Serang, 3 Juni 2025 — Mahasiswa dari Universitas Pamulang (UNPAM) Serang melakukan penelitian lapangan di kawasan Stadion Maulana Yusuf, Kota Serang, pada pukul 16.00 WIB. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati langsung dinamika penertiban pedagang kaki lima (PKL) serta menggali lebih dalam polemik relokasi yang tengah berlangsung.
Stadion Maulana Yusuf selama ini menjadi salah satu titik aktivitas ekonomi informal yang cukup hidup di Kota Serang. Kehadiran para pedagang di sekitar stadion telah berlangsung bertahun-tahun dan menjadi bagian dari ekosistem ekonomi masyarakat kecil. Namun, kebijakan Pemerintah Kota Serang yang mulai menertibkan dan merelokasi para pedagang menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Pemerintah daerah berdalih bahwa penertiban ini dilakukan demi menjaga ketertiban, kebersihan, dan fungsi kawasan stadion sebagai ruang publik yang tertata. Namun, pendekatan yang dirasakan masih sepihak ini memicu kritik dari berbagai pihak, terutama soal minimnya dialog dengan para pelaku usaha kecil.
Salah satu pedagang yang diwawancarai, Dayat, mengungkapkan bahwa dirinya telah berjualan di kawasan tersebut sejak tahun 2018. Pada Mei 2025, ia dipindahkan ke dalam area stadion berdasarkan surat edaran dari pemerintah.
“Saya sudah berjualan sejak tahun 2018 sampai sekarang. Cuma baru direlokasikan bulan kemarin ke dalam,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa relokasi dilakukan setelah pemerintah menyampaikan pemberitahuan resmi. Para pedagang diminta untuk mulai pindah lima hari sebelum tanggal 28 Mei.
“Dari pemerintah itu ada surat edaran. Dari tanggal 28 sudah harus direlokasikan ke dalam. Lima hari sebelumnya kami sudah mulai pindah,” jelasnya.
Namun, menurut Dayat, kondisi lokasi baru jauh berbeda dibandingkan tempat lama. Jumlah pengunjung menurun, dan hal ini berdampak signifikan terhadap pendapatan para pedagang.
“Dari segi pengunjung beda, dari segi omzet juga beda. Lebih ramai di depan. Tapi kita mengikuti aturan pemerintah,” tuturnya.
Pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran banyak pedagang terhadap masa depan mereka apabila relokasi dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Lokasi alternatif yang ditawarkan oleh pemerintah dianggap kurang strategis dan berpotensi mengurangi jumlah pelanggan secara drastis.
Kondisi ini tidak hanya dirasakan oleh Dayat, melainkan juga oleh banyak pedagang lainnya yang mengalami penurunan pendapatan sejak direlokasi ke bagian dalam stadion. Minimnya akses dan kurangnya promosi lokasi baru membuat pengunjung enggan masuk ke dalam area relokasi, sehingga aktivitas ekonomi menjadi lesu.
Meski belum ada laporan resmi mengenai insiden konflik, suasana lapangan menunjukkan adanya keresahan. Para pedagang berharap agar pemerintah lebih memperhatikan dampak sosial dari kebijakan tersebut dan membuka ruang dialog dua arah untuk mencari solusi bersama.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan relokasi tidak hanya berdampak pada penataan fisik ruang, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menerapkan pendekatan yang lebih partisipatif dan humanis, agar solusi yang diambil benar-benar adil dan berkelanjutan.