Beranda Opini Batal Haji, Ikhlaskan Hati Karena Pandemi

Batal Haji, Ikhlaskan Hati Karena Pandemi

Ilustrasi - foto istimewa ivoox.id

Oleh: Hikmatullah, Dosen Fakultas Syari’ah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dan Dosen Fakultas Hukum UNSERA

Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam, setelah syahadat, shalat, zakat dan berpuasa si bulan Ramadhan. Ibadah haji merupakan ibadah yang diwajibkan hanya bagi orang yang memenuhi kriteria mampu atau disebut dalam al-Qur’an (QS. Ali Imron [3] : 97) dengan istilah istitha’ah, antara lain mampu secara materi, fisik dan mental. Bagi bangsa Indonesia, penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional, karena selain menyangkut kesejahteraan lahir dan batin jamaah haji, juga menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Mengingat pelaksanaannya bersifat massal dan berlangsung dalam jangka waktu yang terbatas, penyelenggaraan haji memerlukan manajemen yang baik agar tertib, aman dan lancar.

Semenjak makhluk nano yang kasat mata ini awal muncul di muka bumi yang melanda hampir seluruh negara di dunia ini berdampak dalam diberbagai lini, baik itu perekonomian, pendidikan, sosial dan lain sebagainya. Akibat adanya pandemi, berbagai negara khawatir dari adanya pandemi ini karena penularannya sangat cepat sekali, termasuk negara Arab Saudi yang menjadi pusat tempat pelaksanaan ibadah haji umat Islam dari berbagai penjuru negeri ikut terdampak dari adanya pandemi virus corona atau COVID 19 (Corona Virus Disease 20119), korban positif di negara ini perkembangannyanya kian hari terus bertabah dan terus meningkat.

Indonesia yang notabene negara Muslim terbanyak di dunia pun terdampak dari adanya COVID 19. Pelaksanaan haji pada tahun ini berada di tengah pandemi COVID 19, sehingga pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama mengulur-ulur pengumuman kepastian dari pelaksanaan haji tahun ini, karena masih menunggu perkembangan dari kondisi dari dua tempat yang Mulia bagi umat Islam, tempat pelaksanaan ibadah haji yaitu Mekah dan Madinah.

Awalnya Kementerian Agama akan mengadakan pengumuman kepastian pelaksanaan ibadah haji pada tahun ini pada 20 Mei 2020, akan tetapi Kementerian Agama masih terus memantau perkembangan COVID 19 di negara Arab Saudi, tepatnya pada hari selasa tanggal 2 Juni 2020 kemarin, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama secara resmi mengumumkan pembatalan haji tahun ini, dan diperkuat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/2020 M. Dengan berbagai macam pertimbangan, salah satu yang menjadi pertimbangan yang utamanya yaitu Hifzhu al-Nafs atau menjaga jiwa, yang merupakan salah satu dari lima maqashidu al-syari’ah (tujuan dari pensyari’atan) selain dari Hifzhu al-Diin atau menjaga agama, Hifzhu al-‘aql atau menjaga akal, Hifzhu al-Maal atau menjaga harta dan Hifzhu al-Nasb atau menjaga keturunan.

Dengan adanya pernyataan kejelasan pengumuman dari pemerintah dalam hal ini kementerian agama, maka seyogyanya selaku umat Islam kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk bersabar dan ikhlas menerimanya dengan berbesar hati dan lapang dada. Dalam buku al-Hikam wa al-Amtsaal al-Nabawiyyah min al Ahaadits al-Shahihah karya Samih Abbas mengutip hadis nabi SAW: “Dari Anas ibn Malik r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya besarnya balasan sesuai dengan besarnya cobaan. Apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, mereka akan diberi cobaan. Oleh sebab itu, siapa saja yang rela (menerima cobaan tersebut), dia akan mendapatkan keridhaan dari Allah SWT; dan siapa saja yang marah (tidak menerima cobaan tersebut), dia akan mendapatkan kemurkaan dari-Nya.” (H.R. al-Tirmidzi).

Maksud dari hadits tersebut adalah rela atau menerima cobaan maksudnya adalah bersabar dengan ikhlas dalam menghadapinya dengan lapang dada, menyerahkan segalanya kepada Allah SWT dan memohon pertolongan-Nya. Sedangkan marah adalah lawan dari kata sabar, seperti ada ungkapan orang, “kenapa bala ini menimpaku tapi tidak menimpa orang lain?” orang tersebut pasti akan mendapatkan murka dari Allah SWT. Murka tersebut bisa saja ia terima di dunia, kelak di hari kiamat atau setelah kematiannya. Ini terjadi jika orang tersebut tidak segera bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Hadits ini juga menjelaskan keutamaan bersabar dan bahwasanya cinta Allah SWT KEPADA seorang hamba terwujud dalam bentuk cobaan atau bala yang diberikan kepadanya. Bukankah orang yang paling berat cobaan dan balanya adalah para nabi dan rasul? Padahal para nabi dan rasul adalah manusia pilihan yang sangat dicintai Allah SWT (Habibullah).

Dari adanya cobaan dan bala ini, selayaknya kita berbesar hati dan ikhlas menerima. Ikhlas merupakan ajaran yang menjadi dasar di¬utusnya semua rasul Allah. Ikhlas adalah pusat dan inti dakwah mereka. Setiap nabi dan rasul dituntut untuk mengajarkan ikhlas kepada umat mereka masing-masing.

Allah SWT. berfirman,

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ
وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

(**)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini