Sebagai mahasiswa saya melihat bahwa pendekatan perilaku menjadi sangat penting dalam memahami dinamika politik di era digital saat ini. Dunia politik tidak lagi berjalan secara statis dan formal seperti yang digambarkan dalam teori-teori klasik kini, politik hadir dalam kehidupan sehari-hari kita di media sosial, di grup percakapan, bahkan di kolom komentar.
Melalui pendekatan perilaku, kita bisa memahami mengapa orang bertindak secara politik di dunia digital, seperti mengapa seseorang menyebarkan berita hoaks, memilih kandidat karena popularitas di media sosial, atau menjadi apatis karena banjir informasi yang membingungkan. Ini penting karena sebagai mahasiswa, kami bukan hanya menjadi pengamat politik, tetapi juga pelaku aktif di ruang digital itu sendiri.
Namun, pendekatan ini juga mengajarkan kita untuk tidak hanya menyalahkan individu, tetapi memahami bahwa perilaku politik dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis, sosial, budaya, dan bahkan algoritma teknologi yang bekerja secara diam diam. Oleh karena itu, memahami pendekatan perilaku membantu kami lebih kritis dan tidak mudah terjebak dalam polarisasi atau narasi yang menyesatkan.
Saya percaya bahwa dengan pendekatan ini, kita sebagai generasi muda bisa ikut berkontribusi dalam memperbaiki kualitas demokrasi digital. Kita bisa lebih sadar akan perilaku politik kita sendiri, lebih bijak dalam mengonsumsi dan menyebarkan informasi, dan mendorong literasi digital yang lebih luas di masyarakat.
Dan Transformasi digital yang pesat telah mengubah lanskap demokrasi secara signifikan. Dalam konteks ini, pendekatan perilaku (behavioral approach) dalam ilmu politik menjadi semakin relevan untuk memahami dinamika politik modern. Pendekatan ini berfokus pada perilaku individu dan kelompok dalam sistem politik, bukan hanya pada institusi atau struktur formal. Dengan semakin dominannya media sosial, algoritma digital, dan informasi instan dalam membentuk opini publik, pendekatan perilaku menawarkan kerangka yang tepat untuk menganalisis bagaimana warga negara berinteraksi dengan politik dalam ruang digital.
Perilaku politik kini tidak hanya terlihat dalam pemilu atau partisipasi konvensional, tetapi juga dalam bentuk-bentuk baru seperti aktivisme digital, kampanye berbasis data, dan polarisasi opini di media sosial. Pendekatan perilaku memungkinkan kita memahami faktor psikologis, sosiologis, dan komunikasi yang memengaruhi tindakan politik masyarakat digital, termasuk bagaimana bias kognitif dan disinformasi dapat memengaruhi keputusan politik.
Namun, pendekatan ini juga menghadapi tantangan. Data perilaku digital sering kali dikendalikan oleh platform besar, dan riset independen terhadap perilaku pengguna bisa terbatas oleh regulasi dan privasi. Selain itu, pendekatan perilaku cenderung mengabaikan struktur kekuasaan dan dominasi sistemik yang juga memengaruhi demokrasi digital.
Meski begitu, untuk menjawab tantangan demokrasi digital seperti menurunnya kepercayaan publik, manipulasi algoritma, hingga fragmentasi informasi, pendekatan perilaku tetap diperlukan. Dengan pendekatan ini, ilmuwan politik dapat memberikan analisis berbasis data yang lebih mendalam dan rekomendasi kebijakan yang lebih responsif terhadap perubahan perilaku masyarakat digital.
- Penulis:
Wahyuni
Angga Rosidin S.I.P., M.A.P
Zakaria Habib Al-Ra’zie, S.I.P., M.Sos. (Program Studi Administrasi Negara, Universitas Pamulang – Serang )