SERANG– Dua mantan pejabat Bank Bjb Cabang Tangerang dan dua pengusaha terbukti bersalah dalam perkara korupsi Kredit Modal Kerja Kontraktor yang rugikan keuangan negara sebesar Rp4,67 miliar.
Vonis terhadap empat terdakwa itu digelar di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (12/6/2025). Keempatnya dinilai majelis hakim melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan subsidair.
Sebelum membacakan vonis, Majelis hakim yang dipimpin Arief Adikusumo menyatakan kerugian negara yang sebenarnya adalah Rp4,67 miliar. Angka ini berbeda dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menyebutkan kerugian negara sebesar Rp6,1 miliar. Hakim menjelaskan bahwa perhitungan kerugian negara berbeda karena tidak termasuk bunga dari Kredit Modal Kerja Konstruksi (KMKK).
Arief mengatakan mengatakan perbuatan para terdakwa telah merusak kepercayaan masyarakat terutama nasabah Bank Bjb karena melakukan korupsi.
“Perbuatan para terdakwa telah merusak kepercayaan masyarakat khususnya perbankan Bank Bjb (karena melakukan korupsi),” kata Arief.
Terdakwa pertama Dindin Akhmad Syabarudin (45) selaku Mantan manajer komersial Bank Bjb, divonis pidana penjara selama 1 tahun. Sedangkan mantan relationship officer (RO) Ershad Bangkit Yuslifar divonis 3 tahun penjara.
Dindin dan Ershad juga sama-sama dihukum membayar pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 2 bulan penjara. Namun, keduanya dinilai tidak ikut menikmati hasil korupsi sehingga tidak dikenakan pidana uang pengganti (UP).
Terdakwa lainnya, Syarip Nurdin Zain (45) yang merupakan Direktur Utama PT Karya Multi Anugrah (KAM) divonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan penjara.
Ia juga diharuskan membayar UP sebesar Rp111 juta yang jika tidak dibayar maka harta bendanya disita oleh negara, dan bila masih tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun. UP tersebut merupakan upah dari Jamaludin karena telah bersedia meminjamkan perusahaannya
Terakhir yaitu Jamaludin selaku peminjam bendera PT KAM, merupakan terdakwa yang dihukum dengan vonis paling tinggi. Dia dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara. Ia merupakan orang yang paling besar menikmati hasil korupsi.
Jamaludin juga diharuskan membayar uang pengganti sejumlah Rp4,5 miliar yang jika tidak dibayar maka harta bendanya disita untuk dilelang oleh jaksa penuntut, dan bila masih tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama 2 tahun.
Vonis tersebut berbeda dengan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut agar Dindin divonis 1,6 tahun penjara, Jamaludin 7,6 tahun, serta Ershad dan Syarip masing-masing 6 tahun penjara.
Usai vonis dibacakan, baik JPU Kejati Banten dan tiga terdakwa mengatakan pikir-pikir terlebih dahulu apakah akan mengajukan banding atau tidak. Hanya terdakwa Dindin yang mengatakan menerima putusan tersebut.
“Terima yang mulia,” kata Dindin.
Sebelumnya, JPU Kejati Banten, Subardi dalam sidang pembacaan dakwaan pada Kamis (13/2/2025) lalu, menuturkan pada 14 September 2016, PT KAM mengajukan KMKK sebesar Rp5 miliar ke Bank bjb untuk pekerjaan peningkatan Jalan Purabaya-Jati-Saguling di Kabupaten Bandung Barat.
Pekerjaan itu didapatkan PT KAM dari Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Bandung Barat dengan nilai kontrak Rp16,9 miliar. Pengajuan dilakukan oleh Jamaludin dengan meminjam bendera PT KAM dengan cara mendapatkan kuasa direksi dari pengurus serta berkas-berkas persyaratan dari Syarip.
Padahal Jamaludin bukanlah pengurus perusahaan itu dan Syarip juga sebagai dirut mengetahui kalau perusahaannya berstatus kolektibilitas 5 karena kredit macet di Bank bjb Syariah cabang Cirebon.
Jamaludin kemudian menghubungi Ershad terkait pengajuan itu. Keduanya sudah saling mengenal karena Jamal sebelumnya pernah mengajukan KMKK juga menggunakan perusahaan yang lain.
“Terdakwa Ershad selaku RO dalam memproses, memeriksa, dan mengevaluasi permohonan KMKK untuk PT KMA tersebut ternyata tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian,” tutur Subardi.
Ershad meloloskan proses pengajuan itu tanpa melakukan wawancara kepada pengurus perusahaan, tidak melakukan trade checking, pengecekan BI checking, survey, dan analisa kelayakan persetujuan kredit.
Setelah Ershad, giliran peran Dindin yang memproses KMKK tersebut tanpa prosedur yang benar. Ketika analisa kredit bernama Esti Erliyanti sedang menyusun Memorandum Analisis Kredit (MAK), Dindin memerintahkan agar hal tersebut segera dirampungkan dengan alasan Jamaludin merupakan nasabah lama.
MAK itu ternyata hanya dibuat dengan cara salin tempel atau copy paste dari mermorandum untuk perusahaan lain. Dana itu kemudian cair sebanyak dua tahap sebesar Rp2 miliar di tahap awal dan Rp2,67 miliar di tahap kedua.
PT KMA kemudian menerima pembayaran pekerjaan jalan sebesar Rp10 miliar setelah dipotong pajak karena tidak berhasil mengerjakan hingga tuntas. Mereka hanya berhasil mengerjakan jalan dengan presentase 67,11%.
Uang dari Dinas Marga itu mestinya masuk ke rekening Bjb cabang Tangerang agar bisa langsung membayar KMKK. Tapi uang pencarian proyek itu malah dimasukan ke rekening BRI. Akhirnya kredit tersebut macet dan tidak terbayarkan.
Jamaludin juga memberikan hadiah berupa umroh melalui travel miliknya kepada Dindin dan Ershad karena telah membantu dirinya dalam pengajukan KMKK. Total KMKK yang macet ditambah beban bunga yang tidak terbayarkan sebesar Rp1,5 miliar kini menjadi kerugian keuangan negara.
“Telah merugikan keuangan negara sebesar Rp6,1 miliar, atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut,”tutur Subardi.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi