
SERANG – Kasus pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan Mulyana (22) terhadap kekasihnya SA (19) di Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Serang, masih jadi perbincangan publik. Mulyana diduga tega menghabisi nyawa pacarnya karena panik saat SA mengaku hamil.
Berbicara mengenai aspek psikologi, Tia Rahmania selaku pengurus Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Provinsi Banten mengatakan, faktor pemicu seseorang bisa melakukan kekerasan hingga menyebabkan kematian memiliki banyak hal.
Emosi marah, kata Tia, jadi salah satu faktor yang bisa membuat seseorang tidak menggunakan logika dan rasionalitasnya. Akibat selanjutnya adalah perilaku kekerasan yang konsekuensinya tidak sempat dipikirkan oleh pelaku.
“Sehingga terjadilah kekerasan yang menyebabkan sampai pada konteks kematian. Ini efek emosi yang ga bisa dikontrol oleh seseorang,” kata Tia kepada wartawan, Selasa (22/4/2025).
Selain faktor emosi, norma budaya di lingkungan seseorang bisa berpengaruh terhadap perilaku. Orang yang di lingkungannya kerap memandang perempuan lemah, cenderung bersikap patriarkis dengan melihat perempuan sebagai subordinat.
“Secara fisik juga perempuan kan berbeda dengan laki-laki. Sehingga ketika emosi, kemarahan bercampur jadi satu, jadi saat terjadi perkelahian pasti yang lebih diuntungkan adalah laki-laki karena fisiknya,” jelasnya.
Tia juga menuturkan, pendidikan seseorang bisa jadi salah satu penentu kestabilan emosi. Orang yang pendidikannya baik, terbiasa untuk berpikir panjang dan memikirkan setiap konsekuensi perbuatannya.
“Seseorang yang well educated itu dipaksa, didorong sejak awal untuk berpikir panjang. Apa efek dan dampaknya terhadap apa yang dilakukan,” imbuhnya.
Dari keterangan polisi, Mulyana disebut melakukan kebohongan dengan mengajak korban pergi untuk makan bakso, dilanjutkan dengan membeli obat untuk menggugurkan kandungan ke suatu tempat di Desa Gunungsari. Tapi ternyata di sana, Mulyana malah menghabisi nyawa korban.
Kebohongan yang dilakukan Mulyana itu, menurut Tia merupakan bentuk perencanaan. Tapi untuk menyebut apakah Mulyana seorang psikopat atau memiliki kelainan jiwa, hal tersebut perlu dilakukan pengumpulan informasi yang lebih banyak.
“Harus ada asesmen yang lebih detail terkait hal tersebut,” tuturnya.
Mengenai usia Mulyana yang masih tergolong muda, yaitu 22 tahun, Tia menjelaskan batasan umur dewasa di tiap negara itu berbeda. Di Indonesia kata dia umur 23 tahun masih digolongkan sebagai remaja.
Sedangkan di Amerika Serikat, umur 22 tahun sudah dikategorikan sebagai dewasa. Seseorang yang sudah dewasa, biasanya bisa mengambil keputusan dengan logika dan rasionalitas yang baik.
“Masih remaja maka impulsivitasnya itu tinggi, impulsivitas itu berperilaku tanpa pikir,” ucapnya.
Penulis : Audindra Kusuma
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd