Beranda » Miris! Banyak Makanan yang Diproduksi di Dunia Hilang dalam Proses atau Menjadi Sampah  

Miris! Banyak Makanan yang Diproduksi di Dunia Hilang dalam Proses atau Menjadi Sampah  

Foto istimewa

Menurut data FAO (Food and Agriculture Organization), 1/3 dari jumlah makanan yang diproduksi di dunia hilang dalam proses atau menjadi sampah. Tentunya hal ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, namun juga lingkungan dan sosial.

PBB secara khusus telah menargetkan pengurangan sampah sebanyak 50% di tahun 2030 dalam Sustainable Development Goals (SDG) 12.3. Dalam kajian yang dilakukan BAPPENAS disebutkan bahwa masyarakat Indonesia menghasilkan sampah makanan 184 kg/tahun per kapita. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah makanan di Indonesia menyumbang sebesar 44% atau hampir separuh dari total sampah di Indonesia. Artinya, dengan mengurangi sampah makanan, tentu akan berdampak secara signifikan terhadap pengurangan sampah secara keseluruhan.

Pengurangan limbah makanan dapat berkontribusi positif bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dari perspektif lingkungan, produksi makanan bersifat intensif sumber daya dan memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Jika makanan hilang atau terbuang menjadi sampah, hal ini tentunya menghasilkan efisiensi penggunaan sumber daya yang buruk dan dampak negatif lingkungan terutama dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.

Secara tidak langsung, pengurangan susut dan limbah pangan dapat memberikan dampak positif dari sisi sosial, yaitu dari sisi ketahanan pangan dan kebutuhan nutrisi masyarakat. Dari sisi ekonomi, pelaku usaha dapat memperoleh keuntungan dengan meningkatkan efisiensi dan meminimalisir kehilangan makanan di setiap lini rantai pasoknya.

IBCSD (Indonesia Business Council for Sustainable Development) dalam kesempatan kali ini meluncurkan GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut & Limbah Pangan 2030), sebuah inisiatif yang mendorong para pemangku kepentingan di seluruh rantai sistem pangan untuk berkolaborasi dalam menyusun solusi untuk mengurangi susut dan limbah pangan.

Mengutip Presiden IBCSD, Shinta Kamdani, “GRASP 2030 adalah inisiatif berbasis Voluntary Agreement, di mana semua pihak bergabung secara sukarela untuk bertindak bersama karena urgensi isu food loss and waste. Hal ini merupakan wujud komitmen sektor swasta untuk mewujudkan rantai pangan yang lebih berkelanjutan di Indonesia.

“Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada P4G yang mendanai program ini, sehingga GRASP 2030 ini dapat dimulai. GRASP 2030 tidak hanya akan menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi masalah sampah dan meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, tetapi juga dapat meningkatkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan,” ucapnya, Sabtu (11/9/2021).

Acara peluncuran kali ini diresmikan oleh Dr. Arifin Rudiyanto selaku Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/BAPPENAS, dan juga dihadiri Ian De Cruz, selaku Direktur P4G Global dan Lars Bo Larsen, Duta Besar Denmark untuk Indonesia.

Arifin Rudiyanto dalam pidato peluncurannya menyampaikan, “Sejak Indonesia menjadi anggota pada September 2019 lalu, Partnering for Green Growth and Global Goals 2030 (P4G), BAPPENAS bersama-sama dengan Ibu Shinta Kamdani, IBCSD, dan Ibu Tri Mumpuni sebagai co-chair Indonesia P4G National Platform telah mendukung sejumlah kemitraan di Indonesia.

Aksi Gotong Royong Atasi Susut & Limbah Pangan 2030 adalah inisiatif tindak lanjut dari Halving Food Loss and Waste by Leveraging Economic Systems (FLAWLESS) yang didukung oleh P4G sebagai wadah bagi pihak swasta untuk kegiatan-kegiatan terkait food loss and waste.”

Dari paparan Ian de Cruz didapat bahwa terdapat 2,5 triliun dollar amerika financing gap yang dibutuhkan negara berkembang untuk mengimplementasikan SDG. Gap itu akan terisi jika sektor swasta dan investor dapat bekerja sama untuk mencari solusi.

“Apa yang kami lakukan dengan GRASP 2030 adalah pendekatan Target, Measure, Act, Invest. Ini selaras dengan komitmen dan strategi nasional Indonesia untuk mencapai tujuan Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon.” tambahnya.

Duta Besar Denmark, Lars Bo Larrsen dalam pidatonya memaparkan, “Ketika kita berbicara tentang rantai nilai pangan, dari produksi hingga konsumsi, menurut saya penting bagi Indonesia untuk mengidentifikasi berbagai strategi di semua tingkatannya. Tantangan bagi setiap negara adalah bahwa kita memiliki target dan aktor yang berbeda di level yang berbeda. Saya sangat menghargai semua pembicaraan dan kerjasama yang telah kita lakukan dengan BAPPENAS dan saya ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk terlibat dalam hal ini.”

GRASP 2030 dibangun berdasarkan keberhasilan nyata dari apa yang telah dilakukan oleh WRAP (Waste & Resources Action Programme), mitra IBCSD dalam mengembangkan GRASP 2030. Dalam paparannya, Claire Kneller, Head of Asia Pacific WRAP menyampaikan “Limbah makanan adalah masalah lingkungan yang sangat besar dan penelitian terbaru kami dengan UNEP jelas menunjukkan bahwa itu fakta kehidupan di lebih banyak negara daripada yang diperkirakan sebelumnya. Bagi Indonesia, peluncuran GRASP 2030 sangat penting dan strategis dalam perjuangan global melawan limbah makanan,” katanya.

Selain itu, dalam acara peluncuran virtual yang diselenggarakan pada Rabu 8 September 2021, yang bertajuk “Reinforce Food Loss and Waste Partnership Actions thourgh GRASP 2030” hadir pula beberapa perwakilan perusahaan dan instansi yang telah bergabung dalam GRASP 2030, antara lain Fransiska Fortuna, General Manager Corporate Affairs East West Seed Indonesia; Ika Noviera, Corporate Affairs Director PT Multi Bintang Indonesia; Angelique Dewi, Head of Corporate Communication Nutrifood; Anissa Ratna Putri, Consulting Manager of Waste4Change; dan M. Agung Saputra, Managing Director of Surplus Indonesia.

Salah satu signatory, Multi Bintang Indonesia, dalam aksinya mengurangi food loss and waste, melakukan food upcycling dari spent grain atau sisa proses produksi. “Harapannya dapat meningkatkan nilai spent grain yang tadinya hanya sebagai pakan ternak, menjadi sumber pangan bernutrisi,” tutur Ika Noviera.

Anissa Ratna Putri, mengungkapkan alasan mengapa Waste4Change bergabung dalam GRASP 2030. “Kami merasa isu food loss and waste merupakan isu krusial dalam bidang pengelolaan sampah. Sampah makanan menyumbang sekitar 40% dari sampah di Indonesia. Melalui GRASP, kami sebagai management waste service provider ingin berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengatasi isu ini,” ucapnya.

Deretan panelis lain dari instansi pemerintah yang turut mendukung program ini, antara lain Dr. Andriko Noto Susanto, Kepala Pusat Ketersediaan dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan; Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Andriati Cahyaningsih, Analis Kebijakan Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian; Putu Juli Ardika, Staf Ahli Menteri Bidang Pendalaman, Penguatan dan Penyebaran Industri Kementerian Perindustrian, dan Anang Noegroho, Direktur Pangan dan Pertanian BAPPENAS.

Putu Juli Ardika, Kementerian Perdagangan, menyampaikan bahwa dari sisi industri pemrosesan dan pengemasan sejak tahun 2000, mencatat food loss sekitar 4.17%, tahun 2011 turun menjadi 3.75 %, dan tahun 2019 turun lagi menjadi 3.26%.

“Kami mengapresiasi pelaku industri turut serta bersama-sama untuk bagaimana mengurangi food loss and food waste. Kami rasa usaha ini akan cukup berhasil,” pungkasnya.

Sebagai penutup acara, Anang Noegroho menegaskan, pihaknya mengapresiasi dua hal.  Pertama adalah tagline ‘Gotong Royong’ yang merupakan bentuk social capital membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik, membangun prakarsa yang merupakan wajah asli dari bangsa kita. Yang kedua, pemerintah sangat menghargai kerjasama yang sifatnya multipihak dan tidak melupakan inklusivitas dan sinergi dari semua pihak.

Pada tanggal peluncuran, 9 penandatangan (Signatories) GRASP 2030 telah bergabung, termasuk East West Seed Indonesia, Multi Bintang Indonesia, Nutrifood, Kalbe Nutritionals, Sintesa Group, Waste4Change, Surplus Indonesia, WRI Indonesia, dan PT Lion Super Indo. Melalui GRASP 2030, bisnis dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola susut dan limbah makanan, meningkatkan reputasi mereka dalam hal sustainability, mendapatkan lebih banyak koneksi dan jejaring, serta meningkatkan operasi bisnis dan potensi keuntungan mereka.

(***)

Bagikan Artikel Ini