SERANG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menungkapkan kerugian negara dalam kasus korupsi sampah di DLH Tangsel mencapai Rp21,682 miliar.
Kasus itu juga menyeret Kepala DLH Tangsel, Wahyunoto Lukman dan beberapa pihak lainnya. Kejati menyebut perhitungan itu berdasarkan hitungan tim audit dari kantor akuntan publik.
“Nilai kerugian keuangan Negara sebesar Rp 21.682.959.360.00 (dua puluh satu milyar enam ratus delapan puluh dua juta sembilan ratus lima puluh sembilan tiga ratus enam puluh rupiah),” kata Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/7/2025).
Angka tersebut cukup jauh dari nilai kontrak pekerjaan jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah tersebut yang besarannya mencapai Rp75 miliar.
Saat ditanya mengenai apakah ada aliran dana kepada keempat tersangka yang beberapa di antaranya merupakan pegawai DLH, Rangga belum mau menjawab.
Ia hanya mengatakan sejauh ini, perkembangan kasus tersebut masih tahap pelimpahan berkas ke jaksa peneliti. Jika sudah lengkap, maka selanjutnya pelimpahan para tersangka dan penyusunan dakwaan untuk segera disidangkan.
“Masih tahap I lalu jumlah saksi yang diperiksa masih sama seperti terakhir, sekitar 51,” imbuhnya.
Diketahui sebelumnya, Kejati telah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut. Dari unsur pemerintah, yaitu Kepala DLH Tangsel Wahyunoto Lukman, mantan staf DLH Tangsel Zeky Yamani, dan Kabid Kebersihan DLH Tangsel Tb Apriliadhi.
Sementara satu tersangka lainnya adalah Direktur PT Ella Pratama bernama Syukron Yuliadi Mufti.
Syukron ditengarai bersekongkol dengan Kepala DLH Tangsel, Wahyunoto Lukman sebelum penentuan pemenang penyedia proyek tersebut agar perusahaannya menang. Setelah terpilih menjadi penyedia, PT EPP juga tidak melaksanakan satu item pekerjaan yang tertuang dalam kontrak.
Penyidik juga menemukan fakta bahwa ada persekongkolan pembentukan CV Bank Sampah Induk Rumpintama (BSIR). Pembentukan BSIR melibatkan Agus Syamsudin selaku direktur, Syukron, dan Wahyunoto.
Dalam praktiknya, PT EPP tidak mengerjakan kontrak pekerjaan, malahan perusahaan yang melakukan pengelolaan dan pengangkutan sampah yaitu CV BSIR, PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, dan PT SKS.
Karena tidak memiliki kapasitas dalam mengerjakan kontrak kerja, PT EPP kemudian hanya membuang sampah begitu saja ke lahan kosong dengan sistem open dumping.
Sampah di Kota Tangsel bahkan dibuang ke lahan pribadi seluas kurang lebih 5.000 meter persegi milik Wahyunoto. Lahan itu terletak di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Selain dibuang ke lahan pribadi, sampah dibuang juga ke daerah lain seperti di Desa Gintung dan Desa Jatiwaringin, Kabupaten Tangerang, serta Cilincing, Kabupaten Bekasi.
Penulis : Audindra Kusuma
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd