SERANG – Wadison Pasaribu (32) didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap istrinya, Petri Sihombing, di rumah mereka di Perumahan Puri Anggrek, Kelurahan Teritih, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, pada awal Juni 2025 silam.
Wadison menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Selasa (16/9/2025).
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang, Slamet, terdakwa dijerat Pasal 340 dan atau Pasal 338 KUHP, serta Pasal 44 ayat 3 Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga.
“Dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” tutur Slamet di depan Majelis Hakim yang dipimpin Mochamad Ichwanudin.
Slamet menjelaskan, pada Jumat 30 Mei 2025, terdakwa Wadison sempat bertemu dengan kekasihnya bernama Rani Herlina di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Ketika itu, Rani meminta agar ia segera dinikahi oleh Wadison karena hubungan mereka sudah terjalin lama.
Berawal dari desakan Rani, Wadison kemudian berniat membunuh istri sahnya, Petri. Keesokan harinya, saat perjalanan pulang ke rumahnya di Kota Serang, ia mulai merencanakan bagaimana cara untuk membunuh Petri.
Terlintas di pikirannya untuk membuat skenario seolah-olah terjadi perampokan. Rencana diawali dengan membuang KTP dan kartu ATM miiknya di Jembatan Kali Puri Anggrek yang tidak jauh dari rumahnya.
Sekira pukul 19.00 malam, Wadison tiba di rumah dan sempat menyapa anak-anak serta istrinya. Tiga puluh menit kemudian, ia meminta anak-anak segera tidur.
“Setelah anak-anaknya sudah tidur semua, lalu korban Petri Sihombing langsung menyusul Terdakwa ke kamar, lalu Terdakwa dengan korban Petri Sihombing melakukan hubungan suami isteri, supaya korban Petri Sihombing tidak curiga kalau Terdakwa ada niatan untuk membunuhnya,” ujar Slamet.
Setelah itu, Wadison pergi ke dapur dengan alasan ingin mengambil minum. Padahal, ia mengambil tali tis yang sudah disimpan di atas kulkas. Tali itu nantinya akan digunakan untuk menjerat leher Petri.
Wadison kembali ke kamar dan memeluk Petri dari arah belakang. Namun karena gelisah hingga berkeringat, Petri langsung bertanya kenapa terdakwa tampak gugup.
“Petri Sihombing bertanya kepada terdakwa ‘Kenapa kamu keringet dingin?’, dijawab terdakwa enggak apa-apa’, lalu korban Petri Sihombing berbicara “Jangan-jangan kamu lapar lagi”, dijawab terdakwa ‘Ngga ko’. Kemudian korban berkata ‘Tapi aku lapar’,” ujarnya.
Wadison sempat mempersilakan Petri makan, tetapi karena hanya tersedia telur dan ia enggan menggorengnya dengan alasan lelah sepulang kerja, Petri meminta agar dipesankan makanan lewat aplikasi daring.
Permintaan itu ditolak Wadison dengan alasan lebih baik memasak telur yang ada daripada membuang uang untuk memesan makanan. Kesal dengan jawaban tersebut, Petri lalu mencela suaminya dengan sebutan miskin.
Emosi Wadison memuncak mendengar perkataan Petri. Tekadnya semakin bulat melakukan pembunuhan dengan langsung mencekik leher Petri menggunakan tali tis yang sudah disiapkan sedari tadi.
Petri sempat melawan sambil berteriak meminta tolong kepada anaknya. Namun, mulutnya segera dibekap Wadison hingga ia sempat menggigit tangan suaminya, bahkan mencakar wajah dan perutnya.
Karena Petri terus melawan, Wadison mengambil kain kelambu di tempat tidur dan melilitkannya ke wajah serta mulut istrinya. Sekitar sepuluh menit kemudian, Petri tewas akibat jeratan tersebut.
“Sekira jam 23.40 malam, Terdakwa mengunci pintu kamar anak dari luar, setelah itu Terdakwa istirahat sambil merokok di ruang tamu hingga menghabiskan satu batang rokok, setelah itu Terdakwa megambil dua pasang kaos kaki dari laci lemari, satu pasang berwarna biru dongker Terdakwa gunakan untuk di tangan, dan yang satu pasang berwarna abu-abu terdakwa gunakan di kaki dengan tujuan untuk menghilangkan jejak,” ucapnya.
Ia lalu mengambil tiga tali tis lain dari atas kulkas. Satu tali digunakan untuk mengikat tangan Petri ke belakang, sementara satu tali lainnya mengikat kaki korban yang masih terikat di tralis jendela kamar.
Tak berhenti di situ, Wadison kemudian menaruh tas secara acak di ruang tamu, mengacak pakaian di lemari, hingga mengubah posisi televisi. Ia juga mengacak-acak koper, tempat makeup, dan tas milik Petri untuk memperkuat kesan perampokan.
Sekira pukul 01.00 WIB, Wadison merusak ponsel milik istrinya dengan melepas SIM card lalu membuangnya ke belakang rumah. Perhiasan berupa kalung dan anting korban dibuang ke saluran pembuangan kamar mandi. Sementara uang tunai Rp180 ribu serta surat emas direndam, dihancurkan, dan dibuang ke kloset.
Untuk menghilangkan bukti perlawanan korban, Wadison memotong kuku lalu membuangnya ke kloset. Ia bahkan memukul wajahnya sendiri dengan ulekan serta menjepit leher menggunakan tang agar seolah menjadi korban kekerasan.
Tak lupa, ia mencongkel pintu dapur dengan obeng dan blencong guna menguatkan skenario perampokan.
Setelah yakin Petri meninggal, Wadison melepas ikatan tubuh istrinya hingga jatuh membentur lantai. Wajah korban kemudian ditutupi dengan handuk. Sekira pukul 04.00 WIB, ia memasukkan dirinya ke dalam karung, mengikat tangan dan kaki, serta membenturkan wajah ke lantai agar tampak terluka.
Pagi harinya, anak-anak Wadison menemukan ayah mereka dalam kondisi terikat. Anak perempuannya lantas meminta pertolongan tetangga, Jansen Pangaribuan, yang kemudian membantu membuka karung tempat Wadison bersembunyi.
Berdasarkan hasil autopsi di RS Bhayangara, jenazah Petri dinyatakan meninggal akibat mati lemas.
“Sebab mati jenazah ini adalah mati lemas akibat jeratan di leher yang menyebabkan terhambatnya aliran udara pada saluran pernapasan,” ujarnya.
Usai mendengarkan dakwaan, Wadison diwakili kuasa hukumnya mengatakan tidak akan mengajukan eksepsi. Majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda lanjutan mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd
