Beranda Hukum Jaksa Agung Tuntut Kinerja Kejaksaan yang Berintegritas dan Profesional

Jaksa Agung Tuntut Kinerja Kejaksaan yang Berintegritas dan Profesional

Jaksa Agung RI, Burhanuddin. (Ist)

JAKARTA – Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin menegaskan bahwa integritas dan profesionalisme harus sudah menjadi standar minimum yang harus dimiliki oleh setiap insan Adhyaksa. Tidak bosan, ia menyatakan bahwa dirinya tidak membutuhkan jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral, maupun jaksa yang cerdas tapi tidak berintegritas.

“Oleh karena itu saya tekankan kepada seluruh insan Adhyaksa bahwa integritas bukan hanya sebuah tagline semata, integritas harus dilaksanakan baik melalui ucapan, tingkah laku dan tindakan nyata,” ujar Jaksa Agung dalam rilis Kejaksaan Agung RI kepada BantenNews.co.id, Minggu (28/11/2021).

Menurut Jaksa Agung, integritas adalah segala tindakan yang menggambarkan kejujuran dan kewibawaan seseorang dalam menjalankan tugasnya. Integritas sendiri dapat dilihat dari mutu, sifat, dan keadaan seseorang, sehingga seseorang yang memiliki integritas sangat bisa diberi kepercayaan karena selalu bertindak transparan, konsisten, bertanggung jawab, dan objektif.

“Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan, pengetahuan, keterampilan, bisa dilakukan dengan ditunjang dengan pengalaman, selain itu profesionalisme adalah roh yang menggerakkan, mendorong, mendomisasi dan membentengi seseorang dari tendensi penyimpangan serta penyalahgunaan kewenangannya baik secara internal maupun eksternal,” katanya.

“Serta tingkatkan pengawasan melekat secara intensif kepada setiap anggotanya, karena apabila anggota saudara melakukan perbuatan tercela, maka akan dievaluasi hingga 2 (dua) tingkat ke atas, sebagaimana telah saya sampaikan dalam Surat Jaksa Agung Nomor: R-95/A/SUJA/09/2021 tentang Peneguhan Komitmen Integritas,” tegas Jaksa Agung.

Jaksa Agung mengingatkan, sudah banyak pegawai yang ditindak serta dipidanakan karena telah menggadaikan integritas dan martabat institusi. Penindakan itu bermaksud untuk memberikan efek jera lantaran sikap dan perilaku jaksa yang dinyatakan telah mencoreng doktrin Tri Krama Adhyaksa.

Dicontohkan, profesionalitas seorang jaksa terlihat dari cara memprediksi dan membagi waktu penanganan perkara, baik itu perkara Pidum maupun perkara Pidsus. Sehingga seharusnya tidak ada alasan bagi jaksa untuk menunda agenda sidang pembacaan tuntutan. Karena sejatinya tidak ada alasan penundaan sidang selain karena hal teknis, seperti tidak dapat hadirnya saksi atau ahli mengikuti persidangan.

“Untuk itu saya tidak mau lagi mendengar ada penundaan sidang pembacaan tuntutan, terlebih dengan alasan rentut belum turun dari pimpinan.
Saya ingatkan kepada kepala satuan kerja untuk mencermati hal ini, karena penundaan tersebut dapat mengindikasikan adanya potensi perbuatan tercela dan saya tidak segan untuk mengevaluasi jika masih ada jaksa yang menunda sidang pembacaan tuntutan tanpa ada alasan yang sah,” tandasnya.

Dirinya juga menegaskan agar mengedepankan penggunaan hati nurani dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan seperti yang telah ia tuangkan dalam poin 2 perintah harian Jaksa Agung pada peringatan HBA ke-61 yang lalu. Dimana arti penting dan tujuannya adalah penegakan hukum yang dilakukan bukan hanya memenuhi nilai kepastian untuk mencapai keadilan, namun juga kemanfaatan dari penerapan hukum itu sendiri untuk mencapai keadilan yang hakiki.

Restorative Justice lahir, karena saya ingin kehadiran jaksa di tengah masyarakat tidak hanya memberikan kepastian dan keadilan, tetapi juga kemanfaatan hukum. Penegakan hukum harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena hukum ada untuk menjawab kebutuhan masyarakat, sehingga apabila penegakan hukum dipandang tidak memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, maka itu sama dengan hukum telah kehilangan rohnya,” katanya.

Jaksa Agung RI menyampaikan, salah satu contoh penegakan hukum yang tidak mampu menyerap rasa keadilan yang tumbuh di dalam masyarakat adalah kasus yang baru-baru ini terjadi di Kejaksaan Negeri Karawang, dimana tuntutan Jaksa tersebut nampak sekali telah mengabaikan rasa keadilan dan kemanfaatan sehingga menimbulkan kegaduhan.

“Saudara sekalian tentunya terkejut dengan langkah ekstrem yang saya lakukan, mulai dari tindakan eksaminasi, mencopot Aspidum, menarik penanganan perkara, dan menuntut bebas. Perlu saudara sekalian ketahui bahwa tindakan itu terpaksa saya ambil, karena jaksa-jaksa saya di bawah ternyata tidak profesional dan tidak peka. Harus diingat bahwa atribut kewenangan yang ada pada kalian adalah pendelegasian kewenangan dari saya, yang sewaktu-waktu bisa saya cabut manakala kalian saya nilai tidak cakap dalam mengemban tugas dan kewenangan itu,” tutupnya.

(Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini