SERANG – Dunia pendidikan di Kota Serang kembali tercoreng oleh dugaan kasus pelecehan seksual yang menyeret salah satu guru di SMAN 4 Kota Serang. Kasus ini menjadi perhatian publik setelah sejumlah unggahan viral di media sosial mengungkap dugaan pelanggaran berat di lingkungan sekolah, mulai dari pelecehan seksual, praktik pungutan liar, hingga intimidasi terhadap siswa.
Terungkap Lewat Media Sosial
Kasus ini mencuat ke permukaan melalui unggahan akun Instagram @savesmanfourkotser pada pertengahan Juli 2025. Akun tersebut membagikan testimoni anonim yang menyebut adanya praktik pelecehan seksual oleh oknum guru terhadap siswi. Tak hanya itu, akun tersebut juga menyinggung adanya pungutan liar, intoleransi, dan intimidasi dalam kegiatan belajar-mengajar.
Unggahan tersebut memicu respons luas dari publik, alumni, dan aktivis perlindungan anak. Pada 21 Juli 2025, ratusan siswa dan alumni SMAN 4 Kota Serang menggelar aksi demonstrasi di depan sekolah, menuntut keadilan bagi korban dan penindakan terhadap pelaku.
Langkah Kepolisian dan Investigasi Dinas Pendidikan
Menanggapi desakan publik, Polresta Serang Kota melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) langsung membuka penyelidikan. Hingga kini, satu korban telah resmi melaporkan kejadian tersebut, meskipun diduga jumlah korban bisa lebih dari satu. Polisi menyatakan telah menemukan indikasi adanya unsur pelecehan seksual dalam kasus ini.
Di sisi lain, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten bersama Inspektorat Banten juga membentuk tim investigasi internal. Fokus mereka tidak hanya pada aspek dugaan kekerasan seksual, tetapi juga menelusuri kemungkinan adanya pelanggaran tata kelola sekolah.
Komnas Anak Mengecam Penyelesaian Damai
Kasus ini juga mendapat sorotan tajam dari Komnas Perlindungan Anak. Ketua Komnas Anak Banten menyayangkan keputusan awal pihak sekolah yang mencoba menyelesaikan kasus secara kekeluargaan, tanpa menempuh jalur hukum. Menurut Komnas Anak, hal itu bertentangan dengan Pasal 23 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang menyebutkan bahwa penyelesaian kekerasan seksual harus melalui proses hukum yang sah.
Komnas Anak pusat bahkan meminta pemerintah daerah untuk segera menonaktifkan guru terduga pelaku dan memastikan bahwa tidak ada lagi korban yang bungkam karena takut intimidasi.
Tanggapan Pemerintah Provinsi Banten
Menanggapi situasi ini, Gubernur Banten Andra Soni menyampaikan permintaan maaf terbuka dalam peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2025. Ia mengakui bahwa pengawasan terhadap institusi pendidikan belum optimal dan berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan sekolah.
Pemerintah Provinsi Banten juga telah menonaktifkan tiga guru dari aktivitas sekolah selama proses investigasi berlangsung. Salah satu guru tersebut, yang diduga terlibat dalam pelecehan, tidak lagi diberi jam mengajar pada tahun ajaran 2025/2026.
Dukungan untuk Korban dan Harapan Masyarakat
Pemprov melalui Dindikbud dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) akan memberikan pendampingan psikologis dan bantuan hukum bagi korban. Masyarakat luas berharap kasus ini menjadi momentum perbaikan sistem perlindungan anak di sekolah dan memperkuat keberanian siswa untuk melaporkan segala bentuk kekerasan.
Tim Redaksi