Beranda Opini Impor Beras  dan Solusi Jangka Panjang

Impor Beras  dan Solusi Jangka Panjang

Ilustrasi bongkar muat beras impor - foto istimewa nusabali.com

Oleh : Sugiyarto.S.E.,M.M, Dosen  Fakultas  Ekonomi  Universitas Pamulang

 

Menurut BPS produksi  beras   di negara  kita   pada  bulan Mei  2021  nanti di perkirakan  mencapai 17.5 juta ton. Jumlah ini tidak termasuk  stok  beras pada  kahir bulan  Desember 2020  sebesar 7,3 juta ton.  Sementara   kebutuhan dalam negeri  selama  tahun 2021  di perkirakan mencapai 12,3  juta  ton.

Artinya dengan   data tersebut di atas   Indonesia tidak perlu melakukan import beras   dari  luar  negeri  Permasalahan import beras setiap tahun  menjadi perbicangan  hangat   di  media  cetak dan online.

Sehingga masyarakat semakin paham dengan permsalahan yang  sebenarnya serta   mendapatkan banyak informasi secara baik terkait permasalahan beras di dalam  negeri.

Secara tidak langsung masyarakat  bisa memberikan penilaian bagaimana  para pengambil kebijakan  bangsa ini dalam menjalankan fungsi koordinasi lintas lembaga  sangat  memprihatinkan.

Kebijakan apapun yang akan  di ambil  oleh para pemimpin   seharusnya mengacu   pada sumber  data  dari lembaga   terkait yang berhubungan secara langsung dengan kementrian dan lembaga yang mengurus kebutuhan beras dan  stok beras  nasional   sebagai dasar  untuk mengambil  keputusan.

Lahan pertanian  bisa   di hitung  dengan data  yang ada,  musim panen  raya waktunya juga bisa  di prediksi, musim paceklik juga bisa  di prediksi, pengadaan subsidi pupuk bisa di perhitungankan dengan jumlah petnai dan luas  lahan pertanian yang  ada.

Khusus  daerah  pertanian yang mengalami gagal  panen karena bencana  banjir setiap tahun juga sudah di bisa predeksi.

Menjaga kebutuhan pangan dalam jangka panjang pada  dasarnya menjadi  tugas pemerintah adalah sehingga  menjaga  pasokan beras  mencukupi untuk memenuhi  kebutuhan  konsumsi   rakyat.

Beras adalah makanan pokok  masyarakat Indonesia  jika   harga beras terlalu tinggi  tentu  akan menjadi beban  bagi  masyarakat  yang kurang mampu, kalaupun pemerintah  akan memberikan subsidi  atau bantuan sosial  tentu  hal ini  juga   akan menjadi  beban  APBN  yang  pada akhirnya   akan kembali  menjadi beban  masyarakat  melalui   kenaikan pajak.

Kalau  kita  bicara  tentang pasar, sebenarnya  kebutuhannya beras   sangat jelas sementara  lahan  untuk bercocok   tanam  padi juga sangat luas, walupun sebagian sudah beralih fungsi namun usaha pemerintah untuk membangun lumbung pangan perlu kita hargai sebagai bentuk tanggung  jawab  negara  terhadap rakyat.

Yang tidak kalah penting bagaimana pemerintah melakukan antisipasi tersebut di lakukan pada saat   dimana para petani mulai menjual lahan pertanian mereka sehingga usaha pembukaan lahan baru, namun juga terjadi berkurangnya lahan pertanian yang sudah ada., sementara pertumbuhan penduduk  terus  berkembang,   sehingga  tidak  berbanding lurus  antara   permintaan  dan penawaran  beras  di dalam  negeri.

Keputusan  untuk melakukan  import  adalah  solusi  dalam  jangka  pendek, sementara beras  adalah permasalahan  kebutuhan   pokok   yang sudah pasti, sehingga   di butuhkan pasokan beras   yang pasti untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Bagi para  pengusaha  besar atau importir tentunya beda cara berfikir  dengan para  pemimpin  negara   yang lebih  mementingkan keamanan dan kepentingan  nasional  dalam jangka panjang termasuk  bagaimana   menyediakan stok  beras  yang cukup  dengan memperbaiki proses  dari hulu   sampai hilir.

Beda  dengan cara berfikir   seorang pedagang,  bagi mereka  keuntungan  adalah prioritas pertama, jika   ada  cara   yang lebih cepat untuk  mendapatkan  keuntungan, kenapa  harus melalui proses  panjang yang  hasilnya belum tentu  menguntungkan.

Lahan   sempit yang di miliki  oleh sebagian besar petani di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab proses  produksi   tidak   efesien yang membuat  petani tidak tertarik untuk menjadi petani  karena  biaya    dan tenaga  yang mereka  keluarkan  tidak  sebanding dengan kentungan  yang mereka  peroleh. Petani setiap tahun  menghadapi permasalahan subsidi harga dan distribusi pupuk  yang selalu terjadi  setiap tahun  pada musim tanam  padi.

Generasi  kedua para  petani juga   tidak  tetarik untuk  menjadi  petani dan  meneruskan usaha  orang tua mereka, karena mereka tumbuh dan berkembang dengan lingkungan modern yang serba tersedia dengan cepat  sehingga pola  berfikir mereka  lebih ke arah  industry modern walupun  mereka  tumbuh dari keluarga petani.

Para  peminpin bangsa ini  bisa mengambil contoh yang  baik dari   pemimpin sebelumnya pada zaman  order  baru, bagaimana mereka bisa melakukan  pendekatan kepada    petani  secara  langsung . Cara   seperti ini ternyata efektif dan  mampu  membuat   petani   merasa  bangga   bahwa  dirinya mendapatkan perhatian khusus walupaun seorang  petani.

Pendekatan pemimpin  dengan cara tersebut ternyata bisa membuat diri  seorang petani  termotivasi dan bangga  serta  merasa  di hargai peran mereka  sebagai warga negara  dalam membangun bangsa dan negara dengan  menjaga  pasokan   beras   secara   baik.

Sebenarnya kita  sudah  memiliki banyak pengalaman   yang tidak  baik  seperti ini. Dan kita bisa mengambil contoh kebutuhan bahan  bakar  minyak yang kita  gunakan  untuk  kendaraan   yang  dahulu bisa   di penuhi   dari dalam negeri,   sekarang  sudah   tergantung   import   dari luar negeri . Dari  tahun ke  tahun import  BBM    semakin besar  dan  tentu ini  akan menjadi  beban keuangan negara  serta membuat   defisit  APBN    semakin  melebar.

(***)
 

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini