dimana di dalamnya untuk peningkatan dan pembukaan jalan atau jembatan baru untuk membuka akses kepada masyarakat serta peningkatan kualitas sumber daya air, ketahanan pangan dan infrastruktur sosial peningkatan atau perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH),” ujarnya.

Rina memastikan kembali bahwa pinjaman daerah kepada PT. SMI Persero untuk PEN di daerah sudah sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku.

“Seluruh administrasi dan program yang dicanangkan sangat dijaga agar bisa memberikan manfaat optimal bagi pemulihan ekonomi daerah serta masyarakat. Pemprov Banten telah mengajukan pinjaman ke PT. SMI Persero senilai Rp4,99 triliun. Usulan itu dilayangkan ke Kementerian Keuangan RI melalui Surat Gubernur Banten Nomor : 900/1424-BPKAD/2020 tertanggal 4 Agustus Tahun 2020,” kata Rina.

Sementara, Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Ikhsan Ahmad menduga adanya mal administrasi pada APBD Provinsi Banten 2021. Dirinya menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berani memasukan dana pinjaman sebesar Rp4,1 triliun dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebelum adanya kesepakatan.

“Bahwa sesuai dengan keterangan dari PT SMI, dimana pinjaman 2021 belum adanya perjanjian atau kesepakatan antara PT SMI dengan Pemprov Banten. Namun Pemprov Banten sudah memasukan dana pinjaman sebesar 4,1 T tersebut kedalam APBD Banten 2021. Artinya Pemprov Banten melalui TAPD berani memasukan dana pinjaman kedalam APBD yang belum adanya kesepakatan atau kerjasama. Hal ini mengakibatkan diduga adanya mal administrasi dalam APBD Tahun 2021,” ujar Ikhsan.

Dikatakan Ikhsan, adanya dugaan maladministrasi dalam APBD 2021 jelas ini akan dapat membatalkan proyek-proyek target rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Banten 2017-2022 khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

“Target kinerja RPJMD merupakan amanat Perda, dan yg lebih penting hasil kinerja RPJMD adalah hak rakyat Banten untuk mendapatkan layanan infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan lain-lain dari APBD Provinsi,” katanya.

Selain itu, lanjut Ikhsan, target pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah juga terancam gagal total. Hal itu akibat kesalahan dalam menghitung sumber-sumber pendapatan termasuk pinjaman PEN dari PT SMI sehingga kegiatan yang berorientasi pada pemulihan dan penyelamatan ekonomi rakyat akan terkoreksi atau direcofusing.

“Hal itu juga akan berakibat lunturnya kepercayaan rakyat terhadap Pemprov Banten baik eksekutif maupun legislatif. Karena penetapan Perda tidak didasari kaidah-kaidah keuangan yg akuntabel,” paparnya.

“Ketidakcermatan dalam proses mengakibatkan hilangnya hak rakyat terhadap peningkatan akses layanan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan,” sambungnya.

Menurut Ikhsan, mengenai polemik pinjaman PT. SMI yang diambang kegagalan bukan hanya kesalahan eksekutif, tetapi juga legislatif pun harus disalahkan. Karena dalam persetujuan APBD Provinsi Banten 2021 itu merupakan melalui pembahasan dan persetujuan dari pihak legislatif.

“Disini dapat kita lihat betapa amburadulnya dan cerobohnya proses perencanaan anggaran yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif Provinsi Banten, yang dapat mengakibatkan dampak signifikan terhadap pemenuhan hak-hak rakyat Banten,” pungkasnya.

Sebelumnya, Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) meminta komitmen pemerintah pusat kembali ke perjanjian awal perihal pinjaman PemprovBanten senilai Rp4,9 triliun  dari PT. SMI tetap tanpa bunga. Diketahui dalam perjalanannya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengeluarkan PMK Nomor 179 Tahun 2020 tentang perubahan PMK Nomor 105 tahun 2020 tentang pinjaman pemerintah daerah untuk PEN di daerah. Dimana dalam ketentuan yang baru, dana pinjaman dikenakan bunga.

Mengenai pembebanan bunga, WH mengatakan, jika pemerintah pusat meminta bunga 6 persen.

“Kita maunya kembali ke perjanjian pertama. Karena kita dulu mau (karena) gratis, tanpa bunga,” kata WH, Selasa (30/3/2021).

(Mir/Red)

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini