SERANG – Gubernur Banten Wahidin Halim menyatakan bahwa untuk membangun daerah yang memiliki nilai budaya dan kearifan lokal yang tinggi seperti Banten, membutuhkan kepekaan dalam merasakan segala hal yang menjadi kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Oleh karenanya, ia terus melatih seluruh bawahannya dengan berbagai cara agar dapat bekerja dan melaksanakan pelayanan dengan sepenuh hati dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
“Saya sering bertanya ke kepala-kepala dinas, rumah kamu di mana? Kalau kamu berangkat kerja melewati jalan berlubang di sebelah kanan nggak? Dia jawab nggak lihat, saya suruh besok dia berangkat kerja perhatikan lagi jalannya dan bener besoknya dia laporan membenarkan bahwa ada jalan yang berlubang di sebelah kanan. Nah itu maksud saya, kalau dia tahu apa yang terjadi di sekitarnya, apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, dia akan tahu apa yang harus dia kerjakan,” tutur Wahidin melalui rilis, Sabtu (20/4/2109).
Menurut Gubernur, membangun dengan rasa itu juga diterapkannya ketika merevitalisasi Kawasan Banten Lama. Meskipun sejumlah pihak menunjukkan penolakan, namun ia bersikukuh ingin membangun kembali peradaban di Kawasan Banten Lama yang sebelumnya kumuh dan kotor, menjadi lebih bersih, teratur, indah dan memiliki daya tarik. Sehingga menciptakan kenyamanan bagi setiap masyarakat yang mengunjunginya.
“Saya waktu mau bangun Banten Lama bilang, jangan halangi saya untuk membangun. Karena saya nggak masalah kalaupun harus meninggal dalam keadaan membangun. Memang butuh upaya yang keras untuk dapat melakukan itu, karena saya harus melawan irasionalitas di Banten yang dapat menghalangi kemajuan pembangunan untuk masyarakat Banten. Karena saya merasakan sendiri, ketika berkunjung ke Banten Lama dulu dan sekarang itu berbeda,” terangnya.
Selain membangun Banten dengan rasa, lanjut Gubernur, dibutuhkan pula spirit anti korupsi tidak hanya oleh seluruh pejabat publik tapi juga masyarakat luas. Menurutnya, spirit anti korupsi seyogyanya menjadi konsep kehidupan setiap umat manusia. Karena penerapannya selalu berkaitan dengan kegiatan sehari-hari.
“Korupsi itu kan keserakahan akan syahwat ingin ini, ingin itu. Sama seperti kita ketika menumpuk-numpuk barang yang kita sukai padahal itu sebenarnya dosa, makanya harus didistribusikan. Begitupun dengan pembangunan, karena ada kepentingan pribadi ingin ini ingin itu yang berlebihan atau serakah, uang yang bukan seharusnya digunakan untuk itu malah diselewengkan,” ungkapnya.
Oleh karenanya, Gubernur meningkatkan pendapatan pegawai melalui tunjangan kinerja namun dengan syarat target kinerja harus tercapai lebih dulu. Sehingga pegawai akan merasakan kepuasan berlipat ketika pekerjaannya bagus dan memberikan manfaat untuk masyarakat sekaligus mendapatkan penghasilan yang memadai.
“Supaya mereka bisa memantaskan diri atas apa yang mereka dapatkan dari hasil yang mereka kerjakan,” tuturnya. (Red)