Di era digital ini menawarkan kemudahan yang belum ada sebelumnya, termasuk dalam hal finansial. Salah satunya adalah pinjaman online atau yang lebih dikenal dengan pinjol yang banyak menjanjikan dana isntan hanya dengan beberapa langkah. Namun bagi sebagaian anak muda saat ini, kemudahan ini justru berubah menjadi sebuah jebakan bagi para kalangan muda, kejadian ini bukan lagi sekedar isu pribadi melainkan boomerang bagi masa depan generasi muda.
Mengapa anak muda begitu gampang terpengaruh dengan hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya? Akar masalahnya sangat kompleks. Yang pertama disebabkan karena kemudahan akses dan minimnya literasi keuangan yang menjadi kombinasi mematikan. Paltform pinjol dengan tampilan yang sangat menarik, menggiurkan, dan proses pecairannya yang seringkali tidak diimbangi dengan pemahaman yang mendalam tentang suku bunga, denda, dan risiko gagal bayar di kalangan pengguna, terutama kalangan muda yang belum mengerti atau mengenal tentang dunia finansial.
Kedua, budaya komsumtif dan tekanan gaya hidup yang didorong oleh media sosial memainkan peran signifikan. Keinginan untuk tampil kekinian. Seperti memiliki gadget terbaru, atau menikmati lifestyle ala influencer sering kali mendorong para kalangan muda untuk mengambil jalan pintas dengan pinjol atau pinjaman online. Mereka terjebak dalam siklus ‘’beli sekarang,bayar nanti’’ tanpa mempertimbangan kemampuan finansial kedepannya.
Akibatnya, kita menyaksikan para kalangan muda yang terlilit utang dengan bunga yang mencekik, bahkan ada yang sampai dikejar-kejar debt collector, lebih parahnya lagi ada yang sampai psikisnya terganggu. Angan-angan menikmati hidup di usia muda justru berubah menjadi sebuah mimpi buruk akibat terjerat pinjol.
Fenomena ini bukan sekedar masalah individu, mekainkan juga ancaman bagi bonus demografi yang seharusnya menjadi aset pembangunan. Ancaman ini dapat berakibat fatal jika generasi muda terjerat utang, yang berujung pada penurunan produktivitas, terhambatnya inovasi, dan masa depan bangsa yang suram jika tidak segera diatasi
Lalu apa yang dapat dilakukan? Pentingnya untuk menerapkan regulasi yang lebih ketat dan melakukan pengawasan yang efektif terhadap platform pinjaman online. Pemerintah dan lembaga yang terkait perlu memastikan adanya transparansi informasi, membatasi praktik pinjaman yang merugikan (predatory lending), dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen. Selain itu di era teknologi yang canggih ini media sosial dapat dijadikan untuk target edukasi tentang bahayanya pinjaman online, media sosial tidak hanya menjadi iklan pinjolnya saja tetapi juga harus ada edukasinya juga tentang pinjaman online tersebut
Namun, tanggung jawab ini tak hanya berada di tangan lembaga terkait saja. Pendidikan literasi keuangan harus ditekankan secara menyeluruh dalam kurikulum pendidikan baik formal maupun informal. Generasi muda harus dibekali dengan pemahaman yang tepat mengenai pengelolaan keuangan, risiko utang, serta pentingnya menabung untuk masa depan.
Selain itu, peran keluarga dan lingkungan sosial juga tidak kalah penting dalam menanamkan nilai-nilai hidup sederhana dan bijak dalam berbelanja. Dorongan untuk selalu mengikuti trend dan gaya hidup mewah perlu diseimbangkan dengan kesadaran akan prioritas dan kemampuan finansial masing-masing.
Kita perlu bersama-sama membangun kesadaran, memberikan edukasi, dan menciptakan regulasi yang mendukung agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Penulis
Tesa Marisa
Angga Rosidin S.I.,M.A.P
Zakaria Habib Al-Ra’zie, S.I.P.,M.Sos
(Program Studi Administrasi Negara, Universitas Pamulang-Serang)