Beranda Pemerintahan ICW Catat 4 Titik Masalah Penyaluran Bantuan Covid-19

ICW Catat 4 Titik Masalah Penyaluran Bantuan Covid-19

Ilustrasi - foto istimewa kumparan.com

SERANG – Pemerintah menggelontorkan anggaran untuk membantu masyarakat terdampak Covid-19. Bantuan itu bersumber dari pusat, pemerintah daerau, hingga dana desa.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada empat masalah pokok dalam penyaluran bantuan ini. Almas Sjafrina, peneliti ICW menyebut, masalah pertama asalah terkait pendataan. Menurutnya, data yang digunakan dalam penyaluran jaring pengaman sosial (JPS) ini bukan data terbaru sehingga diduga berpotensi adanya data ganda dan tidak tepat sasaran. “Jika datanya tidak valid maka ada kemungkinan bantuan itu tidak tepat sasaran,” ujarnya saat menjadi pembicara pada webinar yang digelar Banten Bersih bersama ICW, Minggu (21/6/2020).

Masalah lain, lanjut Almas, asalah asanya penyalahgunaan dan politisasi bantuan. Menurutnya, bantuan JPS berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan pilkada karena saat ini beberapa darah akan melaksanakan pilkasa. “Misalnya bantuan dipasangi gambar kandidat. Memang masyarakat tidak secara langsung dirugikan, namun ini menguntungkan bakal calon tertentu. Penyalahgunaan lainnya adalah pemotongan. Memang pemotongannya bukan untuk dikorupsi tapi untuk dibagikan kepada yang belum dapat JPS. Pertanyaannya apakah itu sudah lewat musyawarah atau tidak? ini juga perlu diwaspadai,” ungkapnya.

Almas menambahkan, permasalah ketiga adalah terkait transparansi danbakuntablitas. “Banyak warga tak tahu mereka terima bansos apa dan berapa jumlahnya karena jumlah bansos pada pandemi ini banyak jenisnya dan jumlahnya berbeda-beda. Dengan transparansi ini warga bisa kroscek secara mandiri.
Permasalahan terakhir adalah pengawasan dan tindak lanjut laporan warga,” ungkapnya.

Mejurut Almas, pengawasan ini perlu dilakukan karena sekarang  korupsi di sektor desa masuk 5 besar. “Jika tidak diawasi, dana desa berpotensi korupsi besar. Memang nominal dana yang dikorupsi kecil-kecil, namun menyebar dan merata di banyak desa. Aktornya tidak hanya aparat desa, tapi juga ada kolega, aparat hukum, dan masyarakat baik individu atau LSM,” ujarnya.

Adam Alfian, juru bicara Banten Bersih menilai  belum ada keseriusan dari pemerintah dalam mencegah korupsi dalam penyaluran bansos, termasuk di tingkat desa. “Untuk mencegah potensi penyalahgunaan dana desa, bisa dimulai dengan membuka data penerima bansos agar masyarakat bisa bersama-sama memantau,” ujarnya.

Sementara itu, Hery Suhendar Ardiansyah, Ketua Forum Sekdes Pandeglang menyatakan bahwa aparat desa harus berjibaku agar bantuan untuk warga bisa tepat sasaran.

“Desa melakukan update data, tidak mengandalkan data yang dikirimkan pusat. Karena yang tahu kondisi di desa ya orang di desa,” ujarnya.

Ia mengatakan, supaya tidak ada penerima ganda pihaknya melakukan musyqlawarah desa khusus (musdesus) dengan melibatkan berbagai pihak, tokoh masyarakat, ulama, pemuda, RT/RW. “Mereka bawa data dan dicocokan dengan data yang ada di pemerintah desa. Aparat desa memegang 4 basis data penerima, yakni penerima PKH, JPS pusat, bantuan pemprov,” ujarnya.

(ink/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini