Beranda Sosial Cerita Pilu Penghuni Huntara Korban Tsunami Pandeglang, Serba Kekurangan dan Sempat Putus...

Cerita Pilu Penghuni Huntara Korban Tsunami Pandeglang, Serba Kekurangan dan Sempat Putus Asa

Asbah (kiri) saat melayani pembeli bensin di warung kecil miliknya yang berada di Huntara Citanggok - (foto Memed/BantenNews.co.id)

PANDEGLANG – Asbah seorang warga Pandeglang yang yang selamat dalam peristiwa Tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018 lalu menceritakan kehidupannya di tempat Hunian Sementara (Huntara) yang berada di Desa Citanggok, Kecamatan Labuan.

Kini dia dan suaminya tinggal bersama 3 anaknya serta 3 anak dari almarhum adiknya di Huntara lantaran tempat tinggalnya dulu hancur diterjang tsunami.

Dia menceritakan bagaimana harus bertahan hidup dan berusaha bangkit kembali setelah tsunami. Saat ini, selain harus menghidupi ketiga orang anaknya ia juga harus menghidupi tiga orang anak adiknya yang meninggal sebelum peristiwa tsunami.

Penghasilan sang suami yang hanya pengayuh becak, ia rasa tidak cukup untuk menanggung biaya kehidupan dan sekolah anaknya dan anak dari adiknya.

“Yah pak namanya juga tukang becak kadang dapat dua puluh ribu kadang kurang, tergantung ada rizkinya aja. Kalau dulu alhamdulillah ada bantuan, jadi engga terlalu berat kalau sekarang udah gak ada bantuan jadi ya begitu lah,” kata Asbah saat ditemui di lokasi Huntara Citanggok, Minggu (22/12/2019).

Kata dia, lokasi Huntara yang ia tempati jaraknya cukup jauh dari sekolah anak-anaknya. Setiap hari ia harus merogoh Rp20 ribu untuk ongkos anaknya pergi ke sekolah. Bahkan ia sempat mempunyai niat agar anaknya berhenti sekolah karena ongkos yang harus dikeluarkan setiap hari dianggap memberatkan.

“Dua puluh ribu itu untuk ongkos pulang pergi, yang sekolah kan bukan anak saya aja, tapi anak almarhum adik saya juga sekolah, kalau dua puluh ribu dikali tiga kan lumayan tiap harinya. Saya kepikiran apa anak saya suruh berhenti aja sekolahnya ya,” keluh dia.

Ia melanjutkan, untuk membantu penghasilan suami, ia membuka warung kecil-kecilan di Huntara dengan modal yang diberikan dari bos tempat ia bekerja dulu. Ia mencoba mengumpulkan sedikit rupiah dari sisa penjualan untuk menopang kehidupan keluarganya.

“Warung ini bukan punya saya, tapi punya bos, saya hanya nungguin saja. Jadi saya cuman ngambil sedikit keuntungan dari penjualan dari harga yang diberikan bos. Kadang kalau lagi gak punya uang saya suka jual barang-barang, tapi kadang juga suka pinjem ke tetangga,” ucapnya dengan nada berat.

Namun di antara cerita sedihnya, perempuan ini tetap optimis bahwa kehidupannya bisa berubah lebih baik suatu hari nanti. Ia juga menaruh harapan besar pada pemerintah untuk segera dibangunkan Huntap bagi ia dan keluarga lain.

“Mudah-mudahan kedepannya kehidupan saya tidak terus seperti ini. Harapan saya dan ibu-ibu yang lain ingin segera dibuatkan Huntap pak,” tutupnya.

(Med/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini